Loading...
Logo TinLit
Read Story - Semesta Berbicara
MENU
About Us  

Langit sore beranjak temaram, tak lagi menyengat seperti sebelumnya. Sebuah mobil hitam perlahan berhenti tak jauh dari pintu belakang tower B. Surya duduk di belakang kemudi, sementara Fabian, Hayashi, dan Tobi mengecek ulang denah unit dari hasil pelacakan mereka.

“Unit 1906. Tiga penjaga berjaga di depan lift lantai 19, dua lagi tepat di depan pintu unit. Pintu pakai smart-lock, tapi aku sudah tanamkan override sebelumnya. Begitu dekat, aku akan buka dari ponsel.” Tobi menunjukkan layar tabletnya sambil menjelaskan.

“Gue parkir dekat sini. Langsung kembali kalau ada apa-apa, usahakan bawa Suci!” Surya mengingatkan.

Mereka memasuki gedung tower B dengan sikap wajar. Berbekal kartu akses yang Tobi dapatkan sebelumnya, mereka langsung menaiki lift. Tiga pria berseragam petugas keamanan  berjaga di depan lift lantai 19, menatap mereka penuh selidik.

“Mau ke mana?” tanya salah satu petugas dengan nada curiga, tatapannya menyelidik.

“Ke unit 1905,” jawab Tobi mengarang cepat.

Petugas itu memandangi mereka, ketiganya saling bertukar pandang. Hening. Tanpa disangka petugas lainnya menyahut. “Unit 1905 kosong, tangkap mereka.”

 

Hayashi segera menghantam petugas di depannya, Tobi meninju petugas lain, sementara Fabian mengatasi petugas ketiga. Ketiganya tumbang dalam hitungan menit.

“Ssst, keep quiet!” Fabian berkata pelan sambil mengisyaratkan telunjuk di depan bibirnya. Mereka pun menarik ketiga orang itu ke ruangan sempit di dekat sana, ruang alat-alat kebersihan. Seragam para petugas itu dilucuti untuk dikenakan ketiganya.

Tobi dan Hayashi lalu menatap Fabian dengan kebingungan. Meski mengenakan seragam petugas keamanan, wajah kaukasia-nya tetap terlihat mencurigakan.

“Kayaknya nggak cocok deh,” Hayashi berkata jujur.

“Kami akan alihkan perhatian penjaga dulu, kamu sembunyi di belakang!” Tobi memberi komando.

Fabian menurut. Ia mengamati dari persembunyiannya ketika Tobi dan Hayashi maju mendekati unit 1906 yang dijaga dua petugas.

“Bu Anya bilang waktunya kalian ganti shift, kalian boleh pulang.” Hayashi berkata tegas.

Kedua petugas itu saling berpandangan, lalu mengamati Tobi dan Hayashi bergantian. Perawakan mereka memang tinggi tegap, sesuai untuk petugas keamanan, hanya saja wajah Hayashi yang terlalu Jepang yang sempat menimbulkan kecurigaan.

“Kenapa? Nggak pernah lihat petugas chindo sebelumnya?” Hayashi mengelak.

Akhirnya kedua petugas itu berjalan menjauh menuju lift, tak mau ambil pusing. Tobi membuka smart lock yang terdapat di pintu unit dengan ponselnya. “Buka sekarang!” perintahnya. Fabian menghampiri mereka dengan tergesa-gesa untuk ikut masuk. Ia terhenyak, menemukan Suci terbaring lemah di ranjang, dengan ruam merah tersebar di sekujur tubuhnya.

 

-oOo-

 

Tougo menatap Anya yang kini terlelap di sofa ruang persembunyian mereka. Sisa minuman kaleng yang terlah dicampur obat tidur masih tergeletak di meja di depannya.

“Kali ini kamu keterlaluan,” gumam Tougo sambil menyelimuti Anya, sebelum diam-diam meninggalkan ruangan itu. Ia menutup pintu unit apartemen tersebut pelan, kemudian bergegas menuju gedung tower B. Beruntung, tempat persembunyian mereka berada di kompleks apartemen yang sama dengan kamar penyekapan Suci, sehingga ia lebih mudah menjangkau sahabat masa kecilnya itu.

 

-oOo-

 

“Suci, kamu kenapa?” Fabian memekik miris, terkejut sekaligus tak heran. Ia segera mendekati Suci, kekhawatiran menyergapnya. “Alergi?”

