Loading...
Logo TinLit
Read Story - Imajinasi si Anak Tengah
MENU
About Us  

Jakarta, 5 Mei 2021

"Selamat atas kelulusanmu."

"Apa yang perlu diberi selamat dari lulusan COVID yang acara pelepasannya cuma online?"

Tara tersenyum kecut, buru-buru menepis ucapan selamat dari kakaknya. Tapi, kalau dipikir-pikir, waktu benar-benar tak memberinya jeda. Ia berlari, melesat begitu saja, hingga hari ini datang tanpa aba-aba. Hari di mana Tara harus melepaskan gelar pelajar yang selama ini melekat padanya. Esok, dunia tak akan lagi memanggilnya siswi. Ia kini resmi berlayar di lautan bernama kenyataan.

Dulu, saat masih duduk di kelas sepuluh, ia sering memanjatkan doa agar bisa meraih peringkat pertama. Ia mengejar dengan penuh harap, tapi yang datang justru kecewa. Nilainya sudah lebih tinggi dan jauh lebih baik dari mereka yang ada di atasnya. Ujian remedial pun hanya satu, Bahasa Inggris. Sedangkan, setahunya, si juara kelas mendapat remedial di lima pelajaran. Tapi tetap, Tara hanya menempati posisi kedua.

Ia sempat merasa diperlakukan tidak adil. Namun lambat laun, ia mengerti. Penilaian tak hanya soal angka. Ada hal lain yang ditakar, keberanian untuk bertanya, untuk menjawab, untuk menyuarakan pikiran di tengah kelas yang kadang terasa seperti medan perang. Di situlah letak kekurangannya. Tara lebih sering diam, bukan karena tak tahu, tapi karena malu untuk terlihat.

Ia tahu, protes tak akan mengubah apa pun. Ia belum punya nyali untuk menjadi seperti yang lain, seperti mereka yang tangkas dan bersuara lantang. Maka yang ia lakukan adalah berdoa. Memohon dalam diam agar Tuhan membukakan pintu. Jika ia tak bisa mengubah sifat pemalunya, semoga Tuhan meluluhkan hati wali kelasnya. Namun, doanya belum dikabulkan. Ia tetap nomor dua selama di kelas sepuluh.

Ia kecewa, tentu. Tapi di kelas sebelas, dengan wali kelas yang berbeda, yang menurutnya lebih bijak dan pengertian, doanya akhirnya dijawab. Ia berdiri di posisi pertama berturut-turut. Ternyata, Tuhan tidak menolak doanya. Hanya menundanya, agar ia belajar bersabar.

Tara Aksara. Seorang gadis yang percaya bahwa kepintaran adalah jalan menuju masa depan. Prinsipnya nilainya harus besar supaya kelak nantinya mudah mendapatkan pekerjaan. Seperti kakaknya, Nadira Kirana, tiba-tiba saja orang itu menjadi panutannya. Bagaimana tidak? Perempuan itu langsung diterima kerja di perusahaan besar setelah lulus. Gedung-gedung tinggi menjadi tempatnya berlabuh. Dengan gaji yang menjanjikan, Kak Dira bahkan bisa membiayai kuliahnya sendiri. Tara mengaguminya, diam-diam menjadikannya arah kompas.

Kak Dira, tiga tahun lebih tua darinya, bersekolah di SMK Harapan Utama, sekolah menengah kejuruan favorit di kota Jakarta dengan jurusan Perkantoran. Dulu, Tara ingin mengikuti jejaknya. Tapi niat itu pupus, biaya pendaftaran saat Tara lulus jauh lebih mahal. Orang tuanya tak sanggup. Tara hanya bisa mengangguk, mencoba mengerti. Sekolahnya yang sekarang juga tak buruk, pikirnya.

Ia akhirnya lulus dari jurusan Multimedia di SMK Pelita Bangsa, dengan nilai nyaris sempurna. Ia percaya diri. Ia yakin bisa menaklukkan dunia, meski belum sarjana. Tapi ternyata, dunia tak semudah itu ditaklukkan.

