Loading...
Logo TinLit
Read Story - Semesta Berbicara
MENU
About Us  

Suci mendatangi makam Tougo setelah kondisinya cukup pulih, Fabian senantiasa berada di sisinya. Surya menunggu mereka di mobil, sementara Tobi dan Anjar turut serta menjaga Suci juga.

Suci menunduk, mendoakan Tougo, berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak akan menangis kali ini.

Anjar mendekat. “Tougo ada di sini,” bisiknya langsung ke telinga Suci.

“Ya ini kan makamnya, Jar,” Suci membalas, seolah memaklumi.

“Maksudnya, dia benar-benar hadir. Dia mau minta maaf ke kamu, dia bilang, ‘Maaf sudah membawa perempuan gila itu ke kehidupanmu’,” Anjar menyampaikan sambil melirik ruang kosong di sampingnya.

Suci tersentak mendengarnya, sedikit tak percaya.

“Dia juga bilang, kamu boleh menggali kapsul waktu yang dulu kalian kubur bersama di taman dekat rumah kalian. Di bawah pohon Seri, kan?” Anjar mengatakan hal yang hanya diketahui Suci dan Tougo. Suci sontak mengangkat wajahnya.

“Aku udah gali, sebelum ada konstruksi di situ. Udah baca juga isinya,” Suci akhirnya merespons, teringat secarik kertas yang ditulis Tougo kecil, bertuliskan:

Aku sebenarnya suka banget sama kamu, Suci. Semoga kamu nikahnya sama aku, jadi kita bareng terus sampai tua. -Tougo, kelas 3D SD Darmawangsa-

“Karena itu aku menyusul ke Bogor, aku seperti dapat amanah dari Tougo kecil,” Suci mengungkapkan sambil tersipu.

Anjar tertegun mendengarnya. “Tougo baru tahu ini loh,” ujarnya.

“Apa sih yang dia tahu tentang aku? He is so full of himself!” Suci membalas sambil tersenyum meledek.

“Dia juga bilang perasaannya ke kamu masih sama,” Anjar kali ini berbisik lebih pelan, khawatir Fabian dengar.

“Telat!” Suci membalas dengan wajah datar.

“Iya, iya, tuh dia pergi dengan senyum,” Anjar memandang ke kejauhan, lalu beralih ke arah langit.

 

-oOo-

 

Di sebuah kafe di kota Bogor, Suci duduk berdua dengan Fabian. Mereka baru selesai menonton film di bioskop. Keduanya menyeruput minuman masing-masing sambil berbincang. Fabian masih terus menjaga Suci dengan gestur protektif, mengingat ini baru seminggu sejak gadis itu keluar dari rumah sakit.

“Fabian, tenggat waktunya udah lewat, kamu kapan kasih jawaban?” Suci mengingatkan pria kaukasia di depannya mengenai pernyataan cintanya.

Fabian sontak terkejut. “Memangnya…masih perlu dijawab ya?” Fabian meraih tangan Suci di atas meja untuk menggenggamnya.

Suci menarik tangannya. “Perlu, perempuan adalah makhluk audio, perlu pernyataan yang jelas. Perasaan perlu diungkapkan dengan kata-kata!” Ia menegaskan.

Fabian terdiam, sejenak hening menyelimuti. “Sebenarnya waktu pertama kali kamu menyatakan perasaan kepadaku, aku mulai penasaran tentang kamu, tapi karena alasan lain,” ia melihat wajah Suci dengan tatapan menyelidik. “Aku mencurigai kamu Guardian Angel, atau MidnightFox, atau… keduanya.”

 

Mata Suci membesar. Sebenarnya ia sudah menyangkanya, tapi tetap terkejut mendengar pengakuan ini langsung dari Fabian. “Jadi… apa kamu sudah mendapatkan jawaban dari kecurigaanmu?” ia menanyakan dengan sedikit gugup.

Yup,” Fabian berkata yakin. “Itu benar kamu.”

“Yakin banget, tahu dari mana?” Suci pun penasaran mengenai sumber informasinya.

“Tobi!” Fabian menjawab sambil tersenyum tengil.

