Seakan ikut mengamini suasana hati Dow yang galau, pagi ini hujan turun cukup deras membuat Dow dan Oi harus rela meninggalkan sepedanya di rumah dan duduk bersisian di ujung belakang bus.
“Jadi … apa rencanamu sekarang?” tanya Oi memecah keheningan diantara mereka.
Tidak seperti yang ia bayangkan sebelumnya, bus ternyata tidak cukup padat, bahkan hanya mereka berdua yang duduk di bangku paling belakang. Mungkin karena hujan jadi tidak banyak orang yang keluar rumah. Kecuali yang harus, seperti mereka berdua.
“Soal kontrak, Dad atau …?”
“Semua?” Oi mengangkat bahu, lalu tertawa. “Okay, satu-satu dulu, kontrak. Apa yang akan kau lakukan? Tentunya mereka tidak akan menunggumu selamanya, kan?”
“Ed Han memberiku waktu tiga minggu terhitung kemarin,” Dow mengangguk.
Jika ia menuruti ego untuk memutuskan masa depannya, tidak perlu waktu tiga minggu untuk menjawab. Kemarin ia bisa memberi Ed Han jawaban. Tapi, tentu saja, Ed Han tidak semudah itu dipatahkan semangatnya. Seperti yang dibilang Ed Han, jangan terburu-buru ditolak, baca, pikirkan baru putuskan. Walaupun ada sedikit keinginannya untuk membuktikan jika Ed Han salah.
Hanya saja, rasanya tolol sekali jika mempertaruhkan masa depan hanya untuk pembuktian atau sekedar kepuasan ego sesaat. Dengan kisah yang mirip, Ed Han punya keyakinan yang tinggi untuk Dow mengulang kisah hidup si legenda tari, bahkan kalau mungkin berikut kisah cintanya. Ha!
Sampai detik ini pun, satu-satunya gadis yang dekat dengan dirinya hanyalah Oi, dan dia tidak bisa menari. Selain Oi, ada Chloe, tapi dia sudah bersama Will.
Oke, cukup. Bukan saat yang tepat untuk memikirkan asmara.
Sebagai tambahan, semalam Dow menghabiskan banyak waktunya di depan komputer, mencari tahu lebih dalam mengenai Ed Han. Terutama mengenai karir, harus diakui jika karirnya di dunia hiburan sangat impresif. Mungkin juga kerena didukung sarana dan prasarana yang memadai.
Dari penemuannya, Dow berpikir, seandainya. Seandainya ia benar menerima tawaran Ed Han, masa depan seperti apa yang akan ia miliki? Skema paling menarik untuknya adalah mengikuti jejak Ed Han, mungkin kelak ia tidak akan tampil di panggung, melainkan menjadi pencipta konsep.
“Jadi?” kejar Oi. Gadis itu menatapnya dengan tatapan aneh.
Untuk pertama kalinya dari rumah hingga hampir setengah jalan, Dow mengalihkan perhatiannya dari jendela bus. Mengangkat satu alisnya begitu mendengar pertanyaan Oi.
“Jadi?” ulang Dow bodoh.
“Ed Han, bagaimana kelanjutannya.”
“Kau tahu Ed Han?” tanya Dow terheran-heran.
Oi menyentil dahi Dow.
“Sepertinya kemarin kita sudah membicarakan ini dan dengan jelas menyatakan jika aku tahu Ed Han, kemarin kau sama sekali tidak heran ketika aku menyebutkan namanya. Kenapa sekarang baru heran? Lagipula berapa kali kau ngiler ketika melihat tarian Ed Han? Tentu saja aku tahu siap Ed Han! Bodoh.”
Dow mengusap dahinya pelan sambil memikirkan ulang kata-kata Oi. Iya juga, kenapa kemarin dirinya tidak merasa aneh kalau Oi tahu siapa Ed Han? Apa mungkin dirinya terlalu fokus dengan dirinya sendiri hingga tidak memperhatikan apa yang dibilang Oi atau bagaimana Oi bisa mengucapkan kata-katanya kemarin?
“Aku nggak menyangka kau mengingat Ed Han,” ujar Dow akhirnya.
Oi melotot seolah Dow telah menghinanya.
“Jadi … kemarin kau sudah bertemu langsung dengan talent dan art director-nya, lalu apa?”
“Lalu menawariku kontrak baru. Bukannya kemarin aku sudah memberi tahumu?” Dow bertanya balik.
“Maksudku apa yang akan kau lakukan dengan kontrak itu?” Oi kembali melotot jengkel dengan gemas, gadis itu mencubit lengan Dow. “Astagaaaa.”
“Ow! Kau ini kenapa, sih!” jerit Dow tertahan.
Oi hanya melotot dan bersiap untuk melancarkan cubitan kembali, Dow segera memeluk lengannya untuk melindungi, lalu buru-buru menjawab.
