Loading...
Logo TinLit
Read Story - Waktu Mati : Bukan tentang kematian, tapi tentang hari-hari yang tak terasa hidup
MENU
About Us  

“REV, ada temen kamu di luar, tuh!” ujar Nina ketika memasuki dapur keesokan paginya. Tangan wanita itu melepas topi taman yang semula menutupi rambut pendeknya yang dipotong cepak. Senyumnya terulas. “Kenapa nggak disuruh masuk aja? Malu ya gara-gara temen cewek?” 

Revel yang tadinya hendak menyantap sarapan roti bakarnya yang gosong langsung batal. Mata cowok itu membola. 

“Cewek…?” Suara Revel tercekat. Ingatannya langsung terbayang cewek tak kasatmata yang mengganggunya dari kemarin. 

Revel tidak peduli lagi kepada cewek itu saat berlari masuk ke rumahnya semalam. Namun ketika hendak tidur, dia sengaja mengintip ke luar rumah melalui jendela kamarnya dan mendapati cewek itu masih ada di sana. 

Cewek itu melayang-layang tak jauh dari depan rumah Revel. Sesekali memandang ke bangunan rumahnya, lalu celingukan di antara kegelapan malam. Tapi lagi-lagi Revel tak peduli. Tanpa lama-lama, cowok itu langsung menutup gorden kamarnya dengan kasar. 

Toh, cewek itu pasti sudah menghilang begitu matahari terbit–atau, begitulah yang Revel pikirkan. Tidak banyak makhluk tak kasatmata begitu yang gentayangan saat matahari muncul atau siang-siang bolong.

Namun sepertinya, Revel mesti meralat teori yang selama ini diketahuinya. 

Cewek tak kasatmata satu ini jelas-jelas agak lain. Walau matahari bersinar terang benderang, cewek itu tetap bergentayangan. Dan, terus terang, itu agak meresahkan Revel. Artinya, cewek itu akan mengganggunya lagi. 

Otomatis rahang Revel mengetat. Tanpa mengindahkan ucapan ibunya, dia kembali melahap roti, memaksa tenggorokannya yang mendadak seret menelan kunyahan. 

“Duh, yang langsung malu-malu kucing begitu dibilang ada temen cewek!” Rayne, kakak Revel, nimbrung. Seringaian jail terulas di bibir Rayne yang dipulas lipstik warna rouge. Tubuhnya yang langsing dibalut setelan kerja kemeja dan celana panjang hitam. “Orangnya cantik nggak, Mam?” ledeknya sambil mengedip-ngedipkan mata penasaran. 

Revel memicingkan mata dengan tajam kepada kakaknya dari balik kacamata.

“Manis,” jawab Nina senyam-senyum. Kemudian dia berpaling kepada putranya. “Mama nggak tau selera kamu oke juga, lho! Well job!”

“Manis gimana, sih? Ululuh… jadi penasaran–” 

Sebelum kalimat Rayne selesai, Revel sengaja bangkit dari tempat duduknya dengan kasar hingga membuat suara berisik. Aksi itu sukses membungkam bibir bawel Rayne pagi-pagi. Tanpa bicara lagi, Revel meraih tas selempangnya dari sandaran kursi dan melenggang meninggalkan ruang makan. 

Entah kenapa dari dulu Rayne selalu mengganggu Revel. Sepertinya kakaknya itu bakal sial kalau tidak mengganggunya barang sehari saja. 

Seiring kaki yang kian mendekati pintu rumah, napas Revel mulai pendek-pendek. Tangannya meremas-remas tali tas. Otaknya sibuk berputar mencari cara agar tak perlu melihat cewek itu. 

Lagi pula, buat apa cewek itu bersikeras, sih? 

Jelas-jelas Revel sudah menolaknya dua kali. Mau dirayu gimanapun, dia tidak akan sudi membantu. 

Revel pun keluar pagar rumahnya. Jantungnya makin berdebar keras. Saat membuka gerendelnya tadi, dia tidak melihat ada tanda-tanda makhluk tak kasatmata yang disebut-sebut ibunya tadi. Dan, semoga saja tidak perlu melihatnya lagi sampai kapan pun. 

“DOR!” 

Suara cempreng nan nyaring itu sontak mengagetkan Revel yang baru saja memutar badan.

Revel otomatis terlonjak sedangkan cewek itu malah terbahak-bahak. Puas banget, kayaknya. 

“Kaget, nggak? Kaget, dong!” kekeh cewek itu geli. “Oh ya, tadi aku ketemu sama Mama kamu, lho! Yah, bukan ketemu face to face, tapi kayaknya dia juga bisa lihat, ya?” 

“Nggak,” bantah Revel cepat. 

