"WOI bro! " Gilang muncul di mulut pintu. Membuka pintu dengan badannya, sementara tangannya membawa tumpukan kertas.
"Surat kemping sudah keluar!! DI GUNUNG SODONG LAGI!!" Serunya bersemangat. Membanting kertas kertas ditangannya ke meja guru.
Satu dua--mungkin lebih, menyeringai lebar. Buru buru mengambil surat pengumuman kemping. Termasuk Desta. Sampai loncat-loncat dia begitu membaca isi surat. "KEMPING TIGA HARI LAGI!!! " Serunya bersemangat. Melompat-lompat riang
Disisi lain ada yang memasamkan wajah. Senyum terpaksa. Satu dua malah mengurutklan keningnya. Ujian sandi-sandi pramuka secara tidak langsung telah dimulai
Sekolah besar ini memiliki program pelatihan manajemen kepemimpinan yang disalurkan dengan cara mengadakan kemping. Berbeda dengan kepanduan yang cuma anak-anak pramuka saja yang ikut. Kalau di program ini semua siswa-siswi angkatan tersebut harus ikut. Ada tiga kali kegiatan kemping tiap angkatan. Satu, Perkemahan kepanduan wajib, ini pas kelas 7.
Dua, perkemahan pelatihan manajemen dan kepemimpinan saat kelas 8. Dan terakhir saat kelas 9, judulnya sama, pelatihan manajemen dan kepemimpinan. Bedanya ditambahin kalimat 'di alam liar' aja. Program ini merupakan salah satu Syarat Kecakapan Umum yang wajib dipenuhi. Mau dia anak Pramuka, anak Literasi, Basket, Futsal, Band, Jurnalis, Sains, Komputer semua wajib ikut.
"Ada pesan dari Bu Wulan buat kemping. Katanya dipersiapkan yel-yel tiap kelompok--"
"Kelompoknya bebas pilih sendiri, sesuai piket atau gimana? " Seorang anak perempuan memotong ucapan Gilang
"Ya bentar dong, belum beres aku ngomong. Nih kelompoknya.. " Gilang meraih solatip dari laci meja. Menempelkan kertas yang lainnya
"WAH, ABAS, KITA SEMUA SEKELOMPOK!!! " Laras berteriak senang. Melompat lompat seperti Desta tadi. Membuat lantai dua berguncang "Hei Laras!! " Dwipa berseru. "Lantai nya getar LARASASTI GHANDARA PUTRI!!! "
Dwipa terkekeh. Kan, betul dugaannya kalau ABAS bakal digabung jadi satu. Ini sudah terjebak kerjaan Pak Wusdi
"Ketambahan siapa itu, Ras? " Jasmine menyipitkan matanya. Tak nampak jelas melihat dari belakang. Ketutupan dengan anak-anak didepan yang antusias nya anti mainstream
"Makanya! Disuruh pakai kacamata ya pakai lah! Tu minus nambah lho" Hannah menyikut lengan Jasmine
Yang disikut melotot. Lalu kembali melihat kedepan. Betul juga sih, dua sudah minus satu. Sudah dibelikan kacamata oleh Bundanya tetap saja tidak dipakai
"Nih, kelompok kita, kelompok tiga, kelompok Strigiformes. Arien Sastra Utomo, ketuanya. Terus.. Arsel Putra.."
"Seriusan Arsel dikelompok tiga? " Hannah memotong omongan Laras
Laras mengangguk "Moga lu nggak di kelompok ini, bisa serem nih kelompok"
"Ya jangan dong! Justru gua dah doa-in begitu biar sekelompok! "
"Skip. Nggak usah ditanggepin. Lanjut, Ras! " Jasmine berkata sebelum Hannah lanjut merengek
"Dwipangga Maheswari, Dilan Jatmiko Wira.."