“Kok Tobi sih?” kini Suci yang bingung. “Memang Tobi tahu apa tentang MidnightFox atau Guardian Angel?

“Loh, dia kan Mr. Wolf,” Fabian menjawab lugu.

“Hah, itu dia?” Suci terperangah. “Aku nggak tahu, lho, selama ini yang jadi Mr. Wolf itu dia.”

Fabian tertawa, tidak menyangka penuturan Suci tadi. “Jadi kamu baru tahu sekarang? Kamu pikir gimana caranya tim kakakmu menemukan kamu disekap di apartemen itu? Ya, berkat bantuan Tobi yang mengutak-atik sistem!” ia mengungkapkan.

Suci ikut tertawa. “Astaga Tobi Tob Tob… aku nggak nyangka dia sepinter itu. Pantas Kak Surya minta tolongnya ke dia untuk mengawasi aku. Aku terlalu underestimate dia.”

“Hei, aku belum jawab perasaanmu, lho!” Fabian mengingatkan.

“Oh iya, back to topic,” Suci baru ingat, ia kembali gugup.

 

Kemudian wajah Fabian tiba-tiba memerah. “Suci, ik ben verliefd op jou (Aku jatuh cinta padamu),” ucapnya dengan tatapan serius, langsung menembus mata Suci.

Suci mengulum senyum, tersipu-sipu. “En ik van jou (aku juga mencintaimu),” balasannya membuat Fabian membelalakkan mata.

“Kamu mengerti?” pria kulit putih itu terkejut, mulutnya ternganga. Suci mengangguk, lalu malu sendiri. Bagaimana tidak, belakangan ini ia sibuk belajar bahasa Belanda diam-diam, dibantu Akasia dari jauh. Untuk apa memusuhi mantan gebetannya, kalau bisa dimanfaatkan, kan? pikirnya cerdik.

“Jadi kapan kita menikah?” Suci bertanya dengan mata berbinar-binar.

“Hah?” Fabian kembali dibuat bengong. “Kita… kan… baru pacaran, Ci.” Fabian bergumam, tidak menyangka akan ditodong secepat ini.

“Bercanda, hehe. Habisnya aku senang punya kamu di hidupku,” Suci mengucapkannya dengan tulus, ringan, seolah itu bukan kalimat yang bermakna dalam. Padahal, hati Fabian sudah tergugah mendengarnya. Detak jantungnya memburu mendengar kalimat tadi.

Apa Suci begitu bersyukurnya memiliki aku? Apa aku sebegitu berarti untuk dia? Fabian menenangkan pikirannya sendiri yang terbawa perasaan, rasanya seperti diangkat tinggi ke langit oleh sanjungan itu. “Aku… yang beruntung,” gumamnya kelepasan.

“Kamu bilang apa?” Suci menoleh setelah sejenak melempar pandangannya ke sekeliling.

“Nggak, bukan apa-apa!” Fabian malu sendiri. Ia menumpukan kepala ke satu tangannya. “Sabar ya, Ci.”

“Soal apa?” Suci bingung.

“Permintaanmu tadi, sabar,” Fabian menatapnya dengan senyum tulus. “Akan kuusahakan.”

Suci membekap mulutnya, tidak percaya pada pendengarannya sendiri.

 

-oOo-

 

Beberapa musim telah berlalu sejak hari di mana mereka menyatukan luka menjadi rumah. Suci berbaring di kamar barunya di rumah yang sudah direnovasi bergaya Japan minimalist. Tubuhnya masih lemah. Fabian mendatanginya dengan mengenakan celemek kelabu.

Mijn Koningin (Ratuku), mau dimasakin apa untuk makan malam?” Fabian mempertanyakan dengan senyum lembutnya.

“Apa ya? Aku pengin soto Betawi, tapi beli aja deh. Kasihan kamu kecapekan kalau masak,” Suci mengungkapkan keinginannya. “Lagipula aku lebih butuh kamu di sini,” ia menepuk kasur di sebelahnya.

“Begitu ya? Oke!” Fabian mengangguk malu-malu, merasa tersanjung. Ia melepas celemeknya, lalu duduk di sebelah Suci. Baru saja ia ingin mengecup Suci, terdengar suara bayi menangis.78

Fabian segera mengambil bayi yang ada di dalam crib di pojok kamar. “Deu, si Utun cemburuan amat.” Ucapnya sambil membawa bayi itu ke gendongan Suci.