“Aku belum tahu. Kemarin aku mencari tahu Ed Han di internet, mencari tahu informasi selain sebagai penari,” aku Dow.
“Kau tahu? Aku suka Ed Han,” Oi nyengir lebar ketika Dow menatapnya tajam. “Oh, ayolah Dow, aku nggak akan berkhianat. Tapi kau nggak akan mengelak kalau beliau khusus datang untuk melihatmu menari live pasti ada sesuatu yang lain, kan?”
Dow mencebik. Oi benar. Seperti yang dipikirkannya tadi, selain ingin menyamakan kisah, ada sebagian dari dirinya yang percaya jika Ed Han melihat potensi dirinya. Tidak setiap hari seorang talent and art director akan mengunjungi calon artis yang akan dikontraknya, kan?
Sambil mengangkat kedua tangan di belakang kepala, Dow mendesah.
“Aku nggak tahu jelasnya, tapi kurasa akan ada follow up dari semua ini. Mereka juga nggak akan seceroboh itu, atau langsung menerimaku, kan? Lagipula ini hanya audisi, keputusan terakhir tetap aku tanda tangan kontrak atau nggak,”
“So … tanda tangan atau tidak?” tanya Oi dengan memasang wajah tidak bersalah.
Dow menatap gadis di sampingnya datar.
“Kau ini menyebalkan, ya?”
Oi terkekeh.
“Pernah nggak kau memikirkan kembali ucapan Jane?”
“Jane?” ulang Dow dengan satu alis terangkat. Apalagi yang ia lupa? Seingatnya terakhir ia bertemu Jane adalah saat di penampungan, seingatnya pula, Jane tidak bicara yang aneh-aneh.
“Kemarin di shelter, andai kau menerima tawaran ini, lalu menjadi pro. Kau bisa membeli tanah Mr. Rob untuk memperluas shelter. Plus, kalau memungkinkan bisa menjadikannya sanctuary. Kalau sanctuary ini cita-cita pribadi Jane sih. Dia selalu sedih ketika Second Chances nggak bisa berbuat-apa-apa ketika ada rescue yang harus ditidurkan karena keterbatasan tempat atau nggak ada yang mengadopsi,” Oi mengembuskan napas berat.
Sialnya, ucapan Oi terus terngiang di telinga Dow, bahkan nyaris mengganggunya selama pelajaran sepanjang hari ini. Sejujurnya, inilah alasan utama kenapa Dow sebisa mungkin menghindari konflik.
Ia tidak suka perasaan terombang-ambing seperti ini.
Sekarang, ketika Dow mengulang skema yang ia buat semalam kemudian ditambah ucapan Oi mengenai keinginan Jane mengenai masa depan Second Chances, Dow semakin terbelah. Untuk pertama kalinya ia punya keinginan untuk meninggalkan cita-cita menjadi dokter hewan.
Oh no.
Benarkah menerima tawaran Ed Han layak untuk membuatnya meninggalkan cita-citanya? Semakin ia memikirkan segalanya dari berbagai sisi, menjadi penari profesional terdengar semakin menjanjikan.
“Hari ini kau pendiam sekali, kau baik-baik saja?” tanya Chloe.
Dow mendongak, tentu saja, Chloe dan Will. Kalau ada orang lain selain Oi yang bisa menemukan tempat persembunyiannya, orang itu pastilah Will, atau Chloe. Tapi karena saat ini keduanya sudah seperti kembar satu tubuh beda kepala, jadi, di mana ada Chloe di situ lah Will berada.
Memang menyenangkan punya teman yang bisa diandalkan, tapi ketika yang kau inginkan adalah kedamaian dan ketenangan, jarang teman tersebut membiarkan kau mendapatkan apa yang kau inginkan. Mereka lebih suka mencari di mana kau bersembunyi.
Lalu membuatmu bicara.
Will mengangsurkan botol air putih, bersandar di pohon dengan kedua mata tidak beralih dari Dow.
“Kau belum memberi tahu kami soal kemarin ketika Mr. York memintamu untuk tinggal,” ujar Will.
Dow membuka tutup botol dan meneguk isinya.
“Kau tahu talent and art director 3CG Ent?’ tanya Dow.
Will dan Chloe serentak mengangkat alis.
“Ed Han.”
“Ed Han?”
Will dan Chloe menjawab bersamaan tapi dengan dua nada yang berbeda.
“Beliau kah yang kemarin menemuimu?” tanya Chloe.
“Yeah.”
There, he said it. Sebenarnya bukan rahasia Mr. York dan Ed Han memintanya bertemu, toh beliau berdua juga tidak menginstruksikan Dow untuk merahasiakan pertemuan kemarin. Tapi rasanya ada beban yang ia letakkan begitu ia memberi tahu Will dan Chloe. Bagaimanapun juga mereka berdua juga menjalani audisi di 3 CG Ent, rasanya tidak nyaman ketika ia menyembunyikan sesuatu.
