Loading...
Logo TinLit
Read Story - No Life, No Love
MENU
About Us  

“Kamu berpikir duniamu telah berakhir ketika keadaan tidak sejalan dengan yang kamu rencanakan, tetapi dunia belum ingin kamu mengakhirinya karena masih ada banyak rencana yang belum kamu selesaikan.”

***

Ketika seseorang dalam keadaan tidak berdaya, orang lain ingin dia bertahan untuk waktu yang lebih lama agar bisa membersamai kehidupan mereka. Berbeda dengan orang lainnya, dia ingin menyelesaikan segalanya karena terlalu lelah dengan kehidupannya, dia lupa bahwa orang lain selalu berada di sisinya. Pada akhirnya semua orang akan berpikiran yang sama tanpa perlu memahami sudut pandang orang lain. Manusia akan fokus dengan rasa sakitnya karena hanya itu yang bisa dia rasakan saat ini. Bukan ingin bersikap egois tapi hidup memang sudah melelahkan untuk dirinya.

Setelah hal buruk terjadi, orang akan sadar betapa tersiksanya hidup orang tersebut sampai memilih untuk mengakhirinya lebih dulu. Tidak ada yang benar-benar tahu bagaimana perasaan seseorang ketika berada pada titik terendah dalam hidupnya. Hanya saja orang lain masih bisa memilih untuk bersimpati dan memahami. Akan tetapi, tidak semua orang dapat melakukan itu sehingga ketika ada orang yang memilih jalan pintas, mereka tidak segan menghakimi orang tersebut. Tidak semua orang akan selalu memiliki kesadarannya ketika pikirannya sudah terlalu carut marut. Manusia memang tidak selamanya memahami pilihan hidup orang lain.

Orang-orang mengira hidup orang lain penuh bahagia sehingga harus dijalani seperti biasanya. Ketika ada orang yang sengsara juga harus dijalani sebagaimana mestinya. Padahal penderitaan orang berbeda-beda. Terkadang ada orang yang hidupnya benar-benar tidak berdaya, bahkan untuk bangkit pun tidak bisa. Ada yang saking tidak berdayanya orang tersebut mati kelaparan, orang yang tidak tahu hanya kasihan melihatnya. Lain cerita jika orang tersebut memilih mengakhiri hidupnya, maka orang akan berbondong-bodong menghakiminya. Pada dasarnya orang lain lebih suka melihat orang sengsara mati dalam keadaan perut kosong daripada mati pilihan sendiri karena beratnya kehidupan.

Pilihan itu dianggap paling buruk di antara lainnya. Lalu ketika ada yang selamat dari pilihan itu, semua orang memperlakukannya dengan baik seperti orang yang terlahir kembali. Apakah orang memang harus melakukan pilihan antimainstream dulu untuk mendapatkan kebaikan orang lain?

Tidak semua orang mengetahui dirinya berada di antara hidup dan mati ketika orang tersebut terbangun dari masa kritisnya. Anggapnya dia hanya tidur sementara dan terbangun di ruangan yang serba putih dengan bau obat-obatan khas rumah sakit. Dia tidak mengira bahwa dia masih diselamatkan oleh kehidupan. Ada perasaan menyesal dalam hidup orang tersebut ketika menyadari bahwa pilihan yang dipilihnya gagal. Tetapi, ada juga orang yang bersuka cita melihatnya kembali dalam kehidupan ini.

Erilya mengingat semua yang terjadi sebelum dia terbangun dari tidur panjangnya. Dia melihat keluarganya yang merasa lega dengan keadaannya. Setelahnya dia baru menyadari bahwa kakinya tidak berasa apa-apa, kakinya kebas. Ternyata begitu rasanya ketika saraf anggota gerakmu telah lama tidak dipakai untuk beraktivitas. Rasanya seperti kesemutan sampai mati rasa. Rasanya berat untuk digerakkan. Dia tidak mungkin lumpuh kan?

Begitu dokter selesai meriksa keadaannya, Erilya berusaha berbicara dengan perlahan. Rasa lemas masih terasa di tubuhnya. Entah ini sudah tahun ke berapa, yang jelas Erilya hanya ingin mengetahui keadaan kakinya.

“S-saya ma-sih bi-sa ja-lan kan, Dok?” tanya Erilya dengan lemas dan terbata-bata. Ternyata tertidur lama juga membuat tenggorokannya sakit. Bisa jadi juga karena alat bantu pernapasannya.

“Bisa, nanti kita lakukan rehabilitasi agar kamu bisa jalan lagi ya.” Dokter itu tersenyum dan berpamitan setelah selesai memeriksa Erilya.