Ada rasa pedih dalam hatinya melihat Suci menjadi lemah seperti ini. “Nggak bisa dibiarkan!” ia geram.

Suci membuka matanya, terkejut menemukan Fabian di hadapannya. Tobi juga berdiri di dekat pintu, beserta seorang pria bermata sipit bersamanya, Hayashi.

“Kalian… datang juga.” Suci tampak lemas.

Fabian membantu Suci untuk duduk, lalu menggendongnya di punggungnya.

Sementara itu, petugas keamanan tadi merasakan kejanggalan ketika melihat ketiga rekannya tidak ada di sekitar lift. Mereka kembali ke arah unit 1906.

Tobi yang melihat kedatangan mereka segera mengambil sikap. “Fabian, lari! Biar kami yang hadapi,” Tobi mengomando, sementara ia dan Hayashi mulai berjibaku dengan para petugas keamanan itu. Perkelahian tidak terelakkan.

Fabian berlari menuju lift dengan membawa Suci di punggungnya. Setelah mereka memasuki lift, Fabian segera menutup pintu lift.

“Aku masih bisa jalan,” Suci meminta diturunkan, meski suaranya lemah.

Fabian menurut, berpikir lebih baik keluar dengan sikap wajar agar mereka bisa mencapai mobil Surya tanpa dicurigai siapa pun. Sayangnya, begitu sampai di lantai lobi, harapan Fabian tidak terwujud. Enam orang berseragam petugas keamanan sudah mengepung mereka.

“Suci, lari ke pintu belakang gedung!” Fabian berseru sambil sibuk melawan para petugas yang mengeroyoknya.

Suci yang dilema hanya bisa terdiam, diliputi kebingungan. Saat itulah Tougo datang, menarik tangan Suci untuk berlari bersamanya. Tanpa diduga Tougo mengarahkannya ke pintu belakang gedung tower B. Ia membantunya, bahkan sempat tersenyum kepada sahabat masa kecilnya itu demi menenangkan Suci. Gadis itu tersentuh.

Beberapa petugas keamanan mengejar keduanya begitu mereka keluar gedung dari pintu belakang. Ketika pasukan pengejar semakin dekat, Tougo melindungi Suci dengan badannya dari serangan petugas keamanan yang menghajar membabi buta. Suci menjerit, terkejut, takut, tak tahu apa yang bisa diperbuat.

Surya yang melihat Tougo dan Suci terdesak segera keluar dari mobil untuk membantu, meskipun para petugas keamanan menghalanginya. Ia menarik lengan Suci, mengeluarkannya dari kerumunan para petugas keamanan yang marah. “Suci, masuk ke mobil!” pekiknya, membuat Suci tersentak dan berlari ke mobil hitam yang dikenalnya. Surya sibuk menghantam para petugas keamanan yang mengerubungi Tougo dengan murka. Saat para petugas berseragam tumbang, barulah Surya menyadari Tougo juga sudah tumbang.

Tobi dan Hayashi yang baru turun dari lift segera membantu Fabian menghajar para petugas keamanan yang menyerangnya di sekitar lift. Setelah semua tumbang mereka baru teringat dengan Suci.

Fabian, Tobi, dan Hayashi segera keluar pintu belakang gedung dan terkejut melihat Surya memeriksa Tougo yang terbaring penuh luka. Beberapa petugas keamanan terkapar di sekitarnya.

“Kalian masuk ke mobil, Suci udah aman di sana!” Surya menginformasikan sambil berupaya mengangkat tubuh Tougo menuju mobil, dibantu Tobi dan Hayashi. Sementara itu, Fabian langsung mengecek keadaan Suci dan tercekat melihat gadis itu sudah tak sadarkan diri di mobil. Mobil hitam itu segera melaju menuju rumah sakit terdekat.

 

-oOo-

 

Langit malam yang kelam menyelimuti kota Jakarta. Lampu-lampu di koridor rumah sakit menyala redup. Di ruang ICU, dua ranjang terpisah menyimpan dua kisah luka. Satu ditempati Suci, terlelap dalam ketenangan yang semu. Satunya lagi, Tougo terbaring dengan wajah lebam dan alat bantu napas yang menyembul dari sela-sela lukanya.

Fabian duduk di tepi ranjang Suci, menggenggam tangannya yang dingin. Matanya menatap wajah pucat itu dengan tatapan seolah tak ingin berpaling sedetik pun. Surya berdiri di sampingnya, menatap kosong ke monitor detak jantung Suci. Sesekali ia memandangi ponselnya, memastikan kabar dari orang tua Tougo yang tengah menuju rumah sakit dengan mobil mereka dari Bogor.