Keluarganya yang tinggal di rumah itu memang tidak ada lagi yang dikutuk. Hanya Revel saja. Itulah yang membuatnya makin membenci dirinya sendiri. Dari semua orang kenapa dia harus yang menanggung kutukan ini sendiri. 

Bibir cewek itu mengerucut. Kepalanya agak dimiringkan. “Masa, sih? Kayaknya Mama kamu bisa lihat, lho!” 

“Ngaco!” tandas Revel.

Tanpa menghiraukan cewek itu lagi, Revel bergegas meninggalkannya. Kakinya yang panjang berderap cepat menyusuri jalanan menuju halte Transjakarta. Dia tidak ada waktu untuk meladeni makhluk tak kasatmata. Lagi pula, kenapa juga cewek ini masih gentayangan pagi-pagi? 

“Tungguin aku!” seru cewek itu lagi-lagi melayang mengejar Revel. Senyumnya mengembang.  “Ngomong-ngomong, kita belum kenalan, lho! Namaku Joy. Kelihatan kan dari auraku yang ceria awur-awuran gitu?” 

Bibir Revel sontak mencebik. Siapa yang nanya? 

“Nama kamu siapa?” tanya Joy kemudian. “Nggak mau kupanggil ‘Cowok Fotosintesis’ terus, kan?” 

Revel sengaja tidak menjawabnya. Toh, buat apa juga Joy mengetahui namanya? Dia tidak berencana terlibat dengan cewek ini. Dengan bibir terkunci, Revel tap in ke halte lalu menunggu bis. 

Suasana halte pagi itu ramai oleh orang-orang yang mau olahraga dan juga orang kantoran. Revel sengaja berdiri di antara kerumunan orang-orang itu. Dia tidak ingin terlalu dekat dengan Joy meski sadar itu mustahil. Cewek itu kan selalu bisa melayang-layang dekatnya atau minimal dekat kepalanya. 

Revel duduk di salah satu kursi paling belakang di dalam bis. Matanya sempat beradu pandang dengan Joy yang tidak melayang-layang lagi. Kaki cewek itu menapak di lantai bis.

Kalau begini caranya, Joy justru kelihatan seperti anak SMA cewek yang tak mendapat tempat duduk. Sedangkan di Transjakarta sudah menjadi kebiasaan untuk memprioritaskan penumpang perempuan untuk tempat duduk. Revel pun menggeram. Bapak-bapak yang duduk satu baris dengannya sudah memasang posisi siap-siap tidur. Sudah pasti mereka tidak menyadari ada makhluk tak kasat cewek berdiri di bis itu. 

Meski tak kasatmata, Joy tetap "cewek" di mata Revel.

Akhirnya, Revel bangkit dari tempat duduknya. Dia menghampiri Joy dan menggerakan kepala ke kursinya yang kini kosong. 

“Duduk di situ sebelum didudukin orang,” kata Revel rendah, pelan, nyaris seperti berbisik. 

“Oke!” sahut Joy ceria. Dengan melompat-lompat riang, dia menuju kursi Revel sebelumnya. Senyumnya makin lebar saat duduk tepat di tengah bapak-bapak yang sedang tertidur pulas. “Kamu tau kan sebenarnya nggak perlu begini ke aku? Tapi, nggak apa. Kan, jadi baper kalau ada orang yang memanusiakan aku! Hehehe.” 

Revel mengembuskan napas dan menggeleng pelan. Dia pun mengeluarkan earbuds dari kantong celana dan menyempilkannya ke telinga. Cowok itu mulai menyetel lagu Bohemian Rhapsody dari Spotify. Sementara matanya memandangi jalanan yang ramai oleh kendaraan. 

Jam di ponsel Revel menunjukkan pukul sembilan lewat ketika dia tiba di kampusnya. Kelas pagi ini mulai pukul sepuluh. Masih ada waktu. Alih-alih melangkah menuju kelasnya, cowok itu justru menuju rumah kaca. 

Seperti biasa tidak ada siapa-siapa di rumah kaca itu. Tidak ada tanda-tanda Pak Iyas juga. Usai melepas tasnya dan meletakkannya di bangku besi di situ, Revel mengeluarkan kaca pembesar dan menuju tempat Alocasia Zebrina yang kemarin sempat ditinggalnya. 

“Kamu pecinta tanaman ya?” Joy melompat-lompat riang di samping Revel. “Kamu selalu ke sini pagi-pagi. Siang-siang juga. Sore juga gitu. Kamu tiga kali sehari ke sini tiap kamu ngampus.” 

Revel tak berkomentar. Namun langkahnya tiba-tiba terhenti saat tak melihat pot yang mesti ditelitinya di tempat semestinya. Otomatis cowok itu mempercepat langkah mendekati tempat pot Alocasia Zebrina semestinya berada. 