Erilya menatap keluarganya, ada mama, papa, dan Helena yang sudah terlihat berbeda. Rambut mama dan papanya sudah mulai ditumbuhi uban. Tidak banyak, hanya satu dua saja yang terlihat di mata Erilya. Mungkin mereka yang tidak sempat mencabutnya seperti biasa. Sementara Helena memiliki wajah yang lebih dewasa daripada sebelumnya. Adiknya itu terlihat semakin cantik.

“Kamu mau apa bilang ya, Er. Kalau ada apa-apa bilang sama mama sama papa. Mama sama papa akan ngasih apa pun yang kamu mau tapi tolong jangan lakuin itu lagi. Huhu.” Mama meremas tangan Erilya dengan kuat. Dia meletakkan tangan itu di dahinya seperti seseorang yang sangat berharap sesuatu. Erilya tidak menyangka mama dan papanya sudah terlihat seperti orang yang putus asa. Hatinya sakit melihatnya.

“Iya, Ma.” Erilya mengangguk dengan pelan. Bibirnya terangkat sedikit untuk menyampaikan perasaan tulusnya.

Ternyata hampir kehilangan seseorang yang mereka sayang membuat mereka seperti manusia yang putus asa. Erilya baru menyadari bahwa mama dan papanya juga sudah memiliki kerutan. Wajah yang sudah tua itu semakin terlihat tidak terurus saat ini. Keduanya pasti bergantian saling menjaga dirinya. Dia lalu melihat Helena yang terlihat lebih dewasa sejak terakhir dia bertemu. Adiknya itu terlihat sama lelahnya. Bisa Erilya tebak kalau gadis itu sengaja pulang lebih dulu untuk melihat dirinya.

“Kamu udah nggak perlu mikirin kerjaan lagi, Er. Kamu mau lanjut S2 di dalam negeri atau di luar negeri mama sama papa akan usahakan. Tolong kamu fokus di situ saja. Nggak perlu bertekad buat dapat kerja ya.” Mama memohon dengan putus asa. Dia pikir bahwa melanjutkan kuliah adalah cara terbaik agar anaknya tidak hanya fokus tentang pekerjaan dan teman-temannya. Erilya harus memiliki kegiatan agar tidak berpikiran untuk mengakhiri hidupnya lagi.

“Nanti kita pindah dari kompleks ya buat dapat suasana baru. Selama kamu koma, mama sama papa sudah mencari perumahan yang bagus daripada yang kita tinggali. Rumahnya juga hampir selesai direnovasi. Begitu kamu bisa keluar dari rumah sakit, kita bisa pindah.” Papa menambahkan penjelasan tentang rencana yang sudah mereka siapkan selama Erilya koma.

“Iya. Aku ngikut mama sama papa aja.” Kali ini Erilya tidak ingin mengcewakan orang tuanya dan memilih untuk mengikuti keduanya. Dia tidak ingin orang tuanya  terasa terbebani dengan kelakuannya lagi. Erilya harusnya sudah cukup dewasa. “Ma, Pa berapa lama Erilya tertidur?”

“Satu tahun, Kak. Waktu yang cukup lama untuk membuat kita hampir memilih menyerah.” Helena menjawab pertanyaan kakaknya karena mamanya kembali menangis dengan keras mengingat perjuangan mereka untuk memberikan perawatan yang terbaik kepada Erilya.

Waktu satu tahun pasti sangat berat untuk mereka. Apalagi Erilya yang memilih untuk mengakhirinya. Dia menyesal telah melakukannya. Sesaat dia melupakan bahwa ada orang-orang yang masih menyayangi dirinya, seharusnya dia tidak perlu kalut dalam kehidupan ini. Hidup di negara ini memang sangat susah, lalu kenapa dia tidak berusaha untuk mencari kehidupan di luar saja yang lebih memanusiakan manusia? Erilya hanya terfokus dengan apa yang selalu dilakukannya. Dia lupa kalau ada banyak hal yang bisa dilakukan di dunia ini. Mungkin memang Tuhan ingin memberikan kesempatan kedua kepada dirinya agar dia ke depannya bisa menggunakan waktu sebaik mungkin.

Dunia akan selalu berputar meskipun kita dalam keadaan tidak baik-baik saja. Yang membedakan hanya ketika seseorang memilih untuk tetap berjuang dan maju atau hanya jalan di tempat seperti dirinya. Dia rasa memang seharusnya dia tidak terfokus untuk mencari kehidupan di negara bobrok ini. Dia masih memiliki kesempatan untuk berkarir di luar yang lebih menghargai dirinya. Dia bisa memulainya nanti. Sepertinya dia akan mengikuti saran mama dan papanya yang menginginkannya lanjut kuliah. Tidak ada salahnya ketika memilih itu dia sekaligus mencari kegiatan lain yang memang dia inginkan. Selama dia memiliki kesempatan dia harus menggunakannya dengan baik.