Surya menatap wajah Suci, dadanya terasa sesak. “Suci, bangun dong. Besok udah 3 September nih, ulang tahun lu.” Ia yakin Suci bisa mendengarnya.

Fabian mendongak, terkejut. “Ulang tahun Suci besok, Kak?” ia memastikan pendengarannya. Pantas aja, dia minta jawabanku untuk pernyataan cintanya ditunda sampai tanggal itu, batinnya, barulah ia paham.

“Iya. Makanya, bangun ya Dek. Nanti gue beliin boneka upset duck yang banyak deh, sesuai kemauan lu, meski gue nggak tahu apa bagusnya blind box begitu,” Surya berupaya membujuk lagi. Ucapannya turut membuat hati Fabian perih, teringat keluguan Suci yang senantiasa tersenyum tulus seperti anak kecil.

 

Tobi dan Hayashi duduk di bangku depan ruang ICU, terdiam dalam kelelahan dan ketegangan. Hayashi menatap lantai. Tobi hanya menatap lurus ke dinding, tangannya masih menggenggam botol air mineral yang belum disentuh.

Dokter masuk, seorang perempuan paruh baya berjas putih dengan clipboard di tangan. “Pak Surya?” matanya mencari-cari. Surya segera berdiri dan menghampiri. Fabian tetap duduk, namun telinganya menangkap setiap kata.

“Kondisi adik Anda stabil untuk saat ini, tapi dia mengalami serangan anafilaksis berat. Kami menemukan reaksi alergi parah yang terus-menerus dipicu oleh konsumsi protein hewani tertentu. Dia alergi udang, ya? Sepertinya dia mengkonsumsi itu berulang-ulang.”

Wajah Surya mengeras, menahan amarah.

“Beruntung dia cepat ditindak. Kami sudah memberikan epinefrin dan antihistamin. Sekarang dia masih dalam pengawasan intensif.”

Surya mengangguk. “Terima kasih, Dok.”

“Kondisi pasien satu lagi… Tougo,” Dokter berkata dengan nada berat. “Cedera kepalanya cukup serius, pendarahan dalam juga telah kami tangani, tapi dia belum sadarkan diri. Kami akan terus memantau, tapi kondisinya… masih sangat kritis.”

Surya menarik napas dalam. Fabian hanya menunduk, menggenggam lebih erat tangan Suci.

Tougo terbaring dengan kepala diperban dan wajah lebam. Monitor di sebelahnya terus berbunyi pelan, nada detak jantungnya yang stabil terasa ironis.

 

Hening menyelimuti ruangan. Namun di tengah hening itu, setetes air mata mengalir dari sudut mata Tougo. Perlahan turun ke sisi pipinya.

“Biip biiip biip…” Bunyi monitor mulai melambat.

“Biip… biiip… biiiiiiiiiiiiiiiib.” Akhirnya, grafik menunjukkan garis lurus stagnan, membuat mesin monitor berbunyi nyaring. Suara tanda darurat itu menggema di ruangan. Fabian dan Surya menoleh, terperanjat kaget.

Perawat dan dokter masuk dengan terburu-buru, memberi aba-aba cepat. CPR dan AED segera disiapkan. Nihil. Grafik tetap menunjukkan satu garis lurus yang panjang. Tougo tak lagi bernapas, jantungnya tak lagi berdenyut.

 

-oOo-

 

Langit mendung. Di ruang tamu bergaya kolonial modern itu, Widuri duduk dengan anggun namun tegang, secangkir teh masih utuh di hadapannya. Di seberangnya, duduk dua pria berkemeja rapi, ekspresi mereka tegas. Adrian, CEO dan Endry, CTO sekaligus pendiri perusahaan Random Walk, menatap tajam.

“Saya sungguh terkejut mendengar kabar Suci disekap. Tapi saya sama sekali tidak tahu-menahu soal itu.” Widuri tersenyum ramah, menahan gelisah.

Adrian menatapnya dingin. “Ibu mungkin tidak menyekapnya secara langsung, tapi data kami menunjukkan komunikasi terakhir Suci adalah dengan nomor ponsel Anda. Siapa lagi yang memiliki akses ke ponsel Anda, mungkin Anya?” tebaknya tenang. “Terekam juga mobil milik perusahaan Anda yang membawa Suci dari bandara. Terlalu kebetulan.”

