Loading...
Logo TinLit
Read Story - Maju Terus Pantang Kurus
MENU
About Us  

"Makan."
Griss bergeming di tempatnya. Lima menit sudah berlalu sejak Indira menyuruhnya keluar dari kamar, tapi Griss masih belum bisa mengerti situasi yang sedang terjadi. Hujan, malam, kantong plastik berlogo minimarket, dan Niku Arjuna adalah puzzle teka-teki yang sulit dipecahkan. Tentang bagaimana cowok itu berada di rumahnya dan untuk apa dia datang adalah pertanyaan yang entah apa jawabannya. Griss malas bertanya, dia bahkan malas menemui Juna. Kalau Indira tidak menggedor pintu kamarnya, Griss lebih memilih pergi tidur.
"Duduk, Grizzly. Gue tahu gue cakep." Juna berucap dengan rasa percaya diri setinggi puncak Himalaya saat melihat Griss hanya diam membatu. Cowok itu menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya, meminta Griss duduk di sana.
Tapi, Griss mana sudi? Mood-nya saja rusak lagi semenjak melihat batang hidung Juna. Kalau mengusir tamu bukan hal yang tidak sopan, sudah Griss lakukan. Cewek berkaos oblong itu memilih duduk di kursi yang berseberangan dengan Juna.
"Makan, nih. Gue bawa jajan," kata Juna sambil membuka plastik yang dia bawa. Isinya mirip jarahan toko. Griss sampai menganga saat Juna mengeluarkan satu demi satu isinya. Cokelat, ciki, minuman dingin, susu kotak, permen, es krim, hingga mie instan. Jumlah masing-masing jenis mencapai setengah lusinan.
"Lo mau jualan?" tanya Griss keheranan. Jangan-jangan, Juna betulan menjarah toko?
Juna tertawa kecil melihat reaksi Griss, sekaligus merasa lega karena Griss akhirnya mulai berbicara. Cowok itu melipat tangannya sok keren, membuat Griss bisa melihat ujung lengan kaosnya yang setengah basah.
"Buat lo tuh. Se-mu-a-nya."
"Dalam rangka apa?" Mata Griss memicing curiga. "Lo lagi ada tugas jualan?"
Juna terpingkal. "Enggak, Grizzly. Gue memang sengaja beli ini semua buat lo. Baik banget, kan, gue?" Didorongnya makanan-makanan itu ke dekat Griss. "Lo harus tahu, gue sempat hujan-hujanan dari parkiran ke minimarket buat dapetin ini. Baju gue basah, nih. Lihat, nggak?"
Karena Griss punya mata, maka dia bisa melihatnya. Cewek itu mengangguk entah untuk apa. Kepalanya terasa kosong, Griss tidak bisa menangkap maksud perkataan Juna. Gue memang sengaja beli ini semua buat lo. Apa maksudnya?
"Makan, Grizzly. Nggak ada yang gue racuni, kok." Juna mengambil satu cup es krim, kemudian membuka penutupnya. "Nih."
Masih dengan tatapan curiganya, Griss menerima es krim pemberian Juna. Perasaannya jadi makin aneh.
"Maksudnya apa, sih, Jun?"
"Apanya?"
"Ini semua. Lo datang malam-malam, hujan-hujanan, bawa jajan. Gue, kan, nggak pernah minta?"
"Tapi lo mau, kan?"
Memangnya siapa yang mau menolak segerobak jajan gratisan?
"Jelasin dulu alasannya. Kalau ujung-ujungnya gue disuruh bayar, jelas gue nggak mau." Karena sepertinya, uang saku Griss selama seminggu pun masih kurang untuk memborong jajanan itu.
Juna menegakkan punggungnya. Ujung-ujung bibirnya ditarik ke samping. Sebenarnya, Juna juga tidak tahu apa sebenarnya maksud dari tindakannya. Dia hanya mencoba saran dari Kayra soal cara mengembalikan mood cewek PMS. Iya, kan?
"Biar lo nggak marah-marah mulu, Grizzly. Sadar, nggak, lo kalau lagi ngambek itu nyeremin. Gue sampai merinding."
Kening Griss berkerut. "Emang, siapa yang marah?" tanyanya.
"Ya elo, lah."
"Kapan?" kejar Griss.
"Pas di CFD lah. Lupa, lo?"
Griss terdiam, bibirnya mengatup rapat. Bisa-bisanya dia lupa. 
"Lo marah ke siapa, sih, sebenernya? Beneran ke gue?"
