Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ikhlas Berbuah Cinta
MENU
About Us  

Hampir sebulan ini suasana kafe masih sangat ramai dan Alhamdulillah aku masih bisa meng-handle-nya, Bang Randi juga ikut berperan serta saat orang-orang tidak melihat. Halnya seminggu lalu, saat aku ketiduran di kasir, dia yang melanjutkan menghitung pemasukan. Bahkan, juga pernah membawa mahasiswanya ke kafe dengan alibi bimbingan skripsi di sana padahal nyatanya sebagai media promosi. 

Untuk berdiskusi saja dengannya aku sangat jarang karena dia pernah bilang "lakukan saja gimana baiknya, aku sibuk". 

Mendengar penuturannya itu tentunya aku dongkol, tetapi harus tetap bersabar. Kalau dipikir-pikir selama sebulan ini aku lebih sering berpapasan dengan Bang Rizal. dia tak pernah absen ke kafe beserta teman-temannya walau sekedar numpang WiFi. Dia sangat ramah kepada siapa saja. Bahkan, semua karyawan dia sapa. Aku sempat heran juga kenapa Pak Rafli tidak memilih Bang Rizal saja yang mengelola kafe? Padahal bang Rizal seantusias itu.

Dalam satu bulan ini, banyak pelanggan yang ingin merayakan ulang tahun di kafe. Biasanya karyawan "The Hans" akan membantu mereka yang ingin memberikan kejutan. Seperti, kue biasanya diletakkan di ruang kasir. Kadang kami akan menghiasi kafe jika ada permintaan dari customer. Dari situ aku menemukan ide mungkin sangat cocok untuk diterapkan di kafe. 

Setiap tanggal 1, kami akan melakukan rapat di kantor pusat "The Hans". Aku sudah bersiap-siap menuju ke sana. Kembali aku merapikan jilbab dan gamis. Alhamdulillah sudah aman. Aku juga sudah mengoleskan sedikit make-up dan lipstik agar wajah tidak terlalu pucat. 

Itulah saran Zahra saat pertama kalinya membuka kafe dulu. Tak memperpanjang waktu, aku segera mengunci kontrakan dan mengambil motor yang terparkir di halaman. Motor itu merupakan hadiah dari diriku sendiri. Aku ingin memanjakan diri yang dulu sempat terabaikan karena gajiku dipakai untuk biaya kuliah dan berbagai pengeluaran untuk Mawar. Mengingat itu aku kembali merasa sangat kasihan kepada diriku. Setelahnya aku melajukan motor dengan kecepatan sedang membelah Jalan Jenderal Sudirman.

Begitu sampai di kantor pusat "The Hans", ternyata baru beberapa perwakilan yang datang. Sembari menunggu, aku mengobrol dengan Kak Yunda. dia dikenal paling ramah. dia memegang sebagai penanggungjawab swalayan.

Pak Rafli sudah datang, tetapi dari wajahnya tampak gusar. Bahkan, tadi sempat kami dengar Beliau membanting pintu mobil dengan kasar. Ada Kak Rena yang sejak tadi menunduk sambil menggandeng tangan Mala, sementara itu, Bang Randi dan Bang Rizal mendadak jadi pendiam. Mala menghampiriku, dia berbisik padaku. 

"Kakek marah Tante, sejak dari rumah dia marah-marah terus," bisiknya membuatku sedikit heran.

Belum sempat berbicara dengan Mala kami sudah disuruh masuk. Setelah semua duduk di kursi masing-masing, belum ada yang berani membuka pembicaraan. Bang Rizal yang biasanya banyak bicara kini memilih diam sedangkan Bang Randi seperti biasa dengan wajah datarnya, dan Kak Rena juga terlihat tegang.

Sampai akhirnya Pak Rafli membuka suara, aku juga merasakan ada aura berbeda dari yang biasanya lembut dan santai. Beliau mempersilahkan setiap penanggungjawab menyampaikan laporannya. Dari "Bakery" pusat, 3 cabang, swalayan, butik dan terakhir adalah kafe. Namun, saat aku hendak berdiri untuk menyampaikan laporan, Pak Rafli menjeda sebentar sehingga aku pun duduk kembali.

"Saya heran, kenapa dalam sebulan ini pemasukan dari "Bakery" begitu merosot, terutama di cabang Jalan Merdeka. Jauh beda dengan sebulan lalu," ucapnya dengan penuh rasa kecewa. 

"Bakery" di Jalan Merdeka adalah tempatku sebulan lalu, apa yang terjadi? Kenapa begitu merosot, padahal tempatnya cukup strategis.

"Mohon maaf, Pak. Kita memiliki saingan tepat di depan toko kita," ujar Kak Prita selaku penanggungjawab baru di sana.

"Saya yakin, bukan itu alasannya. Toh, toko itu sudah ada dua bulan lalu," imbuh pak Rafli. Sejak tadi tidak ada ucapannya yang terdengar santai.

Aku juga terkejut melihat suasana hati Beliau yang mungkin tidak baik karena pemasukan merosot, bahkan dari "Bakery" pusat dan cabangnya. 

"Saya juga dapat laporan kalau kamu tidak mengelola Bakery dengan baik, bahkan kamu lebih sering singgah di kafe dari pada di Bakery, benar begitu, Rizal?" 

Pak Rafli mengintrogasi anaknya yang duduk di samping Bang Randi.

Bang Rizal menunduk, sama sekali tidak berani menatap papanya.

"Jawab! Kenapa malah menunduk!" 

Suara Pak Rafli tiba-tiba meninggi hingga Bu Diah-istri Beliau, mengusap punggungnya.

"Tidak usah meninggikan suara, Pa," bisik istrinya lembut. 

"Anak ini loh, Ma. Udah dikasih yang bagus, malah nggak mau ngurus. Apa perlu kita kirim dia ke Kalimantan untuk mengurus kebun sawit di sana," ujar Pak Rafli kesal. Mendengar kalimat itu Bang Rizal menatap papanya.

"Jangan, Pa. Mulai hari ini Rizal akan lebih serius," bujuk Rizal memohon sementara semua penanggung jawab bakery hanya bisa menunduk. 

Setelah sedikit reda emosinya, selanjutnya Pak Rafli mempersilahkan aku untuk membacakan laporan kafe selama sebulan ini. 

"Alhamdulillah pemasukan di kafe sejak dibuka sebulan lalu selalu mengalami kenaikan, bahkan pada saat weekend pemasukan sangat meningkat. Maka dari itu juga kami akan membuka kembali info lowongan kerja karena pelayan di sana sudah sedikit kewalahan," ujarku dan ditanggapi oleh Pak Rafli dengan tersenyum puas. 

"Terima kasih laporannya. Silakan kembali duduk, Nak Dhira. Ini nih yang membuat Bapak suka dengan Dhira. Saya kagum dengan semangat dan etos kerjanya. Perlu ditiru oleh karyawan lain. Ditempatkan di mana pun, Alhamdulillah selalu mampu mengemban amanah dan berhasil," ujar Pak Rafli memberikan apresiasi secara terbuka dan tidak menyembunyikan rasa bangganya dengan kinerja karyawan. 

"Saya tidak membandingkan, hanya saja rasanya itu terbukti. Sebelumnya, waktu menanggungjawabi Bakery Cabang Jalan Merdeka, pemasukan selalu meningkat pesat dan sekarang di kafe juga begitu. Bapak sangat mengapresiasi kerja kerasmu, Nak," imbuh Pak Rafli dan kini sambil tersenyum puas, bahkan Ibu Diah juga ikut tersenyum bangga. 

"Kalian tentunya juga harus belajar dari Nak Dhira. Terutama kamu Rizal. Masa gak malu sama Nak Dhira yang lulusan pesantren, tetapi bisa sesukses ini dalam bekerja. Bahkan, ide-idenya selalu luar biasa dan sukses," pujinya lagi. 

"Iya Pa, iya …," jawab Bang Rizal tampak tidak senang. Aku sendiri merasa tidak enak disanjung seperti itu. Memang, setelah bekerja hampir lima tahun, baru kali ini Pak Rafli memujiku secara langsung di depan orang banyak, bahkan di depan keluarganya sendiri.

"Di antara kalian kalau masih ada keluh kesah, saran atau apapun itu silakan untuk disampaikan," lanjut Pak Rafli mempersilakan kami. Kini, nada bicaranya sudah terdengar lebih santai mungkin karena mendapat kepuasan atas keberhasilan kafe yang baru dibuka perdana sebulan lalu. 

Tak ada lagi yang berani untuk berbicara, mungkin karena terlanjur segan kepada Pak Rafli atau bisa jadi dongkol karena dibandingkan.

Aku tak menyia-nyiakan kesempatan untuk berbicara. Kemudian, aku langsung berdiri dan membuka coretan kecilku.

"Mohon izin sebelumnya. Saya ingin memberikan saran kalau misalnya di kafe jika ada yang ingin merayakan ulang tahun, kita bisa buat paketnya, seperti menyediakan kue, dekorasi dan menu. Bahkan, kalau bisa kita juga bisa menyediakan jasa sewa gaun sehingga antara kafe, bakery dan butik, bahkan swalayan bisa saling bekerja sama.

Selama ini biasanya untuk menu hari ulang tahun mereka bisa request apa saja. Mungkin yang kita sediakan hanya kue, jasa dekorasi dan jasa sewa gaun. Nanti kita bisa promosikan di link pemesanan, dan mencantumkan nomor telepon kafe. Jika ada yang tertarik bisa langsung mereka tanyakan," paparku panjang lebar. 

Pak Rafli tersenyum lebar.

"Saya suka idemu, boleh nanti kita aplikasikan. Saya akan cari orang yang ahli di bidang dekorasi," sambut Pak Rafli senang. 

"Wah, bagus itu, Pa. Biar  Butik juga banyak yang tahu. Apalagi masih sepi," ujar Kak Rena dengan suara lirih. 

Saat pandanganku tertuju kepada Bang Randi ternyata dia juga menatapku. Aku bingung, apakah ada yang aneh. Namun, aku tidak peduli karena hanya menyampaikan ide. Jika disetujui ya, alhamdulilah. 

Hampir satu bulan sudah bekerja sama, aku masih sangat jarang berdiskusi dengan Bang Randi. Beliau pernah menyampaikan, "Lakukanlah apa yang ingin kamu lakukan."

Sejak itu, aku malas untuk mengajaknya diskusi. Apalagi, Beliau juga sangat sibuk dengan tugasnya sebagai dosen.

"Untuk Randi, Papa juga minta agar saling bekerja sama dengan Nak Dhira. Jangan biarkan dia bekerja sendirian. Walaupun tugasmu banyak, luangkan waktu juga untuk kafe," saran Pak Rafli kepada putra pertamanya.

Bang Randi tidak membalas apa pun. dia tetap dengan wajah datarnya.

"Dengar, gak?"

"Iya, Pa," jawabnya singkat.