“Itu pasti ulah Anya, tapi saya tidak tahu apa-apa.” Widuri menegang. Tangannya meremas saputangan di pangkuan. “Anak itu, nanti saya akan menghukumnya begitu dia kembali!” Widuri memperlihatkan wajah geram.

“Dan mobil itu menuju salah satu properti Anda, Apartemen Grand Cendana. Apa mungkin Anya bisa memakai properti itu tanpa otorisasi dari Anda?” kali ini Endry menyudutkannya.

Widuri tidak langsung menjawab. Matanya bergerak sedikit gugup, tapi ia segera memulihkan sikapnya. “Anya sering menggunakan properti keluarga untuk acara bersama teman-temannya. Saya tidak tahu saat itu Anya ada di mana dan membawa siapa.”

“Ibu Widuri, kami tidak sedang menanyakan tentang kebiasaan cucu Anda. Kami menanyakan tanggung jawab Anda yang pasti telah memfasilitasi Anya. Jika dia menyalahgunakan akses dan menyebabkan kerugian terhadap nyawa orang lain, maka Ibu tetap ikut bertanggung jawab.”

“Kami sudah hampir bisa mengurai semua jalur digitalnya. Bukti keterlibatan properti keluarga Ibu tidak akan hilang begitu saja dari sistem. Tapi kami tidak ingin menuntut Anda. Kami hanya ingin Anda tidak lagi melindungi Anya, jika kami menuntutnya hingga masuk penjara,” Endry kali ini menjelaskan. “Apalagi sebelumnya Anda sudah berjanji akan mengirimkan Anya ke luar negeri, tapi tidak kunjung terealisasi.”

Widuri menelan ludah. “Tidak, saya tidak akan menghalangi Anda, saya akan bantu mencari di mana Anya sekarang,” janjinya.

Anjar yang awalnya menunggu di mobil mendadak mendatangi mereka dengan tergesa-gesa, wajahnya syok. “Suci sudah di rumah sakit. Tougo… nggak selamat.”

Adrian dan Endry menoleh ke arahnya terkejut, begitupun Widuri.

 

-oOo-

 

Hari sudah kembali berganti. Langit tampak cerah dari balik jendela rumah sakit, tapi ruang rawat itu masih terasa suram. Bau antiseptik memenuhi udara. Monitor detak jantung Suci berbunyi stabil.

Fabian duduk di sisi ranjang, setia mendampinginya sejak kemarin. Surya berdiri di dekat jendela, tangannya menyilang, wajahnya murung. Tiba-tiba Suci membuka mata.

Napasnya pendek, ia refleks meraih dada, tubuhnya gemetar. Area sekitar matanya masih pucat, namun pandangannya langsung menyapu ruangan. Fabian mendekat, menggenggam tangannya dengan lembut.

“Fabian… Tougo gimana?” tanya gadis itu lirih.

“Suci, kamu aman sekarang.” Fabian menenangkannya.

Suci menggoyangkan kepalanya lemah. “Aku tanya, Tougo di mana? Dia sempat lindungi aku pakai badannya, Fab. Dia itu dari kecil tubuhnya lemah, jadi gimana kondisinya? Aku khawatir. Kenapa malah diam? TOLONG JAWAB!” ia berusaha duduk dengan panik. Tubuhnya lemah, tetapi histerianya menguatkan dorongannya. Napasnya mulai berat.

Fabian memeluknya erat, menahan agar ia tidak bangkit dari ranjang. “Suci, tolong tenang dulu.”

“Tougo nggak kenapa-kenapa kan? Kok kalian nggak jawab?” Suci menangis histeris, mengguncang lengan Fabian, lalu melirik ke Surya.

Surya akhirnya mendekat. Suaranya pelan tapi dalam. “Orangtua Tougo udah bawa dia ke Bogor. Dia… udah nggak ada, Ci.”

Sunyi, waktu seolah membeku. “Nggak mungkin!” tangis Suci pecah. Tubuhnya merosot di pelukan Fabian yang ikut menunduk, menahan emosi. Surya hanya berdiri terpaku, matanya memerah.

“NGGAK MUNGKIN!” ia menjerit sambil memukul-mukul dada Fabian. “Dari kecil aku awasin dia, supaya dia nggak kenapa-kenapa. Aku banyak mengalah, karena kasihan dia sakit-sakitan terus. Dia itu tubuhnya lemah, kenapa malah melindungi aku?” Suci terus berkata kalut. “Aku ngerepotin banyak orang, bahkan bikin Tougo sampai meninggal!”