“Ini kita serius mau panggil dia Utun terus? Mukanya bule banget gitu, matanya aja cokelat terang!” Suci mengingatkan sambil menggendong bayi tersebut dan mendekapnya sedikit tegak untuk disendawakan. “Kita resmikan namanya yuk. Udah 4 hari launching nih, disdukcapil menunggu, supaya akta kelahiran cepat jadinya.”

“Yaudah, aku bilang kan Raven Meijer aja565,” Fabian mengutarakan gagasannya.

“Terlalu singkat buat anak Indonesia. Tambah satu kata supaya unik, takutnya samaan loh namanya sama anak bule random,” Suci mempersuasikan. “Tambahin nama ‘Tougo’ di tengah ya, please.”

Fabian memajukan bibirnya, kesal. “Suci, gimana perasaan kamu kalau anak perempuan kita nanti kuberi nama Akasia?”

Suci mendelik kesal, “Nggak mau lah, itu kan mantan gebetan kamu.”

“Ya sama, itu juga kan nama mantan gebetan kamu.” Fabian mengingatkan.

Suci terdiam, berpikir ulang. “Tapi Fab… Tougo kan udah nggak ada. Untuk penghormatan aja kok, mengenang jasanya. Udah dua tahun ya sejak dia berpulang,” Sejenak ia murung.

Belum selesai mereka berdiskusi, terdengar suara bel pintu. Fabian langsung sigap membukakan pintu rumahkllllllllll26_+.

“Halo, aunty Akasia nih datang!” Akasia muncul pertama ke depan kamar Suci, diikuti Dinia di belakangnya.

“Halo keponakan, aku ncing Dinia!” Dinia memperkenalkan diri pada bayi di gendongan ibunya itu.

“Halo, Kak. Sini masuk aja. Suaminya mana?” Suci bertanya heran.

“Tuh di dekat kolam, malu ke sini katanya,” Akasia mewakilkan bicara.

“Ini nggak apa-apa masuk kamar?” Dinia berkata sungkan.

“Sesama perempuan, nggak apa-apa,” Suci menjawab ringan. Mengajak kedua wanita itu duduk di sofa dalam kamar tersebut.

 Akasia mengamati bayi laki-laki berkulit putih kemerahan itu. “Selamat ya Suci, udah jadi ibu aja. Kamu beruntung, lho, pernikahan digelar dua kali, di Belanda dan Indonesia, habis balik honeymoon keliling Eropa, langsung dapat momongan. Hidup kalian mulus banget, seolah semesta berpihak pada kalian.”

“Iya, mana anaknya lucu banget. Begini ya bayi blasteran?” Dinia mengamati, lalu menyenggol Akasia. “Tuh Kas, buruan lu sama Adrian bikin anak, biar nambah yang kayak begini,” Ia mengompori.

“Bikin… lu kira ngadon kue?” Akasia tidak terima. “Tapi kayaknya Fabian nggak sabaran ya, langsung bikin anak aja. Hihihi!” ia meledek.

“Tokcer juga si Fabian, hehehe!” Dinia ikut menggoda, wajah Suci memerah mendengarnya.

 

“Permisi, ada kiriman paket!” Suara seseorang yang mereka kenal datang dari arah pintu masuk. Selena muncul dengan gestur percaya diri, disusul Hayashi yang kesusahan membawakan dus besar bergambar stroller bayi, diikuti Fabian yang penasaran.

“Eh, ada Akasia dan Dinia juga, kebetulan!” Selena menyapa. “Nah, sekarang tugas para suami, tolong rakit ini semua!” Selena memerintahkan Hayashi dan Fabian yang kebetulan baru muncul.

“Hah, kita?” Fabian saling berpandangan dengan Hayashi.

“Iya lah, jangan cuma jago bikin anak aja. Tuh bikin juga strollernya!” Selena berkata tegas. Disambut tawa para istri yang ada di sana.

