Loading...
Logo TinLit
Read Story - Je te Vois
MENU
About Us  

“Jadi, rapat selanjutnya minggu depan,” suara Darrell menggema di ruang drama yang kini setengah kosong karena sebagian panitia sudah mencicil beres-beres. 

Oi melirik jam tangan. Sudah hampir sore. 

“Cukup, kan waktu satu minggu? Maaf skenarionya terlambat, jadi kita semua terlambat dari jadwal yang seharusnya,” imbuh Darrell.

“Sudah pasti skenarionya yang ini?” tanya Oi, separuh curiga. Bukan sekali-dua kali kami harus membongkar ulang konsep gara-gara perubahan naskah karena tidak disetujui perwakilan wali murid. Kadang Oi bertanya-tanya, apa Dewan Sekolah dan Komite Orang Tua benar-benar memahami bagaimana rumitnya membuat satu desain kostum yang utuh? Sekali mereka revisi, itu artinya semua harus memulai dari nol lagi. Belum lagi koreografi, tapi itu bukan masalahnya, karena Dow pasti bisa menanganinya.

“Nggak. Nggak akan ada perubahan lagi. Aku sudah memastikan dengan Mrs. Hilliard, kubilang, kalau terus diubah, kita nggak akan bisa bekerja kalau terus diubah. Lagipula, pro dan kontra akan selalu ada, nggak peduli seperti apapun naskahnya. Kalau ada pihak-pihak yang tersinggung, itu urusan mereka yang nggak bisa menempatkan seni pada tempatnya,” Darrell mengedikkan bahu.

Oi mengangguk, walaupun dalam hati masih setengah percaya, setengah tidak.

“Good to know,” Dow menyahut dari kursinya, suaranya terdengar malas. “Membuat, dan melatih koreografi tidak mudah, butuh waktu juga. Apa yang mereka pikirkan dengan revisi sana-sini.”

Oi nyaris berkomentar, tapi bisa menahan diri. Meski dirinya tidak tahu detail proses pembuatan koreografi, setidaknya Oi paham mereka berdua cukup kerepotan dengan sempitnya waktu yang mereka punya.

Semua yang terlibat dalam drama festival kali ini tahu jika naskah awal susah mendapat persetujuan dari Dewan Sekolah dan Komite Orang Tua karena mengangkat isu sosial, terutama me too movement. Para orang dewasa beranggapan isu tersebut tergolong sensitif, jadi mereka ingin memastikan untuk menutup semua celah yang memungkinkan drama ini mendapat protes. Padahal para siswa tidak pernah berniat menyudutkan siapa pun. Mereka hanya ingin bicara. Lewat cerita. Lewat gerak. Lewat desain. Lewat suara. Mereka ingin didengar, bahwa mereka bagian dari masyarakat yang sangat mungkin pernah menjadi korban.

Bukankah sebenarnya bagus kalau anak muda punya kesadaran mengenai hal ini? Sayangnya pihak sekolah banyak berpihak pada Komite Orang Tua, karena beberapa alasan, terutama karena sebagian besar dana festival berasal dari komite.

“Tapi, Dow, kau, dan timmu genius, kurasa tidak akan ada masalah,” Darrell menyeringai.

“Kau nggak perlu membuat kepala Dow lebih besar lagi Darr, aku khawatir dia nggak bisa melewati pintu,” timpal Oi.

“Gampang, aku akan lewat atap,” seloroh Dow diikuti oleh gelak tawa semua panitia yang hadir.

So, next week?” Darrell menatap semuanya. Ketika semua yang hadir mengangguk mengiyakan, Darrell pun menutup rapat hari ini. “See you all again next week. Kuharap ada progres dari proyek kita ini. Sampai jumpa minggu depan!”

“Sampai jumpa minggu depan!” sahut seluruh panitia serempak.

Oi, dan Dow melangkah keluar dari ruang drama bersamaan. Mereka berdua berjalan beriringan di koridor menuju studio tari. Di tengah jalan, Dow berhenti, matanya tertumbuk pada papan pengumuman.

“Kau benar-benar akan ikut kompetisi?” tanyanya sambil menunjuk sebuah pamflet jurnal ilmiah dengan dagunya.

