“Mereka bilang kita tidak pernah berusaha dan suka memilih-milih pekerjaan.”
****
Orang-orang berpikir bahwa seorang pengangguran tidak memiliki kegiatan, hanya bangun, tidur, makan, dan tidur lagi. Seolah seperti mayat yang tak bisa melakukan apa pun. Atau eksistensinya dianggap sudah tidak ada di dunia ini. Padahal ada alasan kuat mengapa mereka melakukannya. Memang benar jadwal tidur seorang pengangguran itu sangat banyak, bahkan kalau mau mereka bisa tidur selama seminggu lebih. Tanpa melakukan apa pun. Hanya tidur, makan, dan tidur lagi. Jika dibayangkan akan sangat menyenangkan.
Padahal kenyataannya beban mental itu selalu berada di pundak mereka. Tidak tahu kapan akan turun, tidak tahu kapan keajaiban akan datang. Negara dengan populasi tertinggi keempat di dunia ini sedang dalam tahap produktifnya tapi negara seolah absen akan kehadirannya menemani mereka. Berjuang sendirian dan tidak melakukan apa-apa.
Erilya kembali lagi dengan laptop di depannya. Ponselnya dia letakkan di samping laptop. Dia mengakses website lowongan pekerjaan untuk yang entah keberapa ratus kalinya. Lagi-lagi dia hanya bisa pasrah. Sudah tidak ada lagi loker yang cocok untuk dirinya. Bukan-bukan dia ini sedang memilih-milih pekerjaan, hanya saja kualifikasi yang diberikan tidak cocok untuknya.
“Ini kalau sampai mati nggak dapat kerja apa gue bukan bagian dari masyarakat lagi?” Erilya berhenti mengetik. Dia bermonolog dengan dirinya di depan laptop entah yang sudah keberapa puluh kalinya. Dlam hidupnya enam bulan belakangan ini, dia hanya bisa berbicara dengan dirinya sendiri. Marah dengan dirinya sendiri. Sedih sendiri. Merasa bodoh sendiri. Semua hal yang terjadi adalah kesalahannya sendiri.
Dia lalu membuka ponselnya, aplikasi Instagram langsung menjadi tujuannya. Dia membuka loker-loker yang muncul diberandanya dan mulai mencocokkan kualifikasi yang sesuai. Dia mengirimkan lamaran kembali. Lalu dia membuka excel yang berisi data lamaran kerjaannya. Sudah ada tiga ratus pekerjaan yang dia lamar, baik menjadi editor buku, copywriting, admin, sampai customer service. Tidak ada satu pun yang lolos. Semua proses berakhir di wawancara.
Erilya lalu membuka opsi pencarian. Nama Geovana Haris muncul dipencariannya, dia menatap foto profil akun Instagram itu. Sosok Geo yang memakai baju dinas terlihat berwibawa. Terlihat betapa suksesnya Geo dengan penghasilan yang sangat-sangat lebih dari cukup. Dia lalu menatap dirinya di cermin yang berada di sampingnya.
“Sedangkan elu siapa?” Monolog Eri. Dia menyenderkan kepalanya di kursi belajar. Entah akan sampai kapan dia menjalani hari-hari semenyedihkan ini. Setidak layak itukah dirinya mendapatkan pekerjaan? Atau memang dia tidak memiliki banyak nilai jual? Sampai kapan dia harus membandingkan dirinya dengan Geo yang sudah memiliki karir yang mentereng?
***
Terjebak di dalam kotak kubus setiap hari tanpa melihat dunia luar tentunya tidak baik untuk tubuhnya. Dia juga sudah malas untuk melakukan olahraga. Tubuhnya lama-lama bisa rusak dimakan kesepian. Tapi apalagi yang bisa dia lakukan? Erilnya bahkan sudah tidak tahu harus menangis dengan gaya apalagi. Kalau doanya bisa langsung dikabulkan oleh Tuhan, dia ingin meminta Tuhan menutup dunia ini segera.
“Hah …” Lagi-lagi dia hanya bisa bernapas dengan berat. Tekanan-tekanan semakin terasa di dadanya. Dadanya terasa berat. Semua yang terjadi ini berhasil membuat tekanan dalam hidupnya meningkat. Hanya napas berat dan penuh tekanan yang bisa dia berikan. Dia tidak tahu sudah berapa banyak umurnya yang berkurang karena melakukan itu.
Dia lalu mengirimkan pesan kepada Velove. Wanita itu memiliki pekerjaan sampingan sebagai seorang guru les. Eri rasa dia bisa setidaknya tidak menjadi beban kedua orang tuanya jika menjadi guru les privat. Dia masih bisa menabung dan membeli barang yang dia perlukan.
Erilya: Velll, masih ada loker nggak sih di tempat lo les?
Velove: Hemm nggak tahu. Gue tanyain dulu yak
Velove: Lo tertarik?
Erilya: Heem, butuh duit
Velove: Ya sama. Meskipun nggak pengen jadi guru, gue juga tetep nyari duit jadi guru les. Kepepet
Erilya: Ya udahlah ya gimana lagi
Velove: Lagunyaa ~~~. Gimana lagi coba
Beberapa menit kemudian Velove memberikan nomor pemilik bimbelnya. Eri langsung mengirimkan curriculum vitae kepada pemilik bimbel tersebut. Dia lalu diberikan sedikit arahan. Tentang apa nama bimbel dan aturan-aturannya. Ternyata memang semudah itu direkrut sebagai guru les atau memang hanya pekerjaan ini yang bisa menerimanya?
Setidaknya sekarang Erilya memiliki kegiatan selain termenung di depan laptop dan meratapi hidup yang berada di luar kendalinya. Akan tetapi, di dalam dirinya dia tidak tahu apakah bisa mengajar pelajaran anak kecil? Apalagi sekarang mata pelajaran anak kecil lebih susah dari yang dia perkirakan. Apakah Erilya bisa melewatinya?
Erilya memutar kursinya. Dia menatap wajahnya di cermin kembali. Wajah tirus dengan mata cekung berwarna hitam, bibir pucat, dan kulit wajah yang terdapat bekas jerawat trlihat tidak memiliki pesona yang bagus. “Kayak gini mau deketin Geo yang udah sukses itu. Mending balik tidur aja.”
Erilya lalu merangkak ke atas kasurnya. Lebih baik dia tidur siang saja. Membuka mata di saat orang-orang sedang melakukan aktivitasnya sungguh berhasil membuatnya membenci pagi dan siang hari. Dia baru menyukai dunia malam yang memeluk sepinya.