Adrian dan Endry tak pelak ikut dilibatkan oleh Hayashi dan Fabian. Berempat mereka sibuk merakit stroller di ruangan sebelah, berkutat dengan obeng dan bagian-bagian yang memusingkan. Sementara itu, para istri mengobrol di kamar bersama Suci sambil memerhatikan bayi mungil itu.

 

-oOo-

 

Tobi datang bersama Anjar di hari selanjutnya, diantar Surya yang kini sibuk di dapur mempersiapkan suguhan. Fabian menemani Suci ke ruang tengah, membawa bayi mereka di gendongan.

“Benar tebakanku kan, ujung-ujungnya rumah ini ditempati oleh kamu juga,” Anjar menyindir Fabian yang cengengesan. “Iya kamu!” tambahnya centil.

“Terima kasih uncle woof woof!” Suci kesenangan mendapat hadiah dari Tobi. “Nggak sangka lu kasih kado bitcoin ke anak gue, lumayan buat tabungan pendidikannya.”

I'm Mr. Wolf, bukan woof woof!” ralat Tobi kesal. “Dikira gue Heli kali, guk guk guk.”

“Ya kan supaya lucu,” Suci cengengesan.

Tobi terus melirik bayi yang sedang digendong Fabian.

“Tapi Ci, gue kok familiar ya sama muka bayi lu…” Ia berkata ragu-ragu. “Mirip siapa ya?” ia mengingat-ingat. Sementara Anjar mengulum senyum.

“Ya kan mirip bapaknya,” Suci menebak.

“Garis mukanya mirip Tougo,” balasan Tobi membuat Fabian menoleh cepat ke arahnya.

“Tob, dia anak gue. Jangan gitu lah!” Pria Amsterdam itu tidak terima, nadanya merajuk, wajahnya cemberut.

“Memang itu dia,” gumam Anjar, membuat Suci dan Fabian menatapnya dengan wajah meminta penjelasan. “Ya, itupun kalau kalian percaya reinkarnasi sih.

Suci dan Fabian saling bertatapan, pikiran mereka sama-sama sibuk mencernanya. Suci memainkan alisnya, seolah menyampaikan isyarat.

Okay, fine! Sertakan Tougo di nama anak ini,” Fabian mengalah.

“Jadi resmi nih, Raven Tougo Meijer?” Suci sumringah. Ia pun memeluk Fabian dengan kegembiraan, bersama bayi kecil mereka di tengah. “Kyaa, makasih Ayang Beb!”

“Hei, hei, kita masih ada di sini!” Tobi mengingatkan keberadaannya dan Anjar.

“Jadi gimana, namanya udah final? Supaya gue urus akta lahirnya nih!” Surya yang baru muncul membawa kue-kue suguhan, ikut senang. Setidaknya pekerjaannya ini akan selesai lebih cepat.

Begitulah semesta, selalu mengumandangkan kisah dengan sabdanya. Tanpa ada yang bisa menduga, hanya bisa menerka. Semesta berbicara melalui setiap alur ceritanya. Setiap kejadian yang terasa kebetulan, sebenarnya merupakan rencana besar. Dan kita adalah bagian dari rencana  semesta.

 

TAMAT

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • papah.al

    Menarik
    Selalu penasaran kedepannya

    Comment on chapter Prolog
  • baba

    Ceritanya mindblowing ya ..

    Comment on chapter 6. Semut pun Bisa Menggigit
  • guardian angel

    Prolognya menarik.

    Comment on chapter Prolog
  • guardian angel

    Mulai seru... hacker perempuan keren bgt!

