"Mama ... Kenapa Bapak gak pernah nganterin Dede ke rumah sakit lagi?"
Pertanyaan itu seolah baru terlontar kemarin, padahal kenyataannya sudah bertahun-tahun berlalu, saat seorang anak berusia sembilan tahun menuntut jawaban pada ibunya.
Selayaknya anak kecil yang polos, dia hanya ingin satu hal: ditemani orang tuanya saat menghadapi pengobatan yang menyakitkan.
Permintaan yang terdengar sepele, tapi begitu sulit terwujud. Salah satu dari mereka selalu pergi dengan alasan yang tak dapat dimengerti.
Yang satu kembali, yang satu pergi. Yang satu dengan raut tegang, yang lain dengan tangisan.
"Mama dan Bapak sebenarnya kenapa, A? Kenapa Teteh bilang, mereka berantem karena Dede?"
Dalam sendu, dia bertanya. Tapi dunia seakan bungkam. Saat mendesak pun, hanya diberi jawaban:
"Bapak lagi cari uang banyak supaya Dede bisa jalan lagi."
Apa itu benar? Ataukah penghiburan semata?!
Mungkin mereka berpikir anak kecil tidak perlu tahu permasalahan orang dewasa. Tapi dia tahu--anak kecil itu menyaksikan semuanya dari sudut sepi.
"Apa Dede enggak usah berobat aja, Pak? Biar Bi Hesti gak perlu jadi Mama baru Dede. Soalnya Mama dan Teteh gak suka sama Bi Hesti."
Tanpa kenal lelah, dia mencoba menjemput kehangatan itu agar kembali dalam genggaman, tapi keluarganya justru menjauh.
Saat harapan berwujud 'Bi Hesti' datang, mereka abai. Dia tidak mengerti apa yang salah.
Yang dia tahu, wanita modis itu bersedia menanggung biaya pengobatannya sampai sembuh. Lantas, kenapa membawa petaka?
Seakan lingkar setan telah membelit, merenggut seluruh kebahagiaan. Kesehatan dan keluarga menjadi barang taruhan.
Apa lagi saat kakak perempuannya turut menambah beban pikiran dengan mengatakan:
"Ini salah Dede. Kenapa Dede ceritain tentang selingkuhan Bapak ke Mama."
Selingkuhan ... dia bahkan tidak tahu apa artinya. Apa itu baik atau buruk? Karena kata itu tidak ada dalam pelajaran sekolah dasar.
Bapak pun hanya mengatakan, bahwa Bi Hesti teman baiknya yang ingin mewujudkan harapan agar dia bisa berjalan tanpa kruk, seperti Aa dan Teteh.
Tapi kenapa dibenci?
Apa dia tidak layak hidup normal seperti anak lain? Jika iya, itu tidak adil.
Mereka seakan membuatnya jatuh dalam jurang tanpa arah pulang---tersesat dan kesepian.
"Ya Allah ... tolong kuatkan Dede."
Doa sederhana dengan makna yang dalam, saat dia mengesampingkan kebahagiaannya, demi melihat keluarganya utuh kembali. Meski dibayar mahal dengan kelumpuhan.
Ini adalah kisahnya---Zafira Nalesya Kirana---anak penyintas penyakit langka Spina Bifida yang merenggut fungsi kakinya.
Dan dia adalah ....