Buru-buru Griss menggelengkan kepala. Perasaan bersalah muncul karena telah membuat Juna ikut jadi sasaran marah. "Nggak, kok. Bukan lo."
Juna mengangguk-angguk, sedikit merasa lega. "Terus siapa? Dan, kenapa?"
Pertanyaan Juna makin membuat rasa bersalah tumbuh di hati Griss. Cewek itu menunduk, menatap es krim di tangannya yang mulai mencair. Griss tidak mungkin menceritakan alasannya bad mood seharian kepada Juna, kecuali Griss mau diledek habis-habisan. Juna juga menyamakan dirinya dengan beruang, kan?
"Nggak papa. Pengen aja." Adalah jawaban paling aman yang Griss pikirkan. Cewek itu lantas memakan es krim pemberian Juna untuk menutupi kecanggungan yang tercipta. "Es krimnya enak. Thanks," katanya.
Juna menghela napas, tahu bahwa Griss sedang mencoba menghindari pertanyaan berikutnya. Namun, karena tujuannya menemui Griss malam ini memang untuk membantu Griss memperbaiki suasana hatinya yang rusak—besar dugaan karena PMS—Juna membiarkan Griss menghindari pertanyaannya. Juna ikut membuka cup es krim rasa vanila. Melihat Griss makan, dia jadi ikut merasa lapar.
"Oh, ya, gue ada bawa sesuatu lagi," ucap Juna tiba-tiba. Dia batal menyuap es krim. Sebelah tangannya merogoh saku jaket yang disampirkan di tepian kursi. 
Griss mencoba menebak-nebak apa yang sedang Juna cari. Sama seperti saat melihat lusinan jajanan tadi, mata Griss membulat begitu Juna mengeluarkan benda pipih berbentuk persegi dan memberikan benda itu kepadanya.
"Hotpack?" pekik Griss.
Juna mengangguk mantap. "Kata mbak gue, benda itu berguna buat orang PMS."
"Emang siapa yang dapet?"
"Lo, barang kali."
Griss tidak habis pikir. Bisa-bisanya Juna mikir sampai ke sana. Dia menerima hotpack itu dengan sedikit kerutan di dahi. "Thanks, gue emang lagi dapet. Tapi lo nggak perlu segitunya, Jun. Ngabisin duit."
"Duit bisa dicari, temen kayak lo cuma ada satu di dunia ini."
Balasan Juna yang tanpa beban menghentikan gerakan Griss yang hendak kembali menyuap sesendok es krim. Matanya mengerjap. Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk memahami kalimat Juna.
"Jadi, lo mengira gue marah ke elo?" tanya Griss hati-hati.
"Nyatanya lo marah pas gue ajak ke tukang bakso, tapi gue yakin sebenarnya kemarahan lo bukan buat gue. Harusnya lo nggak gitu ke gue, Grizzly. Jadi bangkrut, kan, gue," ucap cowok itu sambil menunjuk lusinan makanan ringan yang ia beli.
Griss jadi menciut, tapi bukan dia namanya kalau mau kalah begitu saja di hadapan Juna. "Katanya, uang bisa dicari," sindirnya, membuat Juna tertawa. Cowok itu lantas mengulurkan tangannya untuk bersalaman.
"Salaman dulu, sini. Baikan. Yang suka cemberut itu temannya setan."
"Gue, kan, nggak marah sama lo," ujar Griss, tapi tangannya tetap terulur untuk membalas jabatan tangan Juna.
"Baikan, ya?"
"Kan, emang nggak lagi berantem."
"Ya nggak papa, baikan aja. Abis ini jangan marah-marah lagi, soalnya nafsu makan gue jadi berkurang."
Griss meringis, apa dia memiliki begitu besar pengaruh buat nafsu makan Juna? Tanpa sadar hatinya menghangat. 
^^^
Juna pamit pulang setelah maminya menelepon. Griss langsung masuk ke kamar setelah mengantar Juna ke depan rumah dan berterima kasih. Kekesalan Griss pada Juna mulai mereda, tapi masih ada satu masalah lagi yang belum juga menemukan solusinya.
Griss ingin diet, tapi dia tidak tega tega kepada Juna yang nafsu makannya sudah terlalu bergantung kepadanya.
Cewek itu duduk di lantai kamarnya yang dilapisi karpet. Sekantong jajanan dari Juna dibiarkan tergeletak di sisinya. Griss menyambar ponsel. Sama seperti saat dia mengunjungi perpustakaan kala itu, Griss berniat membuka halaman pencarian. Kata kunci yang diketikkan pertama kali adalah, "cara diet instan".
