“Pernikahan menjadi akhir dan awal perjalanan kedua hidup manusia. Akhir kisah cinta seorang kaula muda mencari tambatan hatinya dan awal memulai kehidupan bersama.”
***
Erilya, Xiandra, dan Velove sudah berdandan dengan cantik di kamar hotel yang menjadi tempat mereka menginap. Semalam Keira juga bersama mereka di kamar itu. Baru ketika subuh tiba Keira pergi ke kamar hotel sebelah untuk merias wajahnya. Pernikahan perempuan itu diadakan di salah satu ruangan khusus di hotel itu. Tamu undangan yang berasal dari berbagai kota pun menginap di sana. Bisa dibilang Keira menyewa hampir seperempat kamar untuk tamu pentingnya.
“Dia udah selesai belum ya?” Xiandra menambahkan setting spray pada hasil make up-nya. Tata rias Xiandra terlihat cocok dengan rambut berwarna hijau dan gaun merah muda pastelnya. “Cantik tidak? Bagaimana rambutku yang baru ini?” Xiandra menyibak rambut panjangnya ke belakang.
“Cantik-cantik.” Velove mengangguk pelan dan kembali menyibukkan dirinya. Make up-nya lebih simpel dengan rambut yang dibuat gelombang.
Sedangkan Erilya memilih untuk menggulung rambutnya ke atas. Make up-nya juga cukup sederhana seperti biasa. Hanya saja bibirnya dipoles dengan warna merah muda dua tingkat dari warna gaunnya. “Kenapa harus berwarna merah muda seperti ini.” Erilya mendengus dengan kesal. Dia tidak menyukai warna gaunnya.
“Bagus kok. Ini cantik style-nya. Yang terpenting gaun kita punya pola yang berbeda. Haha.” Xiandra tertawa dengan puas. Ternyata Keira memang sangat pandai mengira-ngira tubuh seseorang. Gaun merah muda pastel itu sangat pas di tubuhnya yang kecil.
“Ayo ke ruangan Keira. Dia pasti sudah menunggu kita.” Erilya lalu membuka pintu kamar hotel dan menuju kamar Keira. Wanita itu berada di kamar ujung lorong ini.
Setelah menemukan ruangan yang dimaksud, Erilya meletakkan kartu akses untuk membuka pintunya. Pintu itu terbuka dan menampilkan Erilya yang berpakaian dengan sangat cantik. Perempuan itu memakai make up yang cukup tebal dengan bibir berwarna terakota.
“Wah, sudah siap menjadi seorang istri nih?” tanya Erilya begitu melihat Keira. Keira hanya bisa tersenyum dengan malu. Jika tanpa make up tebal, pipinya pasti akan terlihat memerah.
“Sekarang bukan waktunya untuk janji pernikahan?” tanya Velove dengan ragu. Dia tidak memahami tata cara pernikahan orang islam.
“Ya, Ve. Namanya ijab qobul. Yuk, Ra.” Erilya menarik tangan Keira untuk membantu perempuan itu berdiri. Tangan sisi kirinya dipegang oleh Xiandra. Sementara Velove membatu mengurus gaun Keira di bagian belakang. Tangan Keira terasa dingin di genggamannya. “Gugup ya?” Erilya bertanya dengan pelan dan gadis itu mengangguk.
“Tenang aja, Ra. Lo nggak ngucapin apa-apa kok nanti.” Xiandra berusaha menenangkan.
“Jangan sampai jatuh ya, Ra!” Velove memperingatkan. Perempuan itu kemudian beralih berdiri di samping Erilya.
Perjalanan menuju ke tempat pesta pernikahan berlangsung terasa lama. Erilya memencet lift untuk menaikkan mereka berempat. Sesampainya di lokasi Erilya menghembuskan napas dengan mantab. Dia membuka jalan bagi Xiandra, Velove, dan Keira. Di luar lorong ternyata sudah sepi. Mereka lalu memasuki aula pernikahan ketika Erilya menerima sinyal dari wedding organizer yang membantu jalannya acara.
Ketika pengantin perempuan masuk, semua mata memandang ke arah mereka. Erilya mundur selangkah. Dia sengaka bergantian dengan Velove untuk berjaga di bagian belakang. Jantungnya berdetak dengan kencang ketika melihat banyak orang di ruangan itu. Rasa cemasnya muncul seketika tapi dia berusaha berjalan dengan tenang. Erilya mengantarkan Keira untuk duduk di kursi tempat ijab berlangsung. Begitu sampai di kursi, Erilya langsung bergegas berlari ke luar ruangan.
Semalam Erilya sudah menelurusi ruangan itu. Terdapat balkon yang juga disewa oleh Keira untuk diadakannya pesta. Hanya saja balkon itu nanti dibuka setelah acara resepsi berlangsung. Yang bisa masuk ke tempat itu saat ini hanya orang-orang tertentu seperti Erilya.
“Lo nggak apa-apa?” tanya Velove yang ternyata mengikutinya keluar aula.
“Nggak apa-apa gue cuma kaget aja ketemu banyak orang.” Erilya memegang dadanya yang berdetak tidak menentu. Dia lalu berusaha menarik dan mengeluarkan napasnya secara teratur. Erilya juga berusaha membuat pikirannya jernih.
“Gimana? Udah? Kayaknya masih lama. Nanti kita keluar pas mau foto aja.” Velove mendudukkan dirinya di kursi pesta yang telah tersedia. Udara pagi mulai berangsur-asur terasa panas. Memang tepat untuk menutup balkon di siang hari daripada langsung dibuka saat itu juga.
“Udah sih lumayan,” jawab Erilya dengan tenang setelah mengontrol dirinya.
Sementara Xiandra mendudukkan dirinya dan berbaur dengan orang-orang yang tidak dia kenal. Dia harus berjaga di belakang kursi kalau-kalau Keira harus berpindah tempat. Matanya tidak luput mencari ke segala arah agar dapat menemukan kedua sahabatnya yang lain. Bisa-bisanya di saat genting seperti ini keduanya menghilang bersamaan. Xiandra tidak segan-segan memaki keduanya.
Satu jam setelahnya akan berakhir. Erilya dan Velove tiba-tiba muncul kembali dan membantu Erilya untuk menaiki lantai. Mereka bertiga menjaga gaun pengantin Erilya agar tidak terinjak dan terlihat rapi.
“Lo berdua dari mana aja?” tanya Xiandra begitu mereka turun dari ke bawah.
“Hehe, rahasia,” bisik Erilya dengan penuh rahasia.
Xiandra lalu mendorong Erilya dengan kuat dan hampir saja membuat tubuh Erilya terjatuh jika tidak ditahan oleh bahu Velove. “Kalian berdua bisa berhenti tidak. Jangan membuat malu.”
Ketiganya lalu mendudukkan diri di tempat yang tadi Xiandra duduki. “Lo berdua beruntung karena dapat tempat duduk. Kalau enggak tahu rasa kalian.”
“Heemm,” gumam kedua orang di sampingnya. Xiandra semakin sebal dengan keduanya.
“Oh ya, Er. Gue lihat di barisan depan ada Geovana Haris.” Xiandra berbisik di telinga Erilya tetapi Velove bisa mendengarnya.
“Serius?” tanya Erilya dengan penasaran. Matanya sengaja mengelilingi seluruh sudut ruang pesta pernikahan itu. Tapi sayangnya Erilya tidak bisa menemukannya. “Di mana sih?”
“Itu tuh, beda tiga meja dari sini. Itu ada cewek pakai kebaya coklat di meja itu. Nah itu jadi satu.”
Erilya mengikuti instruksi yang diberikan oleh Xiandra, mata perempuan itu akhirnya menemukan sosok pria yang pernah dan sedang dia sukai itu. Dia menatap pria itu dengan sangat dalam. Aura pria itu jelas berbeda, penampilannya juga sudah jauh berbeda. Erilya menelan ludahnya. Dia tidak ada apa-apanya.
“Lo nggak mau nemuin dia?” tanya Velove yang ikut bersuara dari samping kiri Xiandra.
“Hemm … kayaknya nggak sekarang deh. Ini bukan waktu yang tepat.” Erilya menundukkan pandangannya. Lebih baik mereka dipertemukan kembali ketika Erilya sudah berhasil melewati ujian kehidupan dulu.
“Kenapa?” lanjut Velove.
“Gue belum jadi apa-apa. Gue mau ketemu dia ketika gue udah berhasil dengan mimpi gue,” ucap Erilya. Itu adalah prinsip yang dia pegang dari dulu.