“Lo sembunyiin di mana?” tuduh Revel langsung kepada Joy. 

“Hah?” balas Joy kaget oleh aksi Revel barusan dan mengangkat dua tangan, seolah sedang menunjukkan tanda penyerahan. “Aku nggak ngapa-ngapa–” 

“Jangan bohong!” sela Revel menggelegar. 

“Beneran! Aku nggak tau ngerti yang kamu maksud!” 

“Minggir!” Sambil mengetatkan rahang, Revel sengaja menyenggol badan Joy. Dia berjalan cepat mengitari rumah kaca itu sambil mencari-cari pot Alocasia Zebrina di antara ratusan tanaman di rumah kaca itu. Mestinya tidak susah, tetapi daun-daun besar di situ membuat mata Revel keder sendiri. 

“Kamu nyari apa? Biar kubantu!” tawar Joy langsung. “Aku nggak ngerti kenapa kamu tiba-tiba marah!” 

“Di mana potnya?” tanya Revel rendah dan dalam. 

“Pot apa?” 

“Pot yang lo sembunyiin!” 

“Aku nggak sembunyiin apa-apa!” bantah Joy nyaring. “Kamu tau sendiri. Kan, aku ada di dekat rumah kamu dari semalam. Aku ngejaga kamu biar nggak didatangin makhluk itu lagi! Begadang sampai pagi! Nggak lihat nih mataku jadi mirip mata panda? Aku nggak ke sini lagi karena prioritasku sekarang mastiin kamu aman dari makhluk-makhluk itu!” 

“Nggak butuh!” 

“Percaya, deh! Kamu butuh karena kamu bakal ngebantu aku. Waktuku nggak banyak, makanya kita mesti kerjasama!” 

“Siapa bilang gue bantu lo?” 

Revel masih celingak-celinguk, tetapi tak ada satu pun tanda-tanda barang yang dicarinya. Di mana sih cewek ini menyembunyikannya? 

Please…” Suara Joy terdengar pedih. Nyaris putus asa. “Aku perlu tau kenapa aku meninggal. Kalau dalam waktu 40 hari aku nggak tau alasanku meninggal dan menemukan orang yang kusuka, aku bakal terjebak.” 

Sekejap Revel terhenti. Kepalanya berputar ke arah Joy. “Maksudnya?”

“Selamanya aku bakal jadi arwah penasaran. Aku nggak mau itu,” balas Joy menatap Revel dengan tatapan memohon. “Please, cuma kamu satu-satunya harapanku.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (13)
  • limbooo

    Eh eh eh eh bab selanjutnya kapan ini? Lagi seru serunya padahal.. kira-kira Nara suka Nata juga ga ya??? Soalnya kan dia anhedonia🧐 .

  • limbooo

    Nara yang OCD, aku yang sesak nafas 🫠
    Ceritanya sampe ke relung hati🥹

  • rirydudidam

    aku memang sedang terlalu kacau, lalu baca ini, nangis lagi lah aku. padahal aku tidak pernah seperti Nara, tapi aku tetap nangis.

  • ervina

    Kasian si Nara

  • patraya

    Can't believe that the author could convey the emotion so thoroughly in the story.. this story simply bring the reader into an emotional rollercoaster. Love it!

  • niningdoyosyi

    Ceritanya perlahan ku baca, benar benar sesuai realita, hampir semua orang mengalaminya kurasa,,,
    Semakin nagih bacanya😍

  • iin

    Ceritanya bagus

    Comment on chapter PROLOG
  • amandabee

    Ini novel bener2 keren bgt sih, tata penulisannya, alurnya, bener kita terbawa ke ceritanya jadi bacanya bikin canduuuu bgttttt

  • witri

    Ceritanya seru, nagih bacanya.
    Ditunggu kelanjutannya 🫶🏻

    Comment on chapter PROLOG
  • sabitah

    sedih banget sumpah, bergetar bacanya

Similar Tags
Dalam Satu Ruang
264      203     2     
Inspirational
Dalam Satu Ruang kita akan mengikuti cerita Kalila—Seorang gadis SMA yang ditugaskan oleh guru BKnya untuk menjalankan suatu program. Bersama ketiga temannya, Kalila akan melalui suka duka selama menjadi konselor sebaya dan juga kejadian-kejadian yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya.
Rumah Tanpa Dede
267      194     1     
Inspirational
Kata teteh, Bapak dan Mama bertengkar karena Dede, padahal Dede cuman bilang: "Kata Bapak, kalau Bi Hesti jadi Mama kedua, biaya pengobatan Dede ditanggung Bi Hesti sampai sembuh, Mah." Esya---penyintas penyakit langka Spina Bifida hanya ingin bisa berjalan tanpa bantuan kruk, tapi ekonomi yang miskin membuat mimpi itu terasa mustahil. Saat harapan berwujud 'Bi Hesti' datang, justru ban...
Kainga
2970      1496     13     
Romance
Sama-sama menyukai anime dan berada di kelas yang sama yaitu jurusan Animasi di sekolah menengah seni rupa, membuat Ren dan enam remaja lainnya bersahabat dan saling mendukung satu sama lain. Sebelumnya mereka hanya saling berbagi kegiatan menyenangkan saja dan tidak terlalu ikut mencampuri urusan pribadi masing-masing. Semua berubah ketika akhir kelas XI mereka dipertemukan di satu tempat ma...
DocDetec
1397      764     1     
Mystery
Bagi Arin Tarim, hidup hanya memiliki satu tujuan: menjadi seorang dokter. Identitas dirinya sepenuhnya terpaku pada mimpi itu. Namun, sebuah tragedi menghancurkan harapannya, membuatnya harus menerima kenyataan pahit bahwa cita-citanya tak lagi mungkin terwujud. Dunia Arin terasa runtuh, dan sebagai akibatnya, ia mengundurkan diri dari klub biologi dua minggu sebelum pameran penting penelitian y...
Melihat Tanpamu
263      211     1     
Fantasy
Ashley Gizella lahir tanpa penglihatan dan tumbuh dalam dunia yang tak pernah memberinya cahaya, bahkan dalam bentuk cinta. Setelah ibunya meninggal saat ia masih kecil, hidupnya perlahan runtuh. Ayahnya dulu sosok yang hangat tapi kini berubah menjadi pria keras yang memperlakukannya seperti beban, bahkan budak. Di sekolah, ia duduk sendiri. Anak-anak lain takut padanya. Katanya, kebutaannya...
The Boy Between the Pages
4166      1706     0     
Romance
Aruna Kanissa, mahasiswi pemalu jurusan pendidikan Bahasa Inggris, tak pernah benar-benar ingin menjadi guru. Mimpinya adalah menulis buku anak-anak. Dunia nyatanya membosankan, kecuali saat ia berada di perpustakaantempat di mana ia pertama kali jatuh cinta, lewat surat-surat rahasia yang ia temukan tersembunyi dalam buku Anne of Green Gables. Tapi sang penulis surat menghilang begitu saja, meni...
Liontin Semanggi
2940      1736     3     
Inspirational
Binar dan Ersa sama-sama cowok most wanted di sekolah. Mereka terkenal selain karena good looking, juga karena persaingan prestasi merebutkan ranking 1 paralel. Binar itu ramah meski hidupnya tidak mudah. Ersa itu dingin, hatinya dipenuhi dengki pada Binar. Sampai Ersa tidak sengaja melihat kalung dengan liontin Semanggi yang dipakai oleh Binar, sama persis dengan miliknya. Sejak saat...
Bittersweet Memories
121      113     1     
Mystery
Sejak kecil, Aksa selalu berbagi segalanya dengan Arka. Tawa, rahasia, bahkan bisikan di benaknya. Hanya Aksa yang bisa melihat dan merasakan kehadirannya yang begitu nyata. Arka adalah kembarannya yang tak kasatmata, sahabat sekaligus bayangan yang selalu mengikuti. Namun, realitas Aksa mulai retak. Ingatan-ingatan kabur, tindakan-tindakan di luar kendali, dan mimpi-mimpi aneh yang terasa lebih...
In Her Place
2011      1119     21     
Mystery
Rei hanya ingin menyampaikan kebenaran—bahwa Ema, gadis yang wajahnya sangat mirip dengannya, telah dibunuh. Namun, niat baiknya disalahartikan. Keluarga Ema mengira Rei mengalami trauma dan membawanya pulang, yakin bahwa dia adalah Ema yang hilang. Terjebak dalam kesalahpahaman dan godaan kehidupan mewah, Rei memilih untuk tetap diam dan menjalani peran barunya sebagai putri keluarga konglomer...
Kisah Cinta Gadis-Gadis Biasa
3747      1649     2     
Inspirational
Raina, si Gadis Lesung Pipi, bertahan dengan pacarnya yang manipulatif karena sang mama. Mama bilang, bersama Bagas, masa depannya akan terjamin. Belum bisa lepas dari 'belenggu' Mama, gadis itu menelan sakit hatinya bulat-bulat. Sofi, si Gadis Rambut Ombak, berparas sangat menawan. Terjerat lingkaran sandwich generation mengharuskannya menerima lamaran Ifan, pemuda kaya yang sejak awal sudah me...