“Jangan bilang begitu!” Fabian berbisik sambil memeluk lebih erat. “Dia menyelamatkanmu karena kemauannya sendiri, karena dia peduli padamu, Suci. Dia nggak mau kamu terluka.”

“Aku beban… aku merepotkan… aku bikin temanku mati…” Suci tersedu-sedu. Tubuhnya gemetar. Ia lalu menangis dalam diam. Setelah beberapa saat, suaranya keluar lirih. “Dari dulu aku jaga Tougo. Orangtuanya bilang di paru-parunya ada flek, makanya sering sakit-sakitan. Aku kasihan, khawatir, karena itu aku sering temani dia, ngekorin dia, meski dia sok kuat. Sekarang aku malah kehilangan dia.”

Surya yang baru tahu menoleh, terkejut, begitu pun Fabian yang tersentak. Ternyata kedekatan Suci denganTougo bukan semata karena rasa suka, tapi lebih karena khawatir dan peduli. Suci kembali tenggelam dalam tangis. Fabian hanya bisa menggenggam tangannya erat, sementara Surya berdiri mematung, beban dan kesedihan bercampur di wajahnya.

 

-oOo-

 

Langit beranjak gelap. Di dalam unit apartemen mewah namun suram itu, Anya masih terlelap di atas sofa, selimut tipis tersampir tak rapi. Di atas meja, tergeletak sisa makanan ringan dan minuman kaleng. Tirai masih tertutup rapat, suasana sepi. Seolah tersembunyi dari dunia luar.

“BRAK!” suara pintu dibuka mendadak memecah keheningan. Beberapa anggota Reskrimum Polda, lengkap dengan rompi dan senjata api, masuk cepat dan senyap. IPTU Angkasa Aryasatya memimpin langsung operasi kecil itu. Di belakangnya ada Tobi, wajahnya tampak gelap dan tak bisa ditawar.

“Anya Eileen Sentani, Anda ditangkap atas dugaan penculikan dan penganiayaan terhadap Suci Riganna Latief!” IPTU Angkasa mengultimatumnya.

Anya terbangun, terperanjat dalam keterkejutan. Matanya mengerjap, tak percaya dengan derap langkah kaki dan suara perintah tegas yang mengelilinginya.

“Apa-apaan ini? Kalian nggak bisa tangkap aku! Kalian nggak tahu aku siapa? Aku cucu Widuri Grace Sentani, pemilik perusahaan Sentani Jaya!” Anya berkata panik sambil bangkit.

Dua polisi membekuknya dengan cepat, memborgol tangannya ke belakang.

“Ibu Widuri yang memberi tahu lokasi Anda. Anda berhak diam. Apa pun yang Anda katakan bisa digunakan terhadap Anda di pengadilan.” IPTU Angkasa menjelaskan.

Anya terkesiap, merasa dikhianati oleh neneknya sendiri. “Kalian seharusnya menangkap Suci! Gara-gara dia keluargaku hancur, semua berantakan!”  ia menjerit-jerit dan meronta, tapi tak berguna. “Tougo mana? Aku mau bicara sama dia!” jeritnya sambil celingak-celinguk mencari.

“Tougo udah meninggal, dihajar orang-orang lu, Nya!” Tobi yang berdiri tidak jauh dari sana menjawab, mendengarnya Anya tersentak, matanya terbelalak.

 Tobi hanya menatapnya tajam dan dingin, sebelum akhirnya berbalik. Tak ada belas kasihan sedikit pun di sorot matanya. Tangis Anya pecah; akhinya, penyesalan pun timbul di hati wanita itu.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • papah.al

    Menarik
    Selalu penasaran kedepannya

    Comment on chapter Prolog
  • baba

    Ceritanya mindblowing ya ..

    Comment on chapter 6. Semut pun Bisa Menggigit
  • guardian angel

    Prolognya menarik.

    Comment on chapter Prolog
  • guardian angel

    Mulai seru... hacker perempuan keren bgt!