Mata dan ibu jari Griss berkolaborasi. Menyusuri artikel demi artikel, membacanya hingga matanya memburam. Hasilnya, masih sama. Griss belum menemukan metode yang cocok. Cewek itu pun memilih rebahan sejenak. Ibu jarinya beralih ke aplikasi Instagram. 
Griss ingat dia membuat postingan di Instagram story pagi tadi. Hanya ada lima orang yang melihatnya, termasuk Juna. Dia jadi berpikir, mungkin karena story itu Juna jadi tahu kalau dirinya sedang mengikuti car free day. Entahlah.
Lalu Griss menghapus unggahan itu. Lanjut melihat-lihat story dari orang-orang yang di-follow-nya. Yang pertama jelas akun-akun idolanya. Senyumnya tak berhenti mengembang saat wajah-wajah tampan menghiasi layar ponselnya. Namun, senyum itu berhenti mengembang ketika jarinya terus mengetap layar. Postingan idolanya habis, kini Griss sedang melihat postingan seseorang yang pagi tadi menghancurkan mood-nya. Nindi.
Griss tidak ingat kapan dia mulai mengikuti sosial media kakak kelasnya itu. Yang dia ingat, dulu Nindi termasuk senior yang disegani karena prestasinya di bidang tari. Sebelum negara api menyerang, Griss pernah mengagumi Nindi seperti dia mengagumi Mira atau Chill Zone.
Griss kembali mendudukkan dirinya. Matanya mengamati postingan Nindi yang menunjukkan foto cewek itu di car free day. Tubuh rampingnya yang dibalut kaos putih dan crop top denim terlihat proporsional. Pantas saja Nindi sering mengatai Griss gendut atau gajah. Perbedaan bentuk tubuh keduanya memang sejauh itu.
Perasaan Griss kembali memburuk. Bagaimana caranya menjadi cantik dan kurus terus berputar di kepala. Tiga menit menatap foto Nindi membuat dada Griss sesak. Jadi, dia kembali mengetap layar gawainya. Berpindahlah ia ke Instagram story akun bernama @roseyalmira, akun milik Mira, salah seorang kakak kelas yang diseganinya, juga yang membuatnya insecure luar biasa karena prestasi dan kecantikannya.
Berbeda dengan Nindi yang pamer body goal, Mira hanya mengunggah foto wajahnya yang dipulas riasan tipis. Di bawah foto itu, ada sebuah caption yang bunyinya, "Nirmala Fashion Week". Mira terlihat cantik, bahkan sangat. Tak heran jika banyak orang menyukainya. 
Tanpa sadar, Griss bercermin di layar ponselnya yang dibiarkan menggelap. Lalu, suara-suara tanpa wujud hadir di kamarnya, membisik, membuatnya terusik.
"Griss gendut."
"Griss jelek."
"Griss nggak pantas."
Tiba-tiba dada Griss menyempit. Rasanya dia ingin menangis. Akan tetapi, menangis di jam ini hanya akan membuat Indira dan Frissi khawatir, lalu mereka akan mengadu ke Papa. Jelas itu bukan hal baik. Untuk mencegah air matanya keluar, Griss memasukkan banyak makanan pemberian Juna ke dalam mulutnya, mengunyah dan menelannya hingga tidak ada celah untuk air mata dan isakannya. Griss terus melakukannya seiring dengan perasaannya yang terus memburuk. Hingga, tanpa sadar, Griss terlalu banyak menghabiskan jajanan itu.
Perut Griss begah. Dia merasa bersalah. Griss ingin muntah. Dia ingin menyelesaikan semua masalah.
 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Izinkan Aku Menggapai Mimpiku
132      108     1     
Mystery
Bagaikan malam yang sunyi dan gelap, namun itu membuat tenang seakan tidak ada ketakutan dalam jiwa. Mengapa? Hanya satu jawaban, karena kita tahu esok pagi akan kembali dan matahari akan kembali menerangi bumi. Tapi ini bukan tentang malam dan pagi.
Rania: Melebur Trauma, Menyambut Bahagia
193      157     0     
Inspirational
Rania tumbuh dalam bayang-bayang seorang ayah yang otoriter, yang membatasi langkahnya hingga ia tak pernah benar-benar mengenal apa itu cinta. Trauma masa kecil membuatnya menjadi pribadi yang cemas, takut mengambil keputusan, dan merasa tidak layak untuk dicintai. Baginya, pernikahan hanyalah sebuah mimpi yang terlalu mewah untuk diraih. Hingga suatu hari, takdir mempertemukannya dengan Raihan...