“Kompetisi?” ulang Oi.

Dow menunjuk pamflet dengan dagunya. 

“Oh, di sini juga ada ya,” Oi mendekat, membaca isinya padahal sudah hafal. Jelas dirinya sudah melihat pamflet yang sama sejak dua minggu lalu di website sekolah. Kalau tidak, bagaimana mungkin gadis itu merekrut Thomas sebagai rekan menulis, dan riset? 

“Memang kau tidak membaca di sini? Darimana kau dapat infonya?” tanya Dow.

“Sekolah kita punya website yang selalu update Dow. Tidak bisakah kau lebih modern sedikit?” tukas Oi.

“Tidak ada hubungannya antara modern, dan tahu isi website sekolah,” sahut Dow.

“Setidaknya, kalau kau berhenti menjadi manusia gua, kau akan tahu jika informasi akan lebih cepat tersebar melalui internet.”

“Terserah apa katamu,” gerutu Dow.

Oi terkekeh. Percakapan semacam ini terjadi hampir setiap saat. Oi, dan Dow tidak selalu sependapat, tapi mereka punya semacam ritme yang pas. Seperti benang dan jarum. Seperti musik dan gerakan. Berseberangan, tapi saling melengkapi.

Keduanya kembali berjalan menyusuri koridor menuju studio tari.

“Memang kau bisa membagi waktu? Membuat jurnal ilmiah butuh penelitian, kau pun masih harus mendesain semua kostum drama,” komentar Dow sambil berjalan lagi. “Kapan hari kau mengerjakan sampai larut.”

“Oh, kau tidak perlu khawatir, I’m good at multitasking,” Oi mengibaskan rambut.

“Sombong.”

Oi mengedipkan sebelah matanya. Dow pura-pura muntah.

“Kau sudah punya topik yang akan kau bahas?” tanya Dow lagi, kali ini lebih serius.

“Aku, dan Thomas sudah menentukan topiknya.”

Dow otomatis mengerang ketika mendenga Oi menyebut nama Thomas.

“Kau mau membantu?” goda Oi.

Dow boleh saja tidak tertarik dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan kematian di masa lalu. Tapi sebagai sahabat yang saling mendukung satu dengan yang lain, Oi yakin Dow tidak ingin tertinggal berita. Buktinya, cowok itu sempat marah-marah karena dirinya menghabiskan banyak waktu dengan Thomas. Selama ini, kontribusi yang diberikan Dow pada hobi Oi menelisik kematian kuno adalah menemani Oi di perpustakaan atau mencarikan buku referensi. Oh, terkadang juga membantu mengetikkan di laptop. Meskipun mengetik merupakan pilihan terakhir cowok itu. 

Dow beralasan mengetik berarti juga membaca, dengan membaca, mau tidak mau dirinya harus terekspos dengan kisah-kisah kematian di masa lalu—yang sudah pasti mengerikan. Dow paham pada akhirnya akan mati tidak terkecuali dirinya, dan sejujurnya? Kematian manusia zaman sekarang tidak mengerikan, bahkan cenderung biasa saja, sangat berbeda dengan kematian-kematian yang ditelisik Oi. Tidak ada yang mengerikan dari seseorang yang terlihat sedang tidur memeluk sebuket bunga di dalam peti mati berenda-renda. Nah, kalau yang diikat dengan kain berlapis-lapis sekujur tubuhnya, dan masih utuh selama ribuan tahun, itu lain cerita.

“Sudah ada gambaran, tapi belum memastikan akan menulis yang mana. Kau mau membantu?”

“Asal bukan sesuatu yang horor,” jawab Dow seraya membuka pintu studio, menahannya, membiarkan Oi masuk lebih dulu.

“Mencari artikel penunjang mengenai sistem pemummian?” goda Oi.

Sontak Dow melotot mendengar permintaan tersebut. Oi yang semula berusaha menampakkan raut muka datar, dan berusaha setengah mati untuk menahan tawa, akhirnya tawa Oi pun pecah di tengah studio yang sepi.

“Kenapa, sih? Semua orang akan mati, kan?” tanya Oi di sela-sela tawa.

