Setelah melewati satu episode drama senioritas, akhirnya Keiza dan Radhi bisa segera memakai seragam putih abu-abu mereka. Kemarin, kakak Penanggung Jawab Kelas menginstruksikan peserta MPLS untuk membawa seragam putih abu-abu ke sekolah. Mereka akan memakainya sesaat sebelum penutupan kegiatan.
Di hari ketiga MPLS, tepat dua jam sebelum sesi pencarian tanda tangan berakhir, Andaru si Ketua Osis, lewat siaran radio sekolah memberikan selamat kepada seluruh peserta MPLS karena telah berhasil diterima secara resmi di SMK Teruna Angkasa. Ia juga mengundang seluruh peserta MPLS untuk hadir saat penutupan kegiatan pukul 10.00 nanti. Andaru juga memberi tahu para peserta tentang eksistensi ekskul Pemrograman yang mengakibatkan antusiasme siswa baru semakin menjadi-jadi.
“Kok bisa ada anak kelas satu yang jadi ketua ekskul?”
“Siapa sih?!”
“Ih gila kepo gue!!!”
“Terus gimana, kalo nggak dapet tanda tangannya nggak jadi dapet hadiah dong kita?”
Suara-suara penasaran itu membuat Keiza dan Radhi ingin tertawa. Radhi gemas, ingin memberi tahu pada semua orang tentang identitas Avissena.
Namun Keiza melarang.
“Gila kamu Dhi, bisa diserbu kayak Kak Bayu nanti dia.”
“Lah, daripada mereka tahu di akhir-akhir? Malah tambah dikeroyok ntar, mungkin nggak sih? Eh, tapi mungkin emang itu tujuannya Daru, sih.” Tiba-tiba Radhi membayangkan wajah Andaru yang tertawa puas karena adik sepupunya dikerubungi massa.
Keduanya kini sedang menamatkan misi mencari tanda tangan. Keiza berhasil mendapatkan 10 tanda tangan. Radhi juga sama, ia pergi kemanapun Keiza pergi. Mereka menyusuri lorong lantai dua gedung bawah, wilayah gedung yang posisinya lebih rendah sedikit dibanding gedung atas. Tempat kebanyakan peserta MPLS berseliweran, selain karena dekat dengan kelas mereka sendiri, juga karena lantai dua kebanyakan diisi ruang ekskul.
Tiba-tiba telinga Keiza dan Radhi menangkap suara ramai dari arah seberang. Bentuk bangunan yang berkonsep letter U panjang membuat mereka melihat gedung seberang seperti melihat bangunan lain. Apalagi kedua sisinya dibatasi oleh kantin, kebun hidroponik dan lapangan. Namun suara itu sangat berisik sampai-sampai terdengar oleh kedua cewek itu. Mata Radhi memincing, setelahnya ia tertawa terbahak-bahak.
“Bener kan tuh dia lagi dikejar-kejar orang!” Katanya sembari menunjuk ke kerumunan di seberang sana. Keiza ikut menajamkan mata, ternyata di seberang terlihat sosok Avissena yang mengenakan seragam putih abu-abu, dikerubungi beberapa peserta MPLS yang histeris. Pasalnya, mereka belum disuruh berganti pakaian. Ruang ganti masih dipakai senior yang sedang mempersiapkan diri untuk gebyar ekskul pukul 10.15. Jadi sosok Avissena yang tiba-tiba mengenakan seragam menjadi pusat perhatian.
“Ya ampun!” Keiza melihat Avissena mulai menandatangani buku catatan teman-teman seangkatannya satu persatu. Mengenakan seragam putih abu-abu, cowok itu benar-benar sudah meninggalkan jejak SMP-nya. Meninggalkan Kesan kekanakan dan mendadak Keiza seperti melihat Avissena sama seperti senior yang lain, layak untuk dihormati. Lalu tanpa sadar, ketika melewati lorong, mereka berpapasan dengan Anna. Ia lewat bersama dua teman—yang kemarin menggiring Keiza dan Radhi ke lapangan, satu ekskul sembari membawa sesuatu. Sepersekian detik, Keiza sempat salah tingkah, bingung mau menyapa atau tidak.
Sapa dong! Kemarin kan masalahnya sudah selesai! Seseorang di dalam diri Keiza berteriak. Ia sedikit melirik kepada Radhi, meminta persetujuan. Radhi sendiri cuek bebek, entah tak menyadari atau sengaja tak peduli. Ia terus berjalan sembari mentertawakan Avissena. Saat mereka benar-benar bersisian, Keiza memutuskan untuk tersenyum tapi salah satu teman Anna malah menubrukkan pundaknya. Pundak ketemu pundak, tulang ketemu tulang. Cukup keras sampai membuat Keiza mengerutkan alis, meringis.
Radhi baru mau mengomel tetapi Keiza buru-buru menutup mulut cewek itu. Membiarkan gerombolan itu pada akhirnya pergi menjauh setelah memberi tatapan: apa lo liat-liat?!
“Ja, jangan diem aja kalo ditubruk begitu!” Radhi melotot balik.
“Nggak papa Dhi, selow. Jalanannya sempit, mereka jalan bareng-bareng, wajar nubruk.”
“Yakali, Ja! Jalanan selebar gini masih nubruk juga!” Radhi menunjuk-nunjuk koridor yang mereka lewati. “Mata kakinya nggak dipake apa?!”
“Ketutup kaos kaki kali, Dhi.” Keiza mencoba berguyon. “Udah-udah-udah, mending kita datengin Avissena tuh. Buru-buru minta tanda tangannya.”
“Lah, kan kita udah dapet.”
Keiza tertegun. Ah, iya. Mereka sudah dapat ya. Tanda tangan khusus bertuliskan Baxter. Entah kenapa wajahnya terasa panas.
“Yaudah, kita jajan!” Keiza memutuskan, ingin mengalihkan perhatian.
“Ih! Kan lo yang sering ngelarang gue buat nggak jajan sebelum jam istirahat!”
“Kita jajaaan!” Dan Keiza pun memboyong Radhi ke kantin terdekat.
oOo
Gebyar ekstrakurikuler menjadi penutup kegiatan yang paling Annanti. Waktu khusus bagi setiap ekskul untuk memberi pertunjukan tentang kegiatan-kegiatan mereka. Berharap ada junior ceria, good-looking nan cerdas yang mau bergabung dan menjadi suksesor ekskul selanjutnya.
Kegiatan itu dilaksanakan setelah Kepala Sekolah resmi menutup kegiatan MPLS tahun ini. Para junior berkumpul di bawah kubah membran di area gedung utama. Bersampingan dengan deretan Laboraturium, ruang Guru dan ruang OSIS. Setelah resmi ditutup, seluruh peserta MPLS diminta untuk duduk di pinggir lapangan. Di bench atau duduk begitu saja beralaskan lantai lapangan yang dicat kuning biru. Boleh juga duduk di pinggir koridor kelas atau di sebagian area membran, yang penting tak kembali ke kelas.
Dari semua ekskul yang ada, tentu saja Keiza paling tertarik pada Jurnalistik dan Design Grafis. Ekskul Jurnalistik berhasil memikatnya dengan simulasi wawancara plus puisi berantainya, sementara tampilan karya ekskul Design Grafis juga membuatnya terpukau. Namun ekstrakurikuler yang paling menarik perhatian massa ternyata adalah Basket dan Paskibra. Keiza sampai ternganga saat tim basket cowok melakukan atraksi dribbling dan lay up tanpa ada satupun yang tembakkannya meleset.
Paskibra juga. Meski masih terbayang sikap Anna yang menyebalkan, tetapi senior yang satu itu tampak berwibawa dalam balutan Pakaian Annas Upacara. Anna mengambil posisi di sayap kanan barisan, bergerak kompak dengan pasukan baris-berbaris. Derap langkah tim paskibra yang tegas, ramai dan serentak berhasil membuat Keiza merinding kagum. Bahkan Radhi saja sampai memberi komentar.
“Iya, keren.”
Prestasi kedua ekskul itu memang tidak main-main. Tim basket cowok pernah memenangkan kompetisi basket nasional, beberapa alumninya ada yang ditarik oleh klub profesional untuk bermain di Liga Basket Indonesia. Paskibra sama saja, langganan menang kompetisi baris-berbaris, juga setiap tahun pasti ada yang lolos CAPASKA (Calon Pasukan Pengibar Bendera Pusaka) Indonesia untuk upacara di Istana Negara. Jelas, kedua ekskul itu bakal kebanjiran peminat.
Ditengah keterpukauan itu, suara rendah seorang cowok membuat Keiza dan Radhi bergidik mendadak.
“Lo bakal masuk ke tim basket cewek, kan Dhi?”
“Apa sih lo Vis! Ngagetin!” omel Radhi, sementara Keiza beristighfar. Avissena ini kelakuannya emang seneng bikin orang senam jantung ya?
Karena posisi peserta MPLS yang bercampur tak peduli dari kelas mana. Jadilah Avis menyelinap untuk mengagetkan dua temannya itu.
Radhi tahu kenapa Avis mau repot-repot menghampirinya. Cowok itu masih belum menyerah soal mengajak Radhi masuk ke tim basket putri. Radhi juga tahu kalau Avis pasti punya rencana dengan Andaru untuk memperkuat tim basket cewek sekolah supaya bisa masuk Olimpiade Olahraga Nasional.
“Gue nggak mau ikut ekskul basket. Titik.” Tolak Radhi mentah-mentah, ia tak lupa menambahkan. “Lo aja tuh, yang berhasil dikerjain sama Andaru. Gue nggak ikutan.”
Avissena hanya bisa nyengir.
“Tapi omong-omong, kalian bagus pakai baju putih abu-abu.” Avissena memuji. Wajah Keiza kembali terasa panas begitu mendengar pujian itu. Ia lalu tersenyum canggumg. Meski habis menggerutu, Radhi juga ikut tersenyum. Resmi! Mereka telah memakai pakaian dengan warna kasta tertinggi untuk kelas pendidikan wajib di Indonesia. Keduanya tak pernah merasa sebangga ini saat mengenakan seragam sekolah. Ditambah lagi di bagian lengan seragam itu ada bet khusus SMK Teruna Angkasa yang cukup bergengsi. Nikmat manakah yang bisa mereka dustakan?
“Baik! Untuk pertunjukkan ekskul selanjutnya, kali ini nggak akan kalah seru adik-adik. For your information, ini adalah ekskul baru yang… sempet bikin kalian pusing karena ketuanya fenomenal!” Tetiba MC yang diambil dari ekskul Broadcasting membuat perhatian Keiza dan Radhi tersentak.
“Kamu bakalan maju, Vis?” Keiza (lagi-lagi) terkejut.
“Ekskul baru emang ada anggotanya? Lo mau bikin pertunjukkan apaan?” Radhi mau tak mau juga kepo.
“Perkenalkan! Ini dia pertunjukkan dari ekskul Pemograman!” MC memanggil, Avissena hanya nyengir. Ia berdiri lalu melewati Keiza dan Radhi tanpa misi-misi. Berjalan santai seolah-olah sedang tak dilihat orang lain. Padahal banyak mata yang mengikuti gerakannya, terjebak antara kagum dan ingin menguliti.
Keiza dan Radhi saling pandang, saling heran, saling ingin bertanya kencang,
“Vis, kamu mau bikin pertunjukkan apa?”
“Vis, lo mau bikin pertunjukkan apaaa?!”
oOo