Bahkan, kepada orang tuanya saja bicaranya seperti itu. Bagaimana bicara kepada orang lain? 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
I Found Myself
42      38     0     
Romance
Kate Diana Elizabeth memiliki seorang kekasih bernama George Hanry Phoenix. Kate harus terus mengerti apapun kondisi Hanry, harus memahami setiap kekurangan milik Hanry, dengan segala sikap Egois Hanry. Bahkan, Kate merasa Hanry tidak benar-benar mencintai Kate. Apa Kate akan terus mempertahankan Hanry?
Taruhan
51      48     0     
Humor
Sasha tahu dia malas. Tapi siapa sangka, sebuah taruhan konyol membuatnya ingin menembus PTN impian—sesuatu yang bahkan tak pernah masuk daftar mimpinya. Riko terbiasa hidup dalam kekacauan. Label “bad boy madesu” melekat padanya. Tapi saat cewek malas penuh tekad itu menantangnya, Riko justru tergoda untuk berubah—bukan demi siapa-siapa, tapi demi membuktikan bahwa hidupnya belum tama...
Senja di Balik Jendela Berembun
18      18     0     
Inspirational
Senja di Balik Jendela Berembun Mentari merayap perlahan di balik awan kelabu, meninggalkan jejak jingga yang memudar di cakrawala. Hujan turun rintik-rintik sejak sore, membasahi kaca jendela kamar yang berembun. Di baliknya, Arya duduk termangu, secangkir teh chamomile di tangannya yang mulai mendingin. Usianya baru dua puluh lima, namun beban di pundaknya terasa seperti telah ...
Jadi Diri Sendiri Itu Capek, Tapi Lucu
1861      759     5     
Humor
Jadi Diri Sendiri Itu Capek, Tapi Lucu Buku ini adalah pelukan hangat sekaligus lelucon internal untuk semua orang yang pernah duduk di pojok kamar, nanya ke diri sendiri: Aku ini siapa, sih? atau lebih parah: Kenapa aku begini banget ya? Lewat 47 bab pendek yang renyah tapi penuh makna, buku ini mengajak kamu untuk tertawa di tengah overthinking, menghela napas saat hidup rasanya terlalu pad...
Sebelah Hati
860      596     0     
Romance
Sudah bertahun-tahun Kanaya memendam perasaan pada Praja. Sejak masih berseragam biru-putih, hingga kini, yah sudah terlalu lama berkubang dengan penantian yang tak tentu. Kini saat Praja tiba-tiba muncul, membutuhkan bantuan Kanaya, akankah Kanaya kembali membuka hatinya yang sudah babak belur oleh perasaan bertepuk sebelah tangannya pada Praja?
Finding My Way
627      428     2     
Inspirational
Medina benci Mama! Padahal Mama tunawicara, tapi sikapnya yang otoriter seolah mampu menghancurkan dunia. Mama juga membuat Papa pergi, menjadikan rumah tidak lagi pantas disebut tempat berpulang melainkan neraka. Belum lagi aturan-aturan konyol yang Mama terapkan, entah apa ada yang lebih buruk darinya. Benarkah demikian?
GEANDRA
401      316     1     
Romance
Gean, remaja 17 tahun yang tengah memperjuangkan tiga cinta dalam hidupnya. Cinta sang papa yang hilang karena hadirnya wanita ketiga dalam keluarganya. Cinta seorang anak Kiayi tempatnya mencari jati diri. Dan cinta Ilahi yang selama ini dia cari. Dalam masa perjuangan itu, ia harus mendapat beragam tekanan dan gangguan dari orang-orang yang membencinya. Apakah Gean berhasil mencapai tuj...
Solita Residen
1458      807     11     
Mystery
Kalau kamu bisa melihat hal-hal yang orang lain tidak bisa... bukan berarti kau harus menunjukkannya pada semua orang. Dunia ini belum tentu siap untuk itu. Rembulan tidak memilih untuk menjadi berbeda. Sejak kecil, ia bisa melihat yang tak kasatmata, mendengar yang tak bersuara, dan memahami sunyi lebih dari siapa pun. Dunia menolaknya, menertawakannya, menyebutnya aneh. Tapi semua berubah seja...
Sweet Punishment
170      105     9     
Mystery
Aku tak menyangka wanita yang ku cintai ternyata seorang wanita yang menganggap ku hanya pria yang di dapatkannya dari taruhan kecil bersama dengan kelima teman wanitanya. Setelah selesai mempermainkan ku, dia minta putus padaku terlebih dahulu. Aku sebenarnya juga sudah muak dengannya, apalagi Selama berpacaran dengan ku ternyata dia masih berhubungan dengan mantannya yaitu Jackson Wilder seo...
Bisikan yang Hilang
63      57     2     
Romance
Di sebuah sudut Malioboro yang ramai tapi hangat, Bentala Niyala penulis yang lebih suka bersembunyi di balik nama pena tak sengaja bertemu lagi dengan Radinka, sosok asing yang belakangan justru terasa akrab. Dari obrolan ringan yang berlanjut ke diskusi tentang trauma, buku, dan teknologi, muncul benang-benang halus yang mulai menyulam hubungan di antara mereka. Ditemani Arka, teman Radinka yan...