“Yep, aku sadar itu, masalahnya adalah, membuat mayat utuh beribu-ribu tahun itu yang nggak masuk akal, I mean, what for?

Religion, for belief's sake?

I’m not a religious person, aku nggak bisa berkomentar soal itu,” Dow merentangkan kedua tangannya lebar-lebar. 

“Nggak perlu religius untuk bisa mengerti mereka,” alis Oi terangkat, ketika menyadari studio sepi. “Nggak ada yang latihan?”

“Sudah pulang semua, aku yang terakhir,” Dow mengangkat bahu. Ia sudah sibuk memasukkan pakaian latihannya yang kotor ke dalam tas. “Kita langsung pulang atau mampir perpus dulu?”

“Kenapa kalau ke perpus dulu?” tanya Oi.

“Kalau ke perpus dulu, aku tidak akan bawa pulang semuanya, repot,” Dow menunjuk tasnya yang menggelembung besar.

“Pulang sajalah, nanti mampir beli makanan buat Teri saja,” pungkas Oi.

Dow mengangguk. Kami keluar dari studio, dan menuju gerbang.

Oi memikirkan rapat tadi. Tentang kostum-kostum yang harus kubuat. Tahun ini, tidak ada karakter ‘baik’ atau ‘jahat’ yang jelas. Semua abu-abu. Oi harus menciptakan desain yang bisa menggambarkan kekacauan batin, luka, dan kekuatan, semua dalam satu setelan. Tantangan terbesarnya adalah kostum untuk pemeran utama perempuan, tokoh yang menjadi korban dan sekaligus penyintas. Ia harus tampil kuat, tapi tidak berarti tidak rapuh. Oi ingin memadukan tekstur—bahan lembut seperti sifon dengan potongan tajam seperti kulit sintetis. Bertabrakan, tapi saling melengkapi. Seperti hidupnya.

“Oh …” Oi mendadak terkesiap.

“Kenapa?” tanya Dow ketika Oi terkesiap.

“Nggak kenapa-kenapa, hanya mendapat ide untuk kostum pemeran utama,” jawab Oi bersemangat. 

“Sketsa yang kaubuat kemarin bisa kau gunakan untuk skenario ini?” tanya Dow lagi.

“Tentu bisa, kenapa nggak?” 

Dow mengedikkan bahu. 

“Kau punya rekomendasi bagaimana aku harus mendesain kostummu? Kau, dan Will masing-masing punya sesi solo, kan?”

Dow mengangguk-angguk. “Aku belum tahu, mungkin tergantung Will, tergantung koreo yang disetujui juga.”

“Kurasa Mr. York nggak akan selembek Mrs. Hilliard,” komentar Oi.

“Maksudnya?” Dow menoleh, menatap Oi.

“Maksudnya, Mr. York kemungkinan hanya akan memberi arahan, atau kritik ini itu, tapi oke-oke saja dengan semua ciptaanmu. Nggak seperti Mrs. Hilliard yang banyak tunduk pada Komite Orang Tua,” Oi mengerutkan hidung ketika mengoceh mengenai ketidaksetujuannya dengan sikap Mrs. Hilliard yang bertindak sebagai penanggung jawab festival sekolah. 

“Kapan hari, kau sendiri yang bilang, sulit berhadapan orang tua,” Dow mengingatkan. “Mrs. Hilliard hanya menjadi jembatan antara orang tua dan kita, anak muda. Kurasa beliau memang harus mau berkompromi.”

“Tetap saja menyebalkan, karena sekarang waktu kita makin sempit.”

“Yeah, anggap saja tantangan,” Dow menyeringai. 

Oi menarik napas panjang. Dow benar, ini adalah tantangan, tapi dia percaya: semuanya akan selesai. Karena ini bukan hanya soal festival sekolah. Ini tentang menyuarakan sesuatu. Tentang keberanian. Tentang menjadi diri sendiri.

Dan Oi siap untuk itu.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
The Second Lady?
447      323     6     
Short Story
Tentang seorang gadis bernama Melani yang sangat bingung memilih mempertahankan persahabatannya dengan Jillian, ataukah mempertahankan hubungan terlarangnya dengan Lucas, tunangan Jillian?
Good Art of Playing Feeling
404      298     1     
Short Story
Perkenalan York, seorang ahli farmasi Universitas Johns Hopskins, dengan Darren, seorang calon pewaris perusahaan internasional berbasis di Hongkong, membuka sebuah kisah cinta baru. Tanpa sepengetahuan Darren, York mempunyai sebuah ikrar setia yang diucapkan di depan mendiang ayahnya ketika masih hidup, yang akan menyeret Darren ke dalam nasib buruk. Bagaimana seharusnya mereka menjalin cinta...
Si 'Pemain' Basket
4881      1305     1     
Romance
Sejak pertama bertemu, Marvin sudah menyukai Dira yang ternyata adalah adik kelasnya. Perempuan mungil itu kemudian terus didekati oleh Marvin yang dia kenal sebagai 'playboy' di sekolahnya. Karena alasan itu, Dira mencoba untuk menjauhi Marvin. Namun sayang, kedua adik kembarnya malah membuat perempuan itu semakin dekat dengan Marvin. Apakah Marvin dapat memiliki Dira walau perempuan itu tau ...
A Sky Between Us
35      30     2     
Romance
Sejak kecil, Mentari selalu hidup di dalam sangkar besar bernama rumah. Kehidupannya ditentukan dari ia memulai hari hingga bagaimana harinya berakhir. Persis sebuah boneka. Suatu hari, Mentari diberikan jalan untuk mendapat kebebasan. Jalan itu dilabeli dengan sebutan 'pernikahan'. Menukar kehidupan yang ia jalani dengan rutinitas baru yang tak bisa ia terawang akhirnya benar-benar sebuah taruha...
Kasih yang Tak Sampai
629      429     0     
Short Story
Terkadang cinta itu tak harus memiliki. Karena cinta sejati adalah ketika kita melihat orang kita cintai bahagia. Walaupun dia bahagia bukan bersama kita.
Dear Diary
641      429     1     
Short Story
Barangkali jika siang itu aku tidak membongkar isi lemariku yang penuh buku dan tumpukan berkas berdebu, aku tidak akan pernah menemukan buku itu. Dan perjalanan kembali ke masa lalu ini tidak akan pernah terjadi. Dear diary, Aku, Tara Aulia Maharani umur 25 tahun, bersedia melakukan perjalanan lintas waktu ini.
Teacher's Love Story
3200      1091     11     
Romance
"Dia terlihat bahagia ketika sedang bersamaku, tapi ternyata ia memikirkan hal lainnya." "Dia memberi tahu apa yang tidak kuketahui, namun sesungguhnya ia hanya menjalankan kewajibannya." Jika semua orang berkata bahwa Mr. James guru idaman, yeah... Byanca pun berpikir seperti itu. Mr. James, guru yang baru saja menjadi wali kelas Byanca sekaligus guru fisikanya, adalah gu...
Semacam kentut tapi bukan
383      250     0     
Short Story
Terburu-buru tapi bukan dikejar setan. Dia keluar tanpa diminta dan bukan pada waktu yang tepat.
Surat yang Tak Kunjung Usai
656      443     2     
Mystery
Maura kehilangan separuh jiwanya saat Maureen saudara kembarnya ditemukan tewas di kamar tidur mereka. Semua orang menyebutnya bunuh diri. Semua orang ingin segera melupakan. Namun, Maura tidak bisa. Saat menemukan sebuah jurnal milik Maureen yang tersembunyi di rak perpustakaan sekolah, hidup Maura berubah. Setiap catatan yang tergores di dalamnya, setiap kalimat yang terpotong, seperti mengu...
Be Yours.
2938      1415     4     
Romance
Kekalahan Clarin membuatnya terpaksa mengikuti ekstrakurikuler cheerleader. Ia harus membagi waktu antara ekstrakurikuler atletik dan cheerleader. Belum lagi masalah dadanya yang terkadang sakit secara mendadak saat ia melakukan banyak kegiatan berat dan melelahkan. Namun demi impian Atlas, ia rela melakukan apa saja asal sahabatnya itu bahagia dan berhasil mewujudkan mimpi. Tetapi semakin lama, ...