Video pendek Zindy menjadi viral. Banyak yang tersentuh melihat foto masa kecil itu. Banyak juga pertanyaan dari para netizen. Kebanyakan membahas video terakhir dari brand Emcaya. Mata Zindy nampak sembab di video itu.
“Zin, videomu tentang ayah FYP.” Rara menunjukkan video dengan views yang mencapai satu juta lebih.
“Aku nggak tahu harus bilang gimana. Itu cuma pengen aja mengabadikan foto dengan ayah. Dia ternyata tidak membenciku. Dia sangat sayang kepadaku hingga tidak ingin membebani.” Tangan Zindy memegang liontin berbentuk huruf Z yang tergantung di lehernya.
“Kalung ini dari ayahmu ya?” Rara memperhatikan kalung dari emas putih itu.
“Iya, ini hadiah dari ayah. Tante Bella, saudara ayah kemarin menyerahkannya padaku. Aku takkan pernah melepas kalung ini. Ini amat berharga. Cinta ayahku abadi di sini.” Zindy menatap liontin itu.
“Iya. Aku paham. Sebaiknya di pengunci kalung nanti dipasang plester biar nggak gampang jatuh dan lepas. Nenekku yang mengajariku hal itu. Kayak gini!” Rara menunjukkan plester di kuncian kalung emas putih yang kebetulan sedang dia gunakan.
“Ide bagus. Ayo temani ke koperasi sekolah. Aku mau beli plester putih. Mumpung masih istirahat.” Ajak Zindy.
“Boleh. Ayok!” Rara bangkit sambil mengambil dompet di tas gendongnya.
“Zindy belum jualan ya?” Seorang anak kelas sebelah datang mencari Zindy.
“Belum. Warungnya masih tutup. Baru berduka. Ayahnya habis meninggal.” Sahut Rara.
“Oh. Maaf aku nggak tahu. Turut berduka cita.” Anak itu nampak merasa tidak enak hati.
“Makasih. Nggak papa. Maaf ya. Aku belum jualan.” Zindy berusaha tidak menangis lagi. “Aku belum ingin jualan dulu. Masih capek. Kemarin aja take video terakhir dibantu Kalib. Mataku masih sembab.” Zindy berjalan pelan sambil digandeng oleh Rara. Kedua menuju ke koperasi sekolah yang berada di dekat kantin.
“Nggak papa. Kamu butuh memulihkan hati dulu. Itu wajar dan manusiawi.” Rara segera membeli plester putih yang dia maksud.
“Aku ganti deh!” Zindy sudah mengeluarkan uang untuk mengganti uang Rara.
“Nggak usah. Cuma seribu perak doang kok. Aku juga butuh plesternya. Sini, aku bantu pakein!” Rara dengan cekatan membantu memasangkan plester putih itu ke kuncian kalung di leher Zindy. “Nah, kalau sudah begini kan kuat! Nggak gampang lepas.” Dia bangga dengan hasil pekerjaannya.
“Makasih, Ra. Kamu selalu ada saat aku butuh bantuan. Rasanya nggak pengen pisah sama kamu….” Zindy nampak sedih. “Kiya tinggal setahun lagi bareng di kelas dua belas. Kamu sahabatku yang paling tulus. Besok kalau udah lulus jangan lost contact ya!”
“Ih, kamu bikin aku sedih aja. Masih lama kok. Jangan diingat sekarang. Aku traktir deh. Ayo! Jajan dulu di kantin, nih!” Rara menyerahkan minuman jeruk botolan kepada Zindy.
Zindy tersenyum. Dia menerima minuman itu. “Makasih…..”
“Sudah lama aku nggak ke kantin sini. Biasanya kan ikut kamu cari cowok ganteng eh maksudku ikut jualan ke kelas sebelah. Hehehe.” Rara meminum teh botolan yamg dia beli.
“Udah ada yang cocok belum? Kalo ada kejar lah!” Zindy mengulang nasehat yang pernah Rara ucapkan.
“Aku mau fokus ujian dulu. Besok aja kalo kuliah deh, aku cari. Targetku masuk fakultas kedokteran nih!” Mulut Rara mulai sibuk mengunyah gorengan. “Cowok tampan memang menggoda tapi diterima masuk ke fakultas kedokteran lebih bagus!”
“Amin. Doakan ya semoga aku bisa masuk fakultas ekonomi. Pengen ambil jurusan manajemen.” Zindy mulai teringat lagi dengan rencana kuliahnya.
“Zindy kamu di sini?” Terdengar suara yang nampak familiar. Nampak Leon datang ditemani gengnya.
“Oh, hai Leon!” Sahut Rara.
“Hay….” Sapa Zindy lirih.
Leon duduk di kursi panjang kosong yang ada di depan Zindy dan Rara. “Aku dengar ayahmu meninggal ya? Turut berduka cita ya.”
“Terima kasih. Iya, ayahku meninggal beberapa hari yang lalu karena sakit gagal ginjal.” Zindy menghela napas. Dia masih rapuh jika teringat tentang ayah.
“Ehm, aku mau ngasih ini sedikit cemilan buat kamu.” Leon memberikan bingkisan yang ada di dalam tas plastik transparan. Ada dua batang coklat dengan bungkus merah muda, keripik kentang serta boneka beruang kecil warna merah muda. “Nggak banyak,cuma cemilan sama cokelat. Buat nemenin kamu kalo lagi nggak pengen ngomong sama siapa-siapa. Semoga suka ya.” Leon tersenyum.
Zindy menatap tas kecil itu. Sederhana tapi entah kenapa hangatnya sampai ke dada.
Ini Leon beneran suka sama aku? Effort banget. Dia berusaha menghiburku dengan caranya.
“Makasih….” Sahut Zindy lirih.
“Aku nggak tahu harus ngapain buat bantu kamu, jadi …. ini aja ya.”
Zindy memandangi tas plastik bening itu. Dia tertarik dengan boneka warna pink dengan pita biru di lehernya. “Beruangnya lucu!”
“Beruangnya nggak bisa ngomong, tapi dia bisa nemenin kalau lagi capek nangis,” kata Leon sambil menggaruk tengkuknya, gugup.
Zindy tertawa kecil. Dia merasa terhibur dengan candaan Leon. Dadanya berasa sedikit ringan.
“Aku balik ke kelas dulu,ya!” Leon beranjak pergi.
Zindy menatap isi tas itu. Ada kertas kecil yang terlipat di dalamnya. Dia membuka kertas kecil itu. Ada pesan yang termuat di dalamnya.
Buat Zindy yang kuat tapi pasti capek juga. Ini buat nemenin kamu kalau dunia lagi terlalu berisik
Rara langsung refleks, “Aww!!! Romantis banget deh. Si Leon diam-diam manis ya.”
“Aku jadi malu. Namamu Leony. Aku bakal simpan kamu baik-baik.” Zindy mengelus beruang kecil itu.
“Ciah, Leony. Pasti singkatan dari Leon dan Zindy,hahaha!” Goda Rara.
“Apaan sih! Aku ngarang aja kok.” Wajah Zindy sedikit memerah.
Aku awalnya mau ngasih nama peony. Soalnya warnanya mirip bunga peony warna pink. Eh, tapi di mulut malah keluar Leony. Dasar mulut dan pikiran nggak sinkron banget.
“Fix, kamu digebet. Beruangnya unyu banget. Leon tuh seolang bilang, peluk Leony ya Zin kalo kamu ngerasain sendirian,” Rara menyikut bahu Zindy.
“Ih, apaan sih. Namanya tuh Peony. Aku tadi mau bilang itu. Warnanya mirip bunga peony pink tahu!” Zindy semakin salah tingkah.
“Leony juga nggak papa kok. Leony siap nemenin Zindy….” Ejek Rara lagi.
Zindy hanya diam sambil nyengir. Hatinya makin berasa hangat saat melihat boneka beruang kecil itu. Dia baru sadar jika beruang itu memakai jersey putih bergambar bola basket.
Detail banget sampe pake jersey bola basket warna orange. Biar aku selalu ingat Leon.