“Nanti Er daftar S2, Ma.” Erilya mengatakannya dengan mantab. Dia memang harus memulai kehidupannya lagi. Pilihan melajutkan pendidikan adalah pilihan yang terbaik. Lama-lama berada di Indonesia juga memang tidak baik untuk kesehatan mental dan fisiknya.

“Kayaknya kakak lebih butuh buat sehat dulu deh daripada harus mikirin lanjutin pendidikan. Mama sama papa emang keterlaluan, Kak.” Helena mencibir kedua orang tuanya yang tertawa mendengar leluconnya.

“Udah, mama sama papa pulang dulu ya. Kamu jagain kakak kamu. Kalau nanti suster bawain makanan dimakan ya. Harus sampai abis, oke. Biar cepet sembuh.” Mama mengusap rambut Helena.

Helena menatap kakaknya dengan ragu. “Nggak sakit aja jarang makan apalagi sakit.”

“Maka dari itu, nanti biarin kakak kamu makan dengan lahap.” Mama menyentil dahi Helena dengan pelan sebelum pergi. Mama dan papa pergi setelahnya. Mereka mengambil baju-baju kotor dan membawanya pulang.

“Hel, kakak mau nanya. Teman-teman kakak apa kabarnya? Keira gimana? Apa … anaknya beneran udah nggak ada?” Erilya bertanya dengan susah payah. Dia masih mengingat kejadian sebelum dia loncat dari ketinggian itu. Mungkin dulu dia berharap kejadian seperti ini akan menghilangkan memorinya tapi sekarang Erilya justru bersyukur karena memorinya baik-baik saja. Dia tidak perlu mencari-cari hal yang hilang dalam ingatannya.

“Kenapa kakak langsung bahas masalah berat-berat sih?” Helena duduk di tempat duduk bekas mamanya dengan kesal. Dia tahu kakaknya memang sangat serius dalam hidup ini, tapi tidak ketika orang itu baru bangun dari komanya.

“Kakak cuma pengen tahu, Hel. Ayoo, keadaan mereka gimana?”

“Ck. Anaknya Keira terlahir normal. Dia lahir setelah tiga atau empat bulan kakak koma. Anaknya juga sehat. Untuk yang lain, aku nggak tahu kabarnya.” Helena mengendikkan bahunya.

Erilya tersenyum dengan senang mendengar bahwa ternyata Keira tidak kehilangan anaknya. Setidaknya dia tidak membunuh satu bayi tidak berdosa di dunia ini. Erilya menatap adiknya kembali, sepertinya ada yang terlewatkan. Saat ini Helena seperti menahan amarahnya.

“Kenapa kamu kayak nggak suka gitu sama mereka?” tanya Erilya yang langsung membuat adiknya semakin mengerucutkan bibirnya.

“Mereka yang bikin kakak seperti ini kan. Aku nggak terima banget tauk. Dulu mama sama papa mau bawa ini ke persidangan tapi nggak jadi karena bagaimana pun itu sahabat kakak. Jadi, mereka bebas gitu aja.” Erilya membesarkan matanya. Dia terkejut mendengar apa yang terjadi. Tidak seharusnya mereka melaporkan sahabat-sahabatnya ke polisi. “Sebagai gantinya mama minta mereka jauhin kakak. Aku juga baru tahu setelah menampat mereka satu-satu, kecuali Keira tapi. Yakali aku nampar ibu yang lagi melahirkan.”

“Sebenarnya bukan salah mereka kok. Cuma salah paham aja. Syukur deh mama sama papa nggak melakukan itu.”

“Jangan baik-baik sama mereka, Kak. Mereka nggak ada tuh dateng ke tempat kakak. Jengukin kek.”

“Kan nggak boleh, gimana sih.” Erilya tertawa kecil mendengar protesan Helena.

“Tapi kan bisa loh kak berusaha gitu meskipun nggak boleh.”