"Heh? Seriusan? " Kali ini Dwipa yang menyela kalimat Laras
"Asli, di kertasnya begitu"
"Alah, Sialan! " Dwipa meninggalkan teman-temannya menuju depan kelas. Dia mau protes ke Gilang
"Wahaha, ceritanya sih lagi salting itu mah! " Jasmine tertawa melihat raut muka Dwipa
"Lanjut, siapa lagi" Arien menyuruh Laras menyebutkan anggota kelompok yang akan ia pimpin
"Elen Baskara Nugraha, Gilang Adi putra, Jasmine Mutiara Ningsih, Larasati Ghandara Putri, Hannah Aluna.. "
"Yeay! Gua sekelompok sama Arsel! " Hannah berseru senang. Membuat yang lain menoleh
"Eh, maaf" Hannah segera duduk lagi. Salah tingkah melihat Arsel ditempat duduknya juga sedang salah tingkah
"Lanjut, satu orang lagi siapa? " Arien lagi-lagi berhasil memutus tatapan orang lain dari Hannah
Laras mengangguk "terakhir.. Ivan Dargunov D"
"Wah mantap bet dah isi kelompok tiga. Ketuanya Arien, terus ada Arsel Hannah, Dilan Dwipa yang saling ngehindar, ketambah Ivan yang moga-moga nggak bawa Dragunov beneran sama ditambah Ketua kelas ditaroh sini. Wahaha! Keren! " Jasmine tertawa. Melihat nama-nama anggota kelompoknya. Dia mulai bisa maju kedepan, anak-anak yang paling antusias tadi sudah pada ngobrolin kelompok mereka masing-masing. Ada yang berseru-seru senang karna satu kelompok dengan bestie atau gebetan, atau malah lagi menyusun senyum karena lihat kelompok nya ada nama 'musuh bebuyutan'-nya
Arien tersenyum. Setidaknya bukan sama anak-anak lain. Dia kurang dekat walaupun Arien pandai beradaptasi. Pun ABAS tetap menjadi teman-teman terbaik bin terdekat
"Pak Indra datang!! " Gilang memecah suasana ribut. Berseru meng intruksiteman-temannya untuk segera duduk di tempat nya masing-masing. Pak Indra, guru Informatika mereka sudah datang. Siap mengajar Informatika, mapel kedua di kelas delapan
Anak-anak kelas 8B segera duduk di kursi masing-masing. Mengambil buku LKS dan laptop mereka dari dalam tas.
"Baik anak-anak, kita mulai pelajaran hari ini dengan berdo'a. Berdo'a dimulai"
***
Bel pulang berdering. Seakan menjadi panggilan dari surga, membuat seluruh anak-anak murid Scientama bergegas keluar dari kelas masing-masing
ABAS nampak sudah mulai akur sore ini. Tidak seperti kemaren saat belanja peralatan tambahan untuk kemping Arien bilang orangtuanya lagi ada kerjaan di luar kota. Ayahnya seperti biasa, sedang ke luar negeri hari ini--kemarin baru berangkat, Ibunya ada pembukaan cabang apotek baru di luar Bogor. Ali dititipkan kedua adiknya yang hobi pulang itu. Remaja itu menghela nafas pasrah begitu ibunya keluar gerbang rumah yang disambut teriakan "YEEEEESSSSS!! " Azura. Lompat-lompat diatas sofa
Mereka berlima bisa kembali latihan basket sore, yeah, walau dengan sedikit ke-kaku-an
***
Matahari serasa terbit dengan sinar yang berbeda. Cahayanya seakan ikut berbahagia mengikuti acara perkemahan anak-anak kelas delapan ini. Tujuh puluh murid sudah berbaris rapih sesuai kelompok masing-masing. Berisik canda tawa terdengar di setiap jengkal lapangan rumput
"Tendanya kita diriin sendiri? " Jasmine bertanya, begitu tawanya mereda. Mereka baru saja membicarakan kemping tahun lalu saat masih kelas tujuh
Hannah mengangguk
"Kenapa harus bikin sendiri sih? Diriin tenda itu capek tau" Jasmine mendengus. Mengeluh
"Heh, pagi-pagi sudah mengeluh saja, pagi-pagi tuh semangat, ceria bukan ngeluh. Lagian mana ada kemping tendanya diriin sendiri? Dan dari mana rumusnya yang judulnya 'Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan' fasilitas tenda disiapin begitu? Kecuali kalau lu penganten baru, tendanya disiapin tuh" Hannah menceracau panjang lebar
"Elu ini udah kayak emak-emak aja, pagi-pagi udah ceramah"
"Heh, gue tuh bukan ceramah, tapi ngasih tahu elu biar lu semangat menjalani hari. Bukan malah pagi-pagi ngeluh bikin orang badmood. Dan barangkali lu lagi butuh sapaan untuk bertahan hidup"
Di barisan lima sampai delapan..
"Lo liat chat gua tadi malem? " Gilang nampak tengah marah, bertanya ketus pada Arsel didepannya. Sementara yang dimarahi hanya garuk-garuk kepalanