Loading...
Logo TinLit
Read Story - Intertwined Hearts
MENU
About Us  

Malam sebelumnya, sebuah nomor tak dikenal yang sudah ia ketahui siapa orang di baliknya mengirimkan sebuah pesan singkat kepada Zevan.

_______________________________________________

+6285812345678

Enjoy the appetizer tomorrow,Van!

09.38 p.m.

_______________________________________________

Zevan membaca pesan itu sambil mengerutkan keningnya. Pikirannya langsung tertuju kepada Nara. Seketika ia langsung menghawatirkan gadis itu. Apa mungkin Melva benar-benar bisa melakukan hal yang mencelakai Nara?

Sepanjang malam ia tidak bisa tidur dengan tenang. Berkali-kali ia terbangun hanya untuk mengecek jam. Ia berniat untuk berangkat lebih pagi dan mengawasi Nara ketika berangkat sekolah. Berjaga-jaga jika sesuatu yang buruk terjadi ketika gadi itu berangkat ke sekolah,

Pukul setengah enam, Zevan sudah tiba di depan rumah Nara. Ia menunggu di bawah pohon besar di pinggir jalan yang tak jauh dari rumah Nara. Ia tahu jika Nara tahu dirinya melakukan hal seperti ini, Nara pasti akan merasa terganggu. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk diam-diam mengawal Nara berangkat ke sekolah.

Ketika mereka sudah sampai, Zevan bernapas lega karena tidak apapun yang terjadi.

Setelah melihat Nara memarkirkan motor dan menuju kelas dengan selamat, Zevan memutuskan untuk singgah di kantin alih-alih langsung menuju kelas. Ia berniat membeli segelas kopi terlebih dahulu karena ternyata matanya sangat berat. Tentu saja, semalam tidurnya sangat tidak nyenyak karena memikirkan Nara.

Setelah selesai menghabiskan kopinya, bel juga sudah berbunyi, Zevan pun memutuskan untuk ke kelas. Namun, saat memasuki kelas, ia sedikit terperanjat ketika mendapati bahwa Nara duduk di depannya sendirian. Ia bisa melihatnya sedang menengok ke samping. Mata Zevan mengikuti arah pandangn Nara dan melihat Sheyna duduk di tempat lain dan bukan disebelah Nara.

Zevan kemudian melanjutkan langkahnya. Menatap ke Nara sejenak. Nara juga menatapnya sejenak sebelum cepar-cepat menundukkan kepalanya.

Saat itu, Zevan berpikir bahwa mereka hanya sedang bertengka kecil seperti yang biasa terjadi antar-teman. Namun, setelah mendengar dan melihat pertengkaran hebat mereka berdua sepulang sekolah ia sadar bahwa itu bukanlah sebatas pertengkaran biasa saja. 

Awalnya, Zevan hanya mendengarkan pertengkaran mereka berdua dari dalam kelas. Namun, ketika ia mendengar Sheyna menyebut Nara telah menusuknya dari belakang, Zevan sedikit merasa bersalah kepada Nara. Ia tahu mungkin, tidak, bukan mungkin. Tapi ia tahu bahwa sebagian besar itu adalah kesalahnnya. Ia yang membuat Nara berada di situasi sulit seperti ini.

Yang perlu lo jelasin adalah bahwa kita nggak pernah punya hubungan apa-apa.

Perkataan Nara sebelum pergi terus terngiang-ngiang di kepalanya. Kenapa rasanya snagat menyakitkan setelah mendengar itu langsung dari mulut Nara. Sekarang ia merasa seperti orang bodoh yang sedang berjuang sendirian untuk sesuatu yang sia-sia.

Namun, Zevan tidak ingin menyerah lagi seperti dua tahun yang lalu. Ia tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama. Ia pun masih yakin bahwa Nara sebenarnya juga menyukainya, tetapi keadaan yang memaksa Nara untuk menepis perasaan itu. Ia tidak boleh goyah.

Zevan melihat sosok Nara yang perlahan tapi pasti menghilang dari pandangannya. Namun, ia masih memandangi jejak gadis itu di udara. 

Tiingg!

Sebuah pesan masuk. Melva lagi.

_______________________________________________

+6285812345678

Gimana, Van?

04.34 p.m.

_______________________________________________

Membaca pesan itu membuat Zevan tersadar bahwa semua ini adalah ulah Melva. Gadis itu pasti adalah orang yang mengadu domba Nara dan Sheyna. Pasti dia juga yang mengirimkan foto-foto itu kepada Sheyna.

_______________________________________________

+6285812345678

                         Maksud lo apa ngerusak hubungan                                                      Nara sama Sheyna?

                                                                    04.35 p.m.

Karena lo yang minta kan?

Lo yang nggak percaya kalo gue bisa ngancurin hidup Nara

04.35 p.m

                                                                          Gila lo!!!

                                                                     04.35 p.m.

Ya ... gimana ya ... ini masih permulaan

Sekarang lo gue kasih kesempatan lagi buat balikan sama gue

Atau lo masih mau lihat bukti lainnya? Ya terserah lo sih, Van

04.38 p.m.

_______________________________________________

Darah Zevan mendidih membaca pesan itu. Tapi, ia tidak punya pilihan lain lagi. Ia tidak tahu bagaiman caranya melawan Melva. Apa ia benar-benar harus menuruti permintaan gadis gila ini? Jika ia menolak, ia hanya harus melindungi Nara bukan? Tapi ... ia bukan peramal yang bisa memprediksi apa yang akan dilakukan Melva selajutnya kepada Nara.

Zevan mengelus tengkuknya yang tidak gatal. Masih memandangi pesan itu dengan frustasi. Ia tidak menyangka, keputusannya untuk terlibat dengan Melva dulu akan menjadi keputusan terburuk yang ia lakukan. Sekarang ia menyesali hal itu lebih dari apapun.

Melihat bangku panjang yang kosong di sebelahnya, Zevan memutuskan untuk duduk di sana sambil berpikir apa yang sekarang ia harus lakukan.

Akhirnya, Zevan memutuskan untuk menjelaskan perihal foto tersebut terlebih dahulu kepada Sheyna. Ia tidak ingin menyembunyikan perasaannya lagi dan memberikan harapan kepada Sheyna walaupun memang ia tidak pernah merasa memberi harapan kepada Sheyna juga. Namun, ia tidak ingin membiarkan Sheyna berharap kepadanya lebih lama lagi. Dan ia tidak ingin merusak hubungan antara Sheyna dan Nara meskipun sepertinya sekarang sudah jauh terlambat. 

Sekarang, Zevan tidak tahu bagaimana caranya menjelaskan semua itu tanpa terkesan bahwa ia hanya ingin membela dan membersihkan nama Nara. Sheyna mungkin akan berpikiran sama seperti Melva tempo hari. Meskipun, tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar hal itu memang benar.

Setelah cukup lama terdiam dan berpikir di sana, Zevan bangkit dengan kasar mengambil motornya dan bergegas menuju ke rumah Sheyna.

Zevan akan jujur dengan perasaannya sendiri karena tidak peduli apapun yang ia bisa katakan, semua itu tetap akan menjurus ke satu hal, yaitu fakta bahwa ia menyukai Nara. Mungkin Sheyna tidak akan menerima hal itu dengan mudah, tapi ia hanya berharap di kemudian hari ia bisa mengerti bahwa keputusan Zevan untuk jujur adalah keputusan yang terbaik untuk menyelamatkan diri Sheyna sendiri selagi ia belum menyukai Zevan terlalu dalam.

Motor Zevan melaju membelah jalanan yang cukup ramai dengan kecepatan tinggi sehingga hanya perlu waktu kurang dari sepuluh menit untuk sampai ke rumah Sheyna.

Sesampainya di sana, Zevan menurunkan standar samping motornya kemudian berjalan menuju depan pintu rumah Sheyna. 

Diketuknya pintu itu tiga kali. 

Setelah beberapa kali mengulang jumlah ketukan yang sama. Akhirnya pintu terbuka. Bukan Sheyna, melainkan Ardya yang berdiri di sana. 

"Dya," sapa Zevan.

"Eh, Van." Nada bicara Ardya sedikit terdengar dingin.

"Sheyna ada? Gue mau ngomong sama dia. Lo tahu lah soal apa."

Ardya mengangguk. "Gue nggak tahu apa hubungan kalian sebenernya. Lo ngaku suka sama Nara, tapi Nara bilang kalian nggak punya hubungan apa-apa. Jadi, gue cuma berharap lo nggak nyakitin Sheyna lebih jauh lagi, Van. Gue juga mau lo bisa perbaikin hubungan mereka."

"Gue ngerti, Dya."

Ardya masuk kembali ke dalam rumah tanpa mengatakan apa-apa lagi.

Zevan duduk di bangku depan teras dan menunggu cukup lama saat itu. Ia pikir mungkin saja Sheyna tidak ingin menemuinya dan Ardya sedang mencoba membujuknya agar mau.

Benar saja, hampir lima belas menit Zevan menunggu, akhirnya suara pintu yang dibuka menyadarkannya.

Sheyna keluar dan duduk di kursi seberang Zevan tanpa sepatah kata dan tanpa sedetikpun menatap wajahnya. Zevan mengerti.

Butuh beberapa jeda sejenak sebelum akhirnya Zevan membuka suara. "Na, gue sebenernya bingung harus ngejelasin dari mana. Tapi emang bener gue dan Nara nggak ada hubungan apa-apa. Dan foto-foto itu, gue nggak tahu kenapa ada orang yang sampe diem-diem fotoin kita, tapi yang jelas saat itu kita, tepatnya gue, gue yang mau bicarain sesuatu sama Nara."

Sheyna tak merespon dan tetap diam.

"Gue tahu semua yang gue omongin mungkin akan kedengeran kayak gue cuma mau belain dia aja. Tapi gue pengen lo dengerin semuanya." Zevan menarik napas dalam lalu mengarahkan pandangannya ke depan sejauh yang ia bisa.

"Gue suka sama Nara."

Sheyna membulatkan matanya sembari menatap Zevan tak percaya. Ia mungkin berpikir bisa-bisanya Zevan mengatakan hal itu saat jelas-jelas dirinya dan Nara sedang bertengkar karena dia.

Zevan menoleh kala menyadari Sheyna menengok dari ekor matanya. "Please, dengerin gue dulu sampe selesai, Na," ujar Zevan dengan nada memelas. 

Mendengar itu, Sheyna mengurungkan niatnya untuk meluapkan isi pikirannya dengan terpaksa.

Zevan kembali melihat ke depan. "Gue suka sama Nara sejak kita masih SMP. Gue nggak tahu tepatnya kapan dan kenapa, tapi itu terjadi begitu aja. Dan entah kenapa gue tahu dia juga suka sama, pun gue tahu kalau dia juga tahu gue suka sama dia. Awalnya kita masih deket, walaupun cuma sebatas lihat-lihatan dan ngobrol singkat banget pas ada kesempatan. Karena mungkin waktu itu kita juga masih malu kalo sampe temen-temen sekelas tahu. Tapi, buat kita, buat gue, itu udah istimewa banget." 

Entah mengapa, Sheyna justru tertarik dengan cerita mereka. Amarah yang baru saja akan meledak seolah-olah hilang begitu saja. Apalagi, jika dipikir-pikir, Nara tidak pernah menceritakan masalah percintaannya kepadanya.

"Tapi sejak naik ke kelas delapan, dia mulai ngejauh dan interaksi kita udah nggak sesering itu lagi. Gue selalu penasaran kenapa dia berubah jadi pendiem kayak gitu. Bahkan sampe sekarang."

Sheyna mengangguk setuju. Nara yang Sheyna kenal memang pendiam dan sedikit sulit berbaur di keramaian. Tapi entah kenapa, Sheyna merasa nyaman berada di dekat Nara. Oleh karena itu, Nara menjadi sahabatnya sejak kelas sepuluh.

"Gue awalnya masih nyoba, tapi respon dia selalu dingin dan ngebuat gue lama-lama juga kesel sama dia. Dan setelah itu, ada cewek yang nembak gue. Karena gue masih kesel dan kecewa sama Nara, gue akhirnya memutuskan untuk nerima cewek itu dan kita pun pacaran."

Sheyna membulatkan matanya. Ia tidak percaya bahwa cowok yang ia kira baik ternyata memiliki sisi ini juga.

"Itu adalah keputusan terbodoh yang pernah gue ambil," lanjutnya sebelum Sheyna berkomentar.

"Bagus deh kalo lo sadar," cibir Sheyna.

Bukannya sakit hati, Zevan justru terenyum senang karena Sheyna menanggapi ceritanya.

"Tapi untungnya ... kebodohan gue nggak berlangsung lama. Kita cuma bertahan sekitar sebulan. Waktu gue pindah sekolah, gue juga memutuskan hubungan kita berdua karena ternyata hubungan itu nggak berjalan baik. Hambar." Zevan kembali menghela napas panjang sejenak. "Ya, sekarang gue cuma pengen ngelakuin hal yang seharusnya gue lakuin dari dulu. Gue cuma nggak mau ngulangin kesalahan yang sama dan nyesel lagi akhirnya." Zevan menatap Sheyna lekat seolah berharap bahwa ia akan memahami perasaannya.

"Gue bisa ngerasain kalo Nara masih punya perasaan yang sama ke gue, tapi dia lagi nyoba buat nepis perasaan itu lagi. Dan gue yakin itu karena lo, Na."

"Lo nyalahin gue?!" 

"Bukan. Gue lagi nyoba buat bikin lo ngerti kalo Nara lebih milih lo daripada gue. Dari awal dia nggak punya cukup waktu buat jujur soal perasaannya yang udah dia coba kubur dalem-dalem sejak dulu. Dan gue yakin lo lebih dulu jujur soal perasaan lo ke dia karena lo seberani itu, Na. Itu ngebuat dia semakin nggak mau perasaan itu ada. Gue cuma takut dia kayak gitu karena dia ngerasa rendah diri dan ngerasa nggak pantes buat gue. Gue takut dia diem-diem punya anxiety yang nggak kita tahu."

Sheyna terdiam. Semua perkataan Zevan masuk bertubi-tubi ke dalam otaknya. Ia menyadari bahwa selama ini Nara tidak pernah bercerita apapun soal perasaannya. Selama ini Nara hanya seorang pendengar untuknya. Ia selalu tenang dan menanggapi semua keluh kesahnya dengan positif. Nara selalu berhasil menenangkannya sehingga membuatnya bahkan tidak pernah menanyakan apa tentang permasalahan dan perasaan Nara.

"Lo bukannya nggak menarik, Na. Gue sama Nara ... cuma punya cerita lebih lama, kita ketemu lebih dulu, dan gue udah ngerasa bener-bener nggak bisa putar balik lagi. Lo punya banyak kelebihan yang mungkin lo sendiri nggak sadari. Dan gue nggak pantes buat lo karena gue nggak bisa ngasih rasa suka sebesar yang lo berhak dapetin dari seorang cowok."

Sheyna sedikit tertegun mendengar perkataan Zevan. Tidak pernah ada laki-laki yang bisa membuatnya merasa begitu berharga, bahkan saudaranya sendiri.

"Thanks, Van. Gue ngerti maksud lo," ujar Sheyna.

Zevan tersenyum lega mendengarnya. 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • juliartidewi

    Kalau ditulis 'ada keturunan Cina' bisa menyinggung SARA.

    Comment on chapter 10 || A Threat from The Past
Similar Tags
Broken Home
29      27     0     
True Story
Semuanya kacau sesudah perceraian orang tua. Tak ada cinta, kepedulian dan kasih sayang. Mampukah Fiona, Agnes dan Yohan mejalan hidup tanpa sesosok orang tua?
Anikala
905      432     2     
Romance
Kala lelah terus berjuang, tapi tidak pernah dihargai. Kala lelah harus jadi anak yang dituntut harapan orang tua Kala lelah tidak pernah mendapat dukungan Dan ia lelah harus bersaing dengan saudaranya sendiri Jika Bunda membanggakan Aksa dan Ayah menyayangi Ara. Lantas siapa yang membanggakan dan menyanggi Kala? Tidak ada yang tersisa. Ya tentu dirinya sendiri. Seharusnya begitu. Na...
Tanda Tangan Takdir
158      134     1     
Inspirational
Arzul Sakarama, si bungsu dalam keluarga yang menganggap status Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai simbol keberhasilan tertinggi, selalu berjuang untuk memenuhi ekspektasi keluarganya. Kakak-kakaknya sudah lebih dulu lulus CPNS: yang pertama menjadi dosen negeri, dan yang kedua bekerja di kantor pajak. Arzul, dengan harapan besar, mencoba tes CPNS selama tujuh tahun berturut-turut. Namun, kegagal...
Ilona : My Spotted Skin
499      358     3     
Romance
Kecantikan menjadi satu-satunya hal yang bisa Ilona banggakan. Tapi, wajah cantik dan kulit mulusnya hancur karena psoriasis. Penyakit autoimun itu membuat tubuh dan wajahnya dipenuhi sisik putih yang gatal dan menjijikkan. Dalam waktu singkat, hidup Ilona kacau. Karirnya sebagai artis berantakan. Orang-orang yang dia cintai menjauh. Jumlah pembencinya meningkat tajam. Lalu, apa lagi yang h...
FAMILY? Apakah ini yang dimaksud keluarga, eyang?
179      157     2     
Inspirational
Kehidupan bahagia Fira di kota runtuh akibat kebangkrutan, membawanya ke rumah kuno Eyang di desa. Berpisah dari orang tua yang merantau dan menghadapi lingkungan baru yang asing, Fira mencari jawaban tentang arti "family" yang dulu terasa pasti. Dalam kehangatan Eyang dan persahabatan tulus dari Anas, Fira menemukan secercah harapan. Namun, kerinduan dan ketidakpastian terus menghantuinya, mendo...
BestfriEND
35      31     1     
True Story
Di tengah hedonisme kampus yang terasa asing, Iara Deanara memilih teguh pada kesederhanaannya. Berbekal mental kuat sejak sekolah. Dia tak gentar menghadapi perundungan dari teman kampusnya, Frada. Iara yakin, tanpa polesan makeup dan penampilan mewah. Dia akan menemukan orang tulus yang menerima hatinya. Keyakinannya bersemi saat bersahabat dengan Dea dan menjalin kasih dengan Emil, cowok b...
Pacarku Pergi ke Surga, Tapi Dia Lupa Membawa Buku Catatan Biru Tua Itu
629      284     7     
Fantasy
Lily adalah siswa kelas 12 yang ambisius, seluruh hidupnya berputar pada orbit Adit, kekasih sekaligus bintang pemandunya. Bersama Adit, yang sudah diterima di Harvard, Lily merajut setiap kata dalam personal statement-nya, sebuah janji masa depan yang terukir di atas kertas. Namun, di penghujung Juli, takdir berkhianat. Sebuah kecelakaan tragis merenggut Adit, meninggalkan Lily dalam kehampaan y...
In Her Place
812      549     21     
Mystery
Rei hanya ingin menyampaikan kebenaran—bahwa Ema, gadis yang wajahnya sangat mirip dengannya, telah dibunuh. Namun, niat baiknya disalahartikan. Keluarga Ema mengira Rei mengalami trauma dan membawanya pulang, yakin bahwa dia adalah Ema yang hilang. Terjebak dalam kesalahpahaman dan godaan kehidupan mewah, Rei memilih untuk tetap diam dan menjalani peran barunya sebagai putri keluarga konglomer...
Perjalanan Tanpa Peta
52      47     1     
Inspirational
Abayomi, aktif di sosial media dengan kata-kata mutiaranya dan memiliki cukup banyak penggemar. Setelah lulus sekolah, Abayomi tak mampu menentukan pilihan hidupnya, dia kehilangan arah. Hingga sebuah event menggiurkan, berlalu lalang di sosial medianya. Abayomi tertarik dan pergi ke luar kota untuk mengikutinya. Akan tetapi, ekspektasinya tak mampu menampung realita. Ada berbagai macam k...
Rumah?
54      52     1     
Inspirational
Oliv, anak perempuan yang tumbuh dengan banyak tuntutan dari orangtuanya. Selain itu, ia juga mempunyai masalah besar yang belum selesai. Hingga saat ini, ia masih mencari arti dari kata rumah.