“Udah-udah. Haha.” Erilya memainkan tangannya. Dia berpikir, setahun ini tentunya kehidupan orang-orang telah berubah. Sementara dirinya harus memulai semuanya dari awal.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
When Flowers Learn to Smile Again
1328      898     10     
Romance
Di dunia yang menurutnya kejam ini, Jihan hanya punya dirinya sendiri. Dia terjebak pada kelamnya malam, kelamnya hidup, dan kelamnya dunia. Jihan sempat berpikir, jika dunia beserta isinya telah memunggunginya sebab tidak ada satu pun yang peduli padanya. Karena pemikirannya itu, Jihan sampai mengabaikan eksistensi seorang pemuda bernama Natha yang selalu siap menyembuhkan luka terdalamnya. B...
Senja di Balik Jendela Berembun
37      35     0     
Inspirational
Senja di Balik Jendela Berembun Mentari merayap perlahan di balik awan kelabu, meninggalkan jejak jingga yang memudar di cakrawala. Hujan turun rintik-rintik sejak sore, membasahi kaca jendela kamar yang berembun. Di baliknya, Arya duduk termangu, secangkir teh chamomile di tangannya yang mulai mendingin. Usianya baru dua puluh lima, namun beban di pundaknya terasa seperti telah ...
Is it Your Diary?
228      182     0     
Romance
Kehidupan terus berjalan meski perpisahan datang yang entah untuk saling menemukan atau justru saling menghilang. Selalu ada alasan mengapa dua insan dipertemukan. Begitulah Khandra pikir, ia selalu jalan ke depan tanpa melihat betapa luas masa lalu nya yang belum selesai. Sampai akhirnya, Khandra balik ke sekolah lamanya sebagai mahasiswa PPL. Seketika ingatan lama itu mampir di kepala. Tanpa s...
Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari
3202      1689     0     
Inspirational
Judul ini bukan hanya sekadar kalimat, tapi pelukan hangat yang kamu butuhkan di hari-hari paling berat. "Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari" adalah pengingat lembut bahwa menjadi manusia tidak berarti harus selalu tersenyum, selalu tegar, atau selalu punya jawaban atas segalanya. Ada hari-hari ketika kamu ingin diam saja di sudut kamar, menangis sebentar, atau sekadar mengeluh karena semua teras...
JUST RIGHT
132      112     0     
Romance
"Eh, itu mamah bapak ada di rumah, ada gue di sini, Rano juga nggak kemana-mana. Coba lo... jelasin ke gue satu alasan aja, kenapa lo nggak pernah mau cerita ke seenggaknya salah satu dari kita? Nggak, nggak, bukan tentang mbak di KRL yang nyanggul rambutnya pakai sumpit, atau anak kecil yang lututnya diplester gambar Labubu... tapi cerita tentang lo." Raden bilang gue itu kayak kupu-kupu, p...
Izinkan Aku Menggapai Mimpiku
172      141     1     
Mystery
Bagaikan malam yang sunyi dan gelap, namun itu membuat tenang seakan tidak ada ketakutan dalam jiwa. Mengapa? Hanya satu jawaban, karena kita tahu esok pagi akan kembali dan matahari akan kembali menerangi bumi. Tapi ini bukan tentang malam dan pagi.
Konfigurasi Hati
673      444     4     
Inspirational
Islamia hidup dalam dunia deret angka—rapi, logis, dan selalu peringkat satu. Namun kehadiran Zaryn, siswa pindahan santai yang justru menyalip semua prestasinya membuat dunia Islamia jungkir balik. Di antara tekanan, cemburu, dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan, Islamia belajar bahwa hidup tak bisa diselesaikan hanya dengan logika—karena hati pun punya rumusnya sendiri.
UNTAIAN ANGAN-ANGAN
393      329     0     
Romance
“Mimpi ya lo, mau jadian sama cowok ganteng yang dipuja-puja seluruh sekolah gitu?!” Alvi memandangi lantai lapangan. Tangannya gemetaran. Dalam diamnya dia berpikir… “Iya ya… coba aja badan gue kurus kayak dia…” “Coba aja senyum gue manis kayak dia… pasti…” “Kalo muka gue cantik gue mungkin bisa…” Suara pantulan bola basket berbunyi keras di belakangnya. ...
Jalan Menuju Braga
641      467     4     
Romance
Berly rasa, kehidupannya baik-baik saja saat itu. Tentunya itu sebelum ia harus merasakan pahitnya kehilangan dan membuat hidupnya berubah. Hal-hal yang selalu ia dapatkan, tak bisa lagi ia genggam. Hal-hal yang sejalan dengannya, bahkan menyakitinya tanpa ragu. Segala hal yang terjadi dalam hidupnya, membuat Berly menutup mata akan perasaannya, termasuk pada Jhagad Braga Utama--Kakak kelasnya...
Langit-Langit Patah
37      32     1     
Romance
Linka tidak pernah bisa melupakan hujan yang mengguyur dirinya lima tahun lalu. Hujan itu merenggut Ren, laki-laki ramah yang rupanya memendam depresinya seorang diri. "Kalau saja dunia ini kiamat, lalu semua orang mati, dan hanya kamu yang tersisa, apa yang akan kamu lakukan?" "Bunuh diri!" Ren tersenyum ketika gerimis menebar aroma patrikor sore. Laki-laki itu mengacak rambut Linka, ...