Dan kini, Tara berada di sini. Telentang di atas kasur, ditemani hembusan angin dari kipas yang terus berputar. Menatap langit-langit kamar, merenungi waktu yang sudah lima bulan berlalu. Lima bulan sejak ia resmi menyandang status pengangguran. Tak ada panggilan. Tak ada kabar dari banyaknya lamaran yang ia ajukan ke beberapa perusahaan. 

Ternyata, nilai sempurna tak menjamin tempat di gedung-gedung tinggi itu.

Dan diam-diam, Tara bertanya dalam hati:

"Bagaimana bisa Kak Dira melangkah ke sana secepat itu?"

 

                                    ***

 

Biar begitu, Tara tak membiarkan waktu menganggurnya lewat begitu saja. Ada kalanya ia membantu menyetrika baju-baju kakaknya yang meski upahnya tak seberapa, cukup baginya untuk sekadar memegang uang sendiri atau membelikan jajanan yang disukai. Kadang, Tara membuka jasa kecil-kecilan dari kemampuannya: menggambar sketsa wajah atau melukis digital sesuai permintaan. Jurusan multimedia bukan sekadar pilihan, tapi warisan bakat seni itu mengalir dari sang ayah, dan Tara menyalurkannya lewat garis dan warna.

Awalnya, uang yang ia dapat lebih banyak habis untuk jajan. Bersama Sekar, si adik penggoda yang selalu punya ide jajan baru. Tapi lama-lama, Tara merasa ada yang kosong. Uangnya hilang, rasa puas pun cepat menguap. Ia mulai mencari makna lain, mencari kesukaan lama yang sempat tenggelam.

Dulu, saat SMP, Tara senang membaca. Perpustakaan menjadi tempat favoritnya, bahkan di jam istirahat. Tapi sejak masuk SMK, hobi itu menghilang, entah karena kesibukan, atau karena keinginannya mendalami dunia visual membuatnya lupa pada dunia kata. Dan kini, ketika waktu kosong terbentang lebar, ia memutuskan untuk kembali. Mungkin ini saatnya menyalakan kembali lilin kecil dalam dirinya yang dulu begitu cinta pada cerita.

 

                                    ***

 

Minggu pagi. Aroma tepung terigu yang baru menyentuh teflon menyambut Tara saat melangkah ke dapur. Di sana, Sekar tengah membentuk adonan dengan wajah serius tapi santai.

"Buat apa itu, Dek?" tanya Tara sambil tersenyum.

"Pancake ala-ala. Tadi FYP di TikTok," jawab Sekar, setengah bercanda, seolah meremehkan hasil kreasinya sendiri.

Tara mengangguk lalu duduk di ruang tengah, bergabung dengan keluarganya. Ia mengambil satu lontong dan dua gorengan yang memang sudah disiapkan untuknya. Tak lama, Sekar datang membawa piring berisi pancake yang tadi dibuat. "Nih, hasil pancake ala-ala," katanya ringan.

Keluarga langsung mencicipi dan serempak memberi reaksi yang sama: terkejut dan kagum. Ternyata, makanan yang dibilang ala-ala itu rasanya justru luar biasa.

"Enak, keren banget, Dek!" seru Ayah.

"Besok-besok coba resep lain, pasti bisa juga," tambah Mamah.

Sekar hanya mengangguk, tapi sorot matanya tak bisa menyembunyikan rasa bangga. Sejak hari itu, ia jadi rajin mencoba resep. Masak dan membuat kue kini menjadi hobinya. Suatu sore, Sekar menyuguhkan donat kentang dengan taburan gula halus. Lagi-lagi keluarga kompak memujinya.

"Jadi chef aja nanti, Sekar. Ayah dukung," ucap Ayah dengan penuh keyakinan.

Dukungan itu seperti bensin yang menyulut semangat. Sekar bahkan berniat mengambil jurusan kuliner ketika masuk SMK nanti. Dan saat hari pengumuman datang, ia benar-benar masuk jurusan itu.