“Wah!” seru Chloe dengan suara tertahan, dengan cepat gadis itu duduk di samping Dow lalu membombardirnya dengan pertanyaan beruntun. “Lalu? Beliau berkata apa? Menawarimu untuk bergabung?”
“Chloe,” panggil Will mengingatkan.
“Opsiee, sorry,” Chloe nyengir malu.
“Ed Han memberiku waktu tiga minggu untuk memutuskan,” aku Dow.
“Jadi kau diberi waktu ekstra satu minggu. Karena kami harus mengembalikan kontrak akhir minggu ini—bergabung atau nggak,” kali ini Will yang menjawab.
“Kalian sudah memutuskan?” tanya Dow.
Keduanya mengangguk.
“Bukan hanya kami berdua,” Chloe menunjuk dirinya dan Will. “Semua akan bergabung. Karena itu, kalau kau memutuskan untuk bergabung juga, tim kita mungkin akan tetap menjadi satu kesatuan. Aku bukan berusaha untuk membujukmu,” tambah Chloe cepat-cepat. Gadis itu menggigit bibir bawahnya dengan gugup lalu menatap Will dan Dow bergantian. “Just stating a fact.”
“Aku tahu,” ujar Dow.
“Hei Dow, pernah kah kau merasa kalau kau ingin membuktikan pada semua orang jika pilihanmu nggak salah?” tanya Will tiba-tiba mengalihkan topik pembicaraan.
Oh man, bukan hanya sekali, dua kali. Kalau dirinya mau jujur, malah akhir-akhir ini hanya pikiran semacam itu yang membuatnya masih keras kepala.
“Nggak mungkinkah kau bergabung 3CG Ent tapi nanti tetap melanjutkan ke kedokteran?” tanya Chloe.
“Maksudnya?” tanya Will.
“Begini, mungkinkah Dow mengajukan syarat kepada 3CG Ent kalau kelak ia lulus, ia akan melanjutkan belajar di kedokteran, dan tari menjadi karir kedua,” jelas Chloe.
“I ain’t that special. Mungkin Ed Han datang ke mari, menemuiku secara pribadi, tapi aku yakin, aku nggak seistimewa itu hingga bisa mengajukan syarat serupa,” Dow menggeleng.
“Bukan berarti nggak bisa kau coba, kan?” timpal Will.
Dow terdiam. Setelah Oi dan Jane, sekarang giliran Chloe dan Will yang mengajukan opsi baru. Saran dari Chloe terdengar masuk akal. Tapi benarkah mereka mau? Karena kasarnya orang bicara, dengan syarat seperti yang diajukan oleh Chloe, 3CG Ent tidak lebih sebagai tempat cadangan dan sekedar untuk menghabiskan waktu hingga ia diterima di sekolah kedokteran.
Sekolah kedokteran tapi masih tetap bergabung dengan 3CG Ent?
Legit question.
Setahu Dow, sekolah kedokteran membutuhkan waktu sama panjangnya dengan latihan tari. Mungkin kalau ia mendapat tawaran untuk bekerja di Second Chances, itu baru tawaran yang tepat, tapi tari?
Terdengar absurd.
Omong-omong, adakah penari yang pernah bersekolah di kedokteran?
Nanti perlu dicari.
Dirinya butuh lebih banyak referensi, Lisa Kudrow saja tidak cukup.
“Mungkin kau bisa mencari Mr. York untuk membicarakan kontrakmu. Mungkin ada poin-poin yang bisa kau jadikan tawaran,” saran Will lagi.
“Bagaimana dengan kalian?” tanya Dow.
“Oh kami pun melakukan hal yang sama, ada beberapa hal yang akan kami diskusikan,” jawab Chloe.
Oh jadi tidak langsung tanda-tangan. Ingin rasanya Dow menyentil jidatnya sediri karena kenaifannya. Tentu saja mereka minta pendapat profesional yang mengerti hukum sebelum tanda tangan, tolol.
“Kalau kau mau, Dad bisa membantumu me-review kontrak, dan memberimu saran poin-poin mana saja yang bisa ditawarkan untuk revisi,” tambah Chloe.
Dow baru ingat jika Daddy-nya Chloe seorang pengacara—
“Kau juga?” tanya Dow pada Will.
Will mengangkat bahu. “Bukan hanya aku, semuanya kok.”
Chloe mengangguk ketika Dow menatapnya untuk mengkonfirmasi jawaban sang pacar.
“Kalau kau benar ingin, aku akan tanyakan Dad kapan beliau bisa bertemu denganmu.”
Dow mengacak-acak rambutnya frustasi. Jadi sekarang, satu-satunya halangan baginya untuk bergabung adalah dirinya sendiri dan keinginan untuk tetap menjadi dokter hewan.
Pertanyaannya adalah, haruskah?