Behind The Spotlight
3443      1682     621     
Inspirational
Meskipun memiliki suara indah warisan dari almarhum sang ayah, Alan tidak pernah berpikir untuk menjadi seorang penyanyi, apalagi center dalam sebuah pertunjukan. Drum adalah dunianya karena sejak kecil Alan dan drum tak terpisahkan. Dalam setiap hentak pun dentumannya, dia menumpahkan semua perasaan yang tak dapat disuarakan. Dilibatkan dalam sebuah penciptaan mahakarya tanpa terlihat jelas pun ...
Monday vs Sunday
216      173     0     
Romance
Bagi Nara, hidup itu dinikmati, bukan dilomba-lombakan. Meski sering dibandingkan dengan kakaknya yang nyaris sempurna, dia tetap menjadi dirinya sendiricerewet, ceria, dan ranking terakhir di sekolah. Sementara itu, Rei adalah definisi murid teladan. Selalu duduk di bangku depan, selalu ranking satu, dan selalu tampak tak peduli pada dunia luartermasuk Nara yang duduk beberapa meja di belaka...
Penerang Dalam Duka
983      530     2     
Mystery
[Cerita ini mengisahkan seorang gadis bernama Mina yang berusaha untuk tetap berbuat baik meskipun dunia bersikap kejam padanya.] Semenjak kehilangan keluarganya karena sebuah insiden yang disamarkan sebagai kecelakaan, sifat Mina berubah menjadi lebih tak berperasaan dan juga pendiam. Karena tidak bisa merelakan, Mina bertekad tuk membalaskan dendam bagaimana pun caranya. Namun di kala ...
Time and Tears
308      235     1     
Romance
Rintik, siswi SMA yang terkenal ceria dan berani itu putus dengan pacarnya. Hal berat namun sudah menjadi pilihan terbaik baginya. Ada banyak perpisahan dalam hidup Rintik. Bahkan temannya, Cea harus putus sekolah. Kisah masa remaja di SMA penuh dengan hal-hal yang tidak terduga. Tak disangka pula, pertemuan dengan seorang laki-laki humoris juga menambah bumbu kehidupan masa remajanya. Akankah Ri...
Dalam Waktu Yang Lebih Panjang
420      318     22     
True Story
Bagi Maya hidup sebagai wanita normal sudah bukan lagi bagian dari dirinya Didiagnosa PostTraumatic Stress Disorder akibat pelecehan seksual yang ia alami membuatnya kehilangan jati diri sebagai wanita pada umumnya Namun pertemuannya dengan pasangan suami istri pemilik majalah kesenian membuatnya ingin kembali beraktivitas seperti sedia kala Kehidupannya sebagai penulis pun menjadi taruhan hidupn...
Ameteur
93      82     1     
Inspirational
Untuk yang pernah merasa kalah. Untuk yang sering salah langkah. Untuk yang belum tahu arah, tapi tetap memilih berjalan. Amateur adalah kumpulan cerita pendek tentang fase hidup yang ganjil. Saat kita belum sepenuhnya tahu siapa diri kita, tapi tetap harus menjalani hari demi hari. Tentang jatuh cinta yang canggung, persahabatan yang retak perlahan, impian yang berubah bentuk, dan kegagalan...
Di Bawah Langit Bumi
2693      1086     87     
Romance
Awal 2000-an. Era pre-medsos. Nama buruk menyebar bukan lewat unggahan tapi lewat mulut ke mulut, dan Bumi tahu betul rasanya jadi legenda yang tak diinginkan. Saat masuk SMA, ia hanya punya satu misi: jangan bikin masalah. Satu janji pada ibunya dan satu-satunya cara agar ia tak dipindahkan lagi, seperti saat SMP dulu, ketika sebuah insiden membuatnya dicap berbahaya. Tapi sekolah barunya...
Je te Vois
812      540     0     
Romance
Dow dan Oi sudah berteman sejak mereka dalam kandunganklaim kedua Mom. Jadi tidak mengherankan kalau Oi memutuskan ikut mengadopsi anjing, Teri, yang merupakan teman baik anjing adopsi Dow, Sans. Bukan hanya perihal anjing, dalam segala hal keduanya hampir selalu sama. Mungkin satu-satunya yang berbeda adalah perihal cita-cita dan hobi. Dow menari sejak usia 8 tahun, tapi bercita-cita menjadi ...