Posisi Avissena sebagai ketua ekskul Pemrograman sebenarnya rahasia. Dua bulan sebelumnya, pihak sekolah hendak menutup ekskul IT. Sebab ketua ekskul yang menjabat pada saat itu terjerat kasus cyber security di lingkup internal sekolah. Lalu ketua OSIS yang baru mengajukan permohonan perpanjangan masa aktif ekstrakurikuler IT. Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan mengizinkan dengan dua catatan khusus. Pertama ekskul IT harus mengubah nama dan kedua, posisi ketua tak bisa dipercayakan pada anak tingkat dua di angkatan tahun ini. Ketua OSIS setuju, ia juga mengusulkan nama Avissena ada dalam negosiasi itu. Setelah melewati ujian masuk sekolah dan ujian kepemimpinan, akhirnya Avissena terpilih menjadi ketua ekstrakurikuler Pemrograman yang baru.
Pintarnya, Ketua OSIS yang merupakan saudara jauh Avissena memang sengaja menyiapkan posisi itu untuk sang sepupu. Sekaligus menjadikan Avissena sebagai kunci kemenangan panita MPLS. Pikirnya, tak akan ada yang tahu kalau Avissena telah didaulat menjadi ketua bahkan sebelum memasuki gerbang Teruna Angkasa. Otomatis para peserta MPLS yang berusaha memenuhi kolom tanda tangan itu akan ketinggalan satu nama. Bagi Ketua OSIS semua itu adalah keisengan kecil yang menghibur dan sulit untuk dilewatkan.
Yah setidaknya dimenit-menit terakhir sebelum MPLS benar-benar dimulai. Dipicu oleh Radhina yang memulai masalah dengan kakak kelas. Ketua OSIS terpaksa mengumumkan struktur ekskul Pemrograman di hari ketiga nanti.
“Dari awal mereka emang udah main curang,” desis Radhi geram.
“Daru itu nolong lo.” Avis menyebut nama Ketua OSIS Teruna Angksa, Andaru Maheswara, sepupunya. “Dia juga nggak bermaksud nipu kalian, hadiahnya bener-bener ada. Jadi gue ikuti arusnya. Yang nggak gue sangka, kalian sampe harus dijemur di lapangan.”
“Gara-gara satu orang yang jual mahal,” Radhi menggerutu.
“Lo juga, harusnya nggak usah sampai ngomong begitu ke Anna.” Avis mengetuk puncak kepala Radhi dengan pulpen. Ia telah selesai menandatangani buku catatan milik Radhi dan Keiza.
“Mungkin setelah ini kalian bakal diincer lagi. Tapi gue udah ngomong sama Daru. Pokoknya sampai misi minta tanda tangan ini berakhir, kalian harus cari aman. Dan kalo kalian nunjukkin halaman ini sebelum minta tanda tangan, mudah-mudahan kalian aman.” Avis ganti mengetuk halaman yang ia tanda tangani di buku Keiza dan Radhi.
Radhi sendiri melihat pada Keiza, meminta pendapatnya. Cuma sepertinya Keiza masih terjebak dalam zona keterkesimaan.
“Ja. Keiza!” Radhi menyenggol pundak Keiza yang tampak masih mencerna semua berita yang ia dengar. Belum juga resmi mengenakan seragam putih abu-abu, ia sudah terlibat dalam kisah konspirasi para ketua ekskul.
“S-sori,” Keiza berusaha tersadar dari keterkejutannya. “Jadi, status kamu ini rahasia?” Keiza mengamati tanda tangan Avissena. Bentuknya melengkung runcing sedikit abstrak, membentuk gabungan angka A, V dan C. Di bawah tanda tangan biasanya akan tertulis nama ketua dan ekskul. Namun Avis menulis nama Baxter dan sederet angka yang entah apa maksudnya.
Avis menarik nafas. Mereka bicara sembari berdiri di lorong kelas. Sejauh mata memandang memang tak ada orang. Jikalau memang ada, pastilah orang itu berada dalam radius yang tak bisa menjangkau suara mereka. Namun bisa jadi ada orang yang mencuri dengar pembicaraan ketiga orang itu. Contohnya anak-anak kelas X DKV 1 yang berusaha melihat dari jendela kelas.
“Kalo bisa sih kalian nggak usah ngomong sama siapa-siapa. Kasih lihat tanda tangan gue ke ketua ekskul aja.”
Keiza manggut-manggut.
“Sip, good luck ya kalian.” Avissena pamit pergi, meninggalkan Keiza yang sibuk berpikir. Ada ya… cowok keren yang mampu melindungi temannya karena sebuah posisi yang secara nalar mustahil didapatkan. Keiza berjanji pada diri sendiri, ia akan merahasiakan apa yang perlu dirahasiakan. Soal posisi Avissena, dan soal perubahan sudut pandang Keiza pada cowok itu.
oOo
Radhina, atau Radhi melemparkan tasnya ke kasur. Rasa letih menjalari tubuhnya sehingga ia malas untuk mengganti pakaian. Kamarnya selalu kelihatan berantakan. Buku-buku pelajaran berserakan di meja belajar, sepatu koleksinya juga tersusun acak di rak dekat pintu. Beberapa pakaian berserak di sudut ruangan. Membuat ruangan itu hampir mirip kapal pecah.
Sebenarnya Radhi tipikal cewek yang sangat cuek terhadap apapun, termasuk urusan kerapihan. Ia menyerahkan semua detil-detil itu pada Mbok Tuti, perempuan separuh baya yang sudah mengurusnya sedari bayi. Walau begitu tetap ada satu hal yang tak bisa ia acuhkan. Kepeduliannya untuk seseorang yang wajahnya tersenyum dalam sebuah bingkai foto. Duduk manis di meja lampu dekat tempat tidurnya. Setiap kali menatap pada foto itu, Radhi akan tersenyum kecut, kadang tertawa kecil atau menangis. Kemudian ponsel di saku cewek itu bergetar, ada pesan masuk. Rupanya dari Papa. Bertanya soal kegiatan MPLS hari ini. Radhi melempar ponsel itu ke sisi tempat tidur yang lain. Ia sedang tak mau bicara dengan Papanya. Baik itu telepon atau hanya sekadar chatting.
Orang yang suka ingkar janji. Ujar Radhi dalam hati. Sudah yang keberapa kali dalam satu bulan ini, Radhi menunggu. Menunggu kemunculan Papa di meja makan. Ketika gadis itu baru masuk SMP, Papa masih pulang ke rumah walau hitungannya cuma seminggu tiga kali. Sekarang? Dalam sebulan pulang ke rumah saja sudah termasuk beruntung.
Video call sama sekali tak membantu. Radhi bosan menyaksikan aktivitas Papanya lewat kamera. Itupun hanya sebentar saja, tak sampai semenit Papa pasti akan memutus sambungan karena alasan pekerjaan. Sekarang ia sudah menyerah soal Papa, berhenti mengharapkan apapun adalah cara terampuh melindungi diri dari sakit hati.
Radhi berpikir sejenak. Berusaha mengalihkan pikirannya dari janji-janji palsu Papa. Kemudian ia teringat kejadian hari ini. Saat akhirnya ia dan Keiza datang ke ruang Paskibra untuk bicara dengan Anna. Sikap kakak senior yang satu itu sudah jauh melunak. Ia menerima permintaan maaf Radhi tanpa syarat dan kalimat sarkas. Radhi sebenarnya sempat kaget karena Andaru juga ada di sana, sepupu Avis yang adalah Ketua OSIS SMK Teruna Angkasa. Cowok pemilik senyum dingin penuh muslihat itu.
Radhi, Avissena dan Andaru adalah teman sepermainan sejak SD. Radhi sebenarnya tahu, bila ia memaksa mencari masalah dengan kakak kelas, Avis dan Andaru akan siap menjadi tamengnya. Namun Radhi kecolongan saat akhirnya Anna justru mengincar Keiza.
Omong-omong soal Keiza, Radhi senang melihat bagaimana cewek itu bertindak. Keiza yang awalnya terlihat suka cengangas-cengenges—agak norak karena berhasil masuk ke sekolah elit, ternyata bisa tenang saat berhadapan dengan Anna. Ia juga tak langsung melemparkan semua masalah pada Radhi. Padahal sah-sah saja kalau Keiza melakukan itu, toh mereka baru saling kenal tak sampai satu hari.
Tiba-tiba ponsel Radhi berdering nyaring. Panjang umur! Asalnya dari panggilan telepon si Keiza Mazaya.
“Dhi! Ada movie lawas BLEACH yang kamu bilang belom kamu tonton nih! Ternyata ada di Zstation (aplikasi khusus menonton anime) loh! Aku kirim infonya ke kamu ya, kamu pakai akunku aja, nanti tinggal download, okee.” Ucap Keiza penuh semangat, juga dilatar-belakangi suara angin dan deru bising berbagai jenis kendaraan.
Radhi tertawa, “oke-oke. Ja lagi di motor jangan lo jangan teleponan! Hati-hati! Eh tapi Thanks by the way.”
“Oke-oke, iya nih. Sori-sori. Yaudah, daah, Assalamu’alaikum!” Keiza menutup panggilan teleponnya bahkan sebelum Radhi menjawab salam. Dasar Keiza, Radhina terkekeh. Kelakuannya absurd sekali.
Sejujurnya Radhi senang mendapat teman yang periang tapi pintar lihat-lihat situasi seperti Keiza. Cewek yang memiliki semangat yang tinggi tetapi bukan termasuk anak yang cerewet. Yha, dia bisa jadi sangat cerewet di beberapa topik, tapi semua yang ia katakan pasti tentang hobi atau apapun yang membuat Radhi juga tertarik. Mereka punya kesamaan. Terlebih, Keiza tampak tak terlalu peduli soal hubungan antara Radhi-Avis-Andaru. Satu poin plus yang menjadi penyebab Radhi betah mengobrol dengan cewek itu.
Kebanyakan anak cewek yang berteman dengan Radhi pasti punya motif tersendiri. Pertama, Radhi berasal dari keluarga tajir melintir. Kedua, ia dikelilingi sahabat cowok loyal yang kebetulan ganteng. Jika kebanyakan orang menyebut poin-poin itu sebagai nikmat, bagi Radhi justru sebaliknya. Poin-poin itu membuatnya tak bisa merasakan mana orang yang benar-benar ingin berteman dengannya dan mana yang tidak.
Ketika Radhi melihat Keiza, ia merasakan aura kebahagiaan benar-benar terpancar dari cewek itu. Senyum yang tercetak di pipi berlesung milik Keiza terlihat sangat semringah. Sampai-sampai Radhi bertanya dalam hati, sesenang itukah lo masuk ke Teruna Angkasa? Dan ajaibnya, senyum itu menular. Radhi turut merasakan kebahagian itu. Radhi bisa merasakan harapan-harapan dan kesenangan melewati masa-masa SMK. Mendadak ia merasa yakin, kalau ia bisa mencetak kenangan indah selama memakai seragam putih abu-abu. Keiza mungkin… akan menuntunnya menuju warna-warni kehidupan putih abu-abu.
oOo