    Comment on chapter 1. Kekecewaan Menghentak
Similar Tags
Fragmen Tanpa Titik
50      46     0     
Inspirational
"Kita tidak perlu menjadi masterpiece cukup menjadi fragmen yang bermakna" Shia menganggap dirinya seperti fragmen - tidak utuh dan penuh kekurangan, meski ia berusaha tampak sempurna di mata orang lain. Sebagai anak pertama, perempuan, ia selalu ingin menonjolkan diri bahwa ia baik-baik saja dalam segala kondisi, bahwa ia bisa melakukan segalanya sendiri tanpa bantuan siapa pun, bahwa ia bis...
Dimension of desire
263      216     0     
Inspirational
Bianna tidak menyangka dirinya dapat menemukan Diamonds In White Zone, sebuah tempat mistis bin ajaib yang dapat mewujudkan imajinasi siapapun yang masuk ke dalamnya. Dengan keajaiban yang dia temukan di sana, Bianna memutuskan untuk mencari jati dirinya dan mengalami kisah paling menyenangkan dalam hidupnya
Only One
1273      834     13     
Romance
Hidup di dunia ini tidaklah mudah. Pasti banyak luka yang harus dirasakan. Karena, setiap jalan berliku saat dilewati. Rasa sakit, kecewa, dan duka dialami Auretta. Ia sadar, hidup itu memang tidaklah mudah. Terlebih, ia harus berusaha kuat. Karena, hanya itu yang bisa dilakukan untuk menutupi segala hal yang ada dalam dirinya. Terkadang, ia merasa seperti memakai topeng. Namun, mungkin itu s...
KAMUFLASE KAMERA DAN CINTA
655      460     1     
Short Story
lelaki bertubuh besar berjaket hitam menunjukan senyum simpul yang khas .senyum yang membuat jantungku berdegup tak beraturan, dan senyum yang selalu mengingatkanku pada perpisahan di bulan Januari. Konflik antara Mas Pras dan Om Tegar tak kunjung usai ,Kamera lah yang membawa aku dan dia pada satu titik dan kameralah yang membuat kita....
IKRAR
18517      3281     3     
Romance
Ikrar berarti janji yang bersungguh-sungguh. Moira telah berikar kepada sang ayah yang mengidap kanker paru-paru untuk memenuhi permintaan terakhirnya, yaitu menikah dengan anak sahabatnya. Pria itu bernama Ibram Ganinta Miyaz. Namun, sayangnya Ibram bukanlah pria single, dia mempunyai kekasih bernama Anindira yang tak kunjung menerima pinangannya. Akan tetapi, setelah mendengar berita Ibram meni...
Nuraga Kika
37      34     0     
Inspirational
Seorang idola sekolah menembak fangirlnya. Tazkia awalnya tidak ingin melibatkan diri dengan kasus semacam itu. Namun, karena fangirl kali ini adalah Trika—sahabatnya, dan si idola adalah Harsa—orang dari masa lalunya, Tazkia merasa harus menyelamatkan Trika. Dalam usaha penyelamatan itu, Tazkia menemukan fakta tentang luka-luka yang ditelan Harsa, yang salah satunya adalah karena dia. Taz...
Konfigurasi Hati
649      430     4     
Inspirational
Islamia hidup dalam dunia deret angka—rapi, logis, dan selalu peringkat satu. Namun kehadiran Zaryn, siswa pindahan santai yang justru menyalip semua prestasinya membuat dunia Islamia jungkir balik. Di antara tekanan, cemburu, dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan, Islamia belajar bahwa hidup tak bisa diselesaikan hanya dengan logika—karena hati pun punya rumusnya sendiri.
Si Cabai Nakal
512      327     5     
Short Story
Kira-kira, kenapa ya disebutnya si Cabai Nakal? Apakah ini berkisah tentang seonggok cabai?
Into The Sky
523      334     0     
Romance
Thalia Adiswara Soeharisman (Thalia) tidak mempercayai cinta. Namun, demi mempertahankan rumah di Pantai Indah, Thalia harus menerima syarat menikahi Cakrawala Langit Candra (Langit). Meski selamanya dia tidak akan pernah siap mengulang luka yang sama. Langit, yang merasa hidup sebatang kara di dunia. Bertemu Thalia, membawanya pada harapan baru. Langit menginginkan keluarga yang sesungguhnya....
Metanoia
56      48     0     
Fantasy
Aidan Aryasatya, seorang mahasiswa psikologi yang penuh keraguan dan merasa terjebak dalam hidupnya, secara tak sengaja terlempar ke dalam dimensi paralel yang mempertemukannya dengan berbagai versi dari dirinya sendiri—dari seorang seniman hingga seorang yang menyerah pada hidup. Bersama Elara, seorang gadis yang sudah lebih lama terjebak di dunia ini, Aidan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan...