Mimpi apa aku semalam? Bang Kalib bisa-bisanya bilang gitu ke aku. Apa ini artinya dia juga suka aku? Atau, ehm … dia cuma bercanda aja. Tapi daritadi dia badmoond, kayak posesif gitu.
Mata Zindy sedikit menoleh ke arah Kalib. Dia masih fokus menatap ke arah lapangan. Namun wajahnua berasa dingin. Seperti nampak tak suka melihat Leon beraksi.
Zindy menghela napas panjang. Dia merasa terjebak dalam situasi yang aneh. Harus bagaimana ya, biar aku keluar dari situasi aneh ini? Aku di sini karena undangan Leon tapi nggak tahu jika bakal seperti ini. Coba cari video lucu atau apa gitu lah. Biar nggak awkward lagi kayak gini. Tangan Zindy iseng mengecek smartphone-nya. Nampak notifikasi yang belum dia buka dari akun Toktok-nua.
Zindy juga menyempatkan diri membuka air mineral botolan yang sempat dibelinya sebelum masuk gedung olahraga tadi. Mata Zindy fokus pada salah satu akun dengan tanda centang. Tanda centang merupakan tanda jika akun itu official. Zindy penasaran karena sepertinya dia tidak memesan barang di akun itu.
Nampak suatu pesan dari brand kosmetik remaja Emcaya. Itu adalah salah satu brand kosmetik dengan pangsa pasar remaja muda. Brand itu terkenal memiliki vibe cheerful, youth and happy.
@emcaya2908_official:
Halo, Kak Zindy. Perkenalkan kami dari Emcaya Cosmetic. Kami tertarik untuk mengajak kakak kerjasama. Rp3.000.000 untuk 10 review produk kami Kak? Bagaimana apakah tertarik?
Zindy langsung tersendak. Air minum di mulutnya berasa masuk ke saluran napasnya. Matanya kembali mengerjap-kerjap. Dia membuka halaman beranda akun itu. Benar, akun official dengan pengikut mencapai satu juta pengikut.
“Bang… bang….” Panggil Zindy panik. Dia tanpa sadar menarik-narik jaket Kalib dengan kencang.
“Apa?” Sahut Kalib yang masih badmood.
“Aku dapat tawaran kerjasama dari brand besar! Emcaya Cosmetic!” Zindy terus menunjuk-nunjuk ke layar smartphone-nya. “Tiga juta, Bang! Tiga juta!” Ujar Zindy histeris.
Kalib coba memastikan lagi akun itu. Dia mengambil smartphone Zindy. Nama akun itu dimasukkan kembali ke akun Toktok miliknya. Kalib dengan teliti mengecek setiap postingan di akun yang mengirim pesan ke Zindy.
“Benar! Ini akun official brand besar!” Kalib ikut takjub. “Woah, keren! Ini kesempatan emas!”
“Tiga juta itu jumlah yang besar, Bang. Bisa buat nyicil SPP, beli tripod sama ring lights!” Mata Zindy berbinar-binar.
“Kerja dulu. Baru nanti menghitung duitnya. Don’t count the eggs before they hatch. Kita harus tahu dulu syarat dan ketentuannya bagaimana.”
“Benar juga, Bang. Aku terlalu excited, sampai lupa memikirkan syarat dan ketentuan kerja sama ini. Baiknya tanya itu dulu ya.” Zindy mencoba membalas direct message dari brand itu.
@zindy888:
Halo kak, terima kasih atas tawarannya. Kalo boleh tahu syarat dan ketentuannya bagaimana?
“Begini kan, Bang?” Zindy belum memencet tombol send. Dia ingin Kalib memeriksanya terlebih dahulu.
“Iya, begitu saja. Itu sudah sopan dan to the point. Jangan lupa doa dulu. Minum duli biar tenang.” Kalib menyerahkan botol berisi air mineral.
Zindy meminum air itu dengan cepat. Tangannya memberanikan diri menekan tombol send. Hatinya berdoa semoga syaratnya tidak memberatkan kreator dan affiliator pemula seperti dirinya.
“Wah, Bang. Aku kecil seperti milikku di-notice brand besar. Wah, ini … aku nggak tahu harus bilang apa….” Zindy terus melihat ke arah chat di direct message itu.
“Kamu pantas mendapatkannya. Rezeki itu sudah tertakar dan tidak akan tertukar. Yang penting kita mau berusaha. Eh, kayaknya pertandingan udah selesai, lho.” Kalib baru sadar jika pertandingan sudah usai.
“Bentar, deh, Bang. Aku masih belum percaya bisa dapat tawaran kayak gini. Kakiku masih berasa lemas. Kayak mimpi. Nanti keluarnya. Pasti juga di luar ramai banget sama penonton yang mau ke tempat parkir. Belum dibalas lagi sama adminnya. Duh, aku penasaran syarat dan ketentuannya, nih!”
“Sabar. Nanti juga dibalas. Tenang, kalo udah rezekimu nggak bakal ada masalah.” Kalib menenangkan Zindy.
Ada sepasang sorot mata yang antusias namun sinarnya meredup. Sepasang mata itu seolah terpaku. Langkahnya terhenti di kejauhan. Hatinya bimbang melihat kebersamaan Zindy dan Kalib. Senyum Leon yang memancar menjadi surut. Dia terpaku mematung, berdiri sambil membawa tas perlengkapannya.
Aku sudah berusaha menang di pertandingan ini. Zindy jadi orang pertama yang ingin kutemui setelah selesai bertanding. Dia malah sibuk dan nampak antusias dengan cowok ini. Aku belum pernah melihatnya di sekolah. Akan aneh jika aku mengganggu obrolan mereka.
Leon melangkah pergi tanpa menyapa. Dia berjalan menuju ke arah pintu keluar. Kakinya melangkah mencari teman setim dan guru pendampingnya.
“Bang, ayo aku traktir bakso yang enak!” Ajak Zindy saat motor itu berjalan keluar dari area gedung olahraga.
“Boleh. Aku mau tahu seperti apa seleramu! Tunjukkan arahnya, Nona!” Kalib memacu motornya perlahan-lahan.
“Itu, Bang. Habis lampu merah perempatan ini belok kanan ya!” Tunjuk Zindy dengan riang. Mata Zindy juga sibuk memandangi maps. Dia ingin menunjukkan warung bakso kesukaannya. “Eh, tadi ngomong-omong pertandingannya yang menang siapa ya?”
Kalib mematung sejenak. “Eh, iya. Aku nggak sadar. Tadi kita terlalu heboh bahas tawaran dari brand Emcaya. Kayaknya sekolah sebelah deh.”
“Ih, Bang. Jangan gitu. Aku masih berharap sekolahku yang menang tahu!” Zindy sibuk mencari info di grup sekolah via chat Wawa. Yang menang sekolahku kok. Bukan sekolah lawan. Uhuy! Berarti besok ada pertandingan lagi di YBL. Pasti seru, bisa lihat Leon…. Eh, motor itu tiba-tiba melaju kencang saat Zindy hendak menyebut nama Leon. “Bang, ada apa? Kok tiba-tiba ngebut?”
“Aku lapar! Orang lapar nggak bisa menunggu lama-lama!” Kalib mencari alasan.
Aduh. Kayaknya Bang Kalib ngambek lagi, nih. Jangan sebut nama Leon. Apa dia cemburu ya? Nggak mungkin. Tapi, tingkahnya hari ini aneh.