    Comment on chapter 1. Kekecewaan Menghentak
Similar Tags
START
322      216     2     
Romance
Meskipun ini mengambil tema jodoh-jodohan atau pernikahan (Bohong, belum tentu nikah karena masih wacana. Hahahaha) Tapi tenang saja ini bukan 18+ 😂 apalagi 21+😆 semuanya bisa baca kok...🥰 Sudah seperti agenda rutin sang Ayah setiap kali jam dinding menunjukan pukul 22.00 Wib malam. Begitupun juga Ananda yang masuk mengendap-ngendap masuk kedalam rumah. Namun kali berbeda ketika An...
No Life, No Love
1587      1092     2     
True Story
Erilya memiliki cita-cita sebagai editor buku. Dia ingin membantu mengembangkan karya-karya penulis hebat di masa depan. Alhasil dia mengambil juruan Sastra Indonesia untuk melancarkan mimpinya. Sayangnya, zaman semakin berubah. Overpopulasi membuat Erilya mulai goyah dengan mimpi-mimpi yang pernah dia harapkan. Banyak saingan untuk masuk di dunia tersebut. Gelar sarjana pun menjadi tidak berguna...
Unlosing You
484      337     4     
Romance
... Naas nya, Kiran harus menerima keputusan guru untuk duduk sebangku dengan Aldo--cowok dingin itu. Lambat laun menjalin persahabatan, membuat Kiran sadar bahwa dia terus penasaran dengan cerita tentang Aldo dan tercebur ke dalam lubang perasaan di antara mereka. Bisakah Kiran melepaskannya?
Call Kinna
7300      2319     1     
Romance
Bagi Sakalla Hanggra Tanubradja (Kalla), sahabatnya yang bernama Kinnanthi Anggun Prameswari (Kinna) tidak lebih dari cewek jadi-jadian, si tomboy yang galak nan sangar. Punya badan macem triplek yang nggak ada seksinya sama sekali walau umur sudah 26. Hobi ngiler. Bakat memasak nol besar. Jauh sekali dari kriteria istri idaman. Ibarat langit dan bumi: Kalla si cowok handsome, rich, most wante...
Solita Residen
2237      1038     11     
Mystery
Kalau kamu bisa melihat hal-hal yang orang lain tidak bisa... bukan berarti kau harus menunjukkannya pada semua orang. Dunia ini belum tentu siap untuk itu. Rembulan tidak memilih untuk menjadi berbeda. Sejak kecil, ia bisa melihat yang tak kasatmata, mendengar yang tak bersuara, dan memahami sunyi lebih dari siapa pun. Dunia menolaknya, menertawakannya, menyebutnya aneh. Tapi semua berubah seja...
RUANGKASA
46      42     0     
Romance
Hujan mengantarkan ku padanya, seseorang dengan rambut cepak, mata cekung yang disamarkan oleh bingkai kacamata hitam, hidung mancung dengan rona kemerahan, dingin membuatnya berkali-kali memencet hidung menimbulkan rona kemerahan yang manis. Tahi lalat di atas bibir, dengan senyum tipis yang menambah karismanya semakin tajam. "Bisa tidak jadi anak jangan bandel, kalo hujan neduh bukan- ma...
Sendiri diantara kita
1625      855     3     
Inspirational
Sendiri di Antara Kita Arien tak pernah benar-benar pergi. Tapi suatu hari, ia bangun dan tak lagi mengingat siapa yang pernah memanggilnya sahabat. Sebelum itu, mereka berlima adalah lingkaran kecil yang sempurna atau setidaknya terlihat begitu dari luar. Di antara canda, luka kecil disimpan. Di balik tawa, ada satu yang mulai merasa sendiri. Lalu satu kejadian mengubah segalanya. Seke...
Aku yang Setenang ini Riuhnya dikepala
75      66     1     
True Story
LELAKI DENGAN SAYAP PATAH
8730      2782     4     
Romance
Kisah tentang Adam, pemuda single yang sulit jatuh cinta, nyatanya mencintai seorang janda beranak 2 bernama Reina. Saat berhasil bersusah payah mengambil hati wanita itu, ternyata kedua orang tua Adam tidak setuju. Kisah cinta mereka terpaksa putus di tengah jalan. Patah hati, Adam kemudian mengasingkan diri dan menemukan seorang Anaya, gadis ceria dengan masa lalu kejam, yang bisa membuatnya...
Kainga
1652      921     12     
Romance
Sama-sama menyukai anime dan berada di kelas yang sama yaitu jurusan Animasi di sekolah menengah seni rupa, membuat Ren dan enam remaja lainnya bersahabat dan saling mendukung satu sama lain. Sebelumnya mereka hanya saling berbagi kegiatan menyenangkan saja dan tidak terlalu ikut mencampuri urusan pribadi masing-masing. Semua berubah ketika akhir kelas XI mereka dipertemukan di satu tempat ma...