Tara perhatikan, Sekar telah menemukan impiannya.

 

                                    ***

 

Siang itu, saat rumah kosong, Tara menerima sebuah paket. Buku novel yang sudah ia pesan sejak lima hari lalu, hasil dari upah mencuci baju milik kakaknya. Ia membuka bungkusnya dengan senyum lebar, bahagia mendapati bukunya datang dalam kondisi sempurna. Tapi saat hendak membuang plastik kemasan ke tong sampah, matanya menangkap sesuatu.

Sebuah kertas. Formulir pendaftaran atas nama Sekar Ayu. Jurusan kuliner. Di SMK Harapan Utama, sekolah yang sama dengan milik Kak Dira. Sekolah yang pernah ia inginkan tapi tak ia dapatkan. 

Tara diam. Napasnya tercekat. Ia berdiri lama di depan tong sampah yang terbuka, menggenggam kertas itu seperti menggenggam kenyataan yang pahit.

Ponselnya bergetar. Sebuah pesan pribadi masuk dari Ayah.

"Tara, Ayah bukannya mau beda-bedain anak. Tapi jurusan kuliner yang paling bagus menurut Ayah cuma ada di sekolahnya Kak Dira. Di sekolah lain Ayah belum percaya. Jadi Ayah masukin Sekar ke sana. Kamu jangan ngerasa dibeda-bedain ya. Sama kok, Ayah pengin yang terbaik buat anak-anak Ayah."

Di dalam kamar yang sudah terkunci rapat, Tara menangis di sana bersama novel barunya. Sekolah itu—tempat yang dulu ia impikan, ternyata masih meninggalkan luka yang belum sembuh.

Air mata membasahi pipinya. Rasa tak adil itu datang tanpa permisi, meski sekolahnya sudah lama tamat. Ia tahu tak seharusnya iri. Tapi siapa yang bisa melarang? hatinya merasa begitu tanpa bisa ia cegah.

Tara menatap novel yang baru ia buka. Sampul merah mudanya terlihat hangat. Di balik kata-kata yang tertulis, ia menemukan sesuatu. Mungkin bukan solusi. Tapi harapan kecil yang membisik:

Kalau aku tak bisa berjalan di jalan yang sama, mungkin aku bisa menciptakan jalanku sendiri. Lewat tulisan. Lewat cerita. Lewat mimpi yang tak perlu dibayar mahal untuk dimulai.

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (17)
  • yuliaa07

    real anak tengah sering terabaikan tanpa ortunya sadarii

    Comment on chapter Bagian 4: Sebuah Kabar Baik
  • pradiftaaw

    part damai tapi terjleb ke hati

    Comment on chapter Bagian 18: Teman yang Bernama Cemas
  • langitkelabu

    tidak terang tapi juga tidak redup:)

    Comment on chapter PROLOG
  • jinggadaraa

    gak cuman diceritain capeknya anak tengah ya, tapi juga ada selip2an anak sulung dan bungsunya:) the best cerita ini adil

    Comment on chapter Bagian 10: Tentang si Sulung yang Selalu Diandalkan dan Tentang Anxiety Disorder
  • rolandoadrijaya

    makasih Tara sudah kuat, makasih juga aku

    Comment on chapter Bagian 10: Tentang si Sulung yang Selalu Diandalkan dan Tentang Anxiety Disorder
  • rolandoadrijaya

    gimana gak ngalamin trauma digunjang gempa sendirian:('(

    Comment on chapter Bagian 10: Tentang si Sulung yang Selalu Diandalkan dan Tentang Anxiety Disorder
  • rayanaaa

    seruu banget

    Comment on chapter EPILOG
  • rayanaaa

    Oke, jadi Tara itu nulis kisahnya sendiri ya huhuu

    Comment on chapter EPILOG
  • auroramine

    ENDING YANG SANGAT MEMUASKAN DAN KEREN

    Comment on chapter EPILOG
  • jisungaa0

    nangis banget scene inii

    Comment on chapter Bagian 30: Renungan
Similar Tags
When I Met You
644      371     14     
Romance
Katanya, seorang penulis kualat dengan tokohnya ketika ia mengalami apa yang dituliskannya di dunia nyata. Dan kini kami bertemu. Aku dan "tokohku".
Perahu Waktu
435      297     1     
Short Story
Ketika waktu mengajari tentang bagaimana hidup diantara kubangan sebuah rindu. Maka perahu kehidupanku akan mengajari akan sabar untuk menghempas sebuah kata yang bernama rindu
Yang Terindah Itu Kamu
12514      3588     44     
Romance
Cinta pertama Aditya Samuel jatuh pada Ranti Adinda. Gadis yang dia kenal saat usia belasan. Semua suka duka dan gundah gulana hati Aditya saat merasakan cinta dikemas dengan manis di sini. Berbagai kesempatan juga menjadi momen yang tak terlupakan bagi Aditya. Aditya pikir cinta monyet itu akan mati seiring berjalannya waktu. Sayangnya Aditya salah, dia malah jatuh semakin dalam dan tak bisa mel...
U&O
21072      2108     5     
Romance
U Untuk Ulin Dan O untuk Ovan, Berteman dari kecil tidak membuat Rullinda dapat memahami Tovano dengan sepenuhnya, dia justru ingin melepaskan diri dari pertemanan aneh itu. Namun siapa yang menyangkah jika usahanya melepaskan diri justru membuatnya menyadari sesuatu yang tersembunyi di hati masing-masing.
Perjalanan Move On Tata
491      333     0     
Short Story
Cinta, apasih yang bisa kita katakan tentang cinta. Cinta selalu menimbulkan rasa sakit, dan bisa juga bahagia. Kebanyakan penyakit remaja sekarang yaitu cinta, walaupun sudah pernah merasakan sakit karena cinta, para remaja tidak akan menghilangkan bahkan berhenti untuk bermain cinta. Itulan cinta yang bisa membuat gila remaja.
The Red String of Fate
649      449     1     
Short Story
The story about human\'s arrogance, greed, foolishness, and the punishment they receives.
Dia & Cokelat
587      415     3     
Short Story
Masa-masa masuk kuliah akan menjadi hal yang menyenangkan bagi gue. Gue akan terbebas dari segala peraturan semasa SMA dulu dan cerita gue dimulai dengan masa-masa awal gue di MOS, lalu berbagai pertemuan aneh gue dengan seorang pria berkulit cokelat itu sampai insiden jari kelingking gue yang selalu membutuhkan cokelat. Memang aneh!
U&I - Our World
395      278     1     
Short Story
Pertama. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu indah, manis, dan memuaskan. Kedua. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu menyakitkan, penuh dengan pengorbanan, serta hampa. Ketiga. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu adalah suatu khayalan. Lalu. Apa kegunaan sang Penyihir dalam kisah cinta?
Interaksi
531      368     0     
Romance
Ada manusia yang benar benar tidak hidup di bumi, sebagian dari mereka menciptakan dunia mereka sendiri. Seperti halnya Bulan dan Yolanda. Bulan, yang terlalu terobsesi dengan buku novel dan Yolanda yang terlalu fanatik pada Korea. Dua duanya saling sibuk hingga berteman panjang. Saat mereka mencapai umur 18 dan memutuskan untuk kuliah di kampus yang sama, perasaan takut melanda. Dan berencana u...
Silent Love
1981      1164     2     
Romance
Kehidupan seorang Gi Do Hoon yang tenang dan tentram tiba-tiba berubah karena kedatangan seorang perempuan bernama Lee Do Young yang sekaramg menjadi penyewa di salah satu kamar apartemennya. Ini semua karena ibunya yang tiba-tiba saja -oke. ibunya sudah memberitahunya dan dia lupa- menyewakannya. Alasannya? Agar Do Hoon bisa keluar dari apartemennya minimal dua hari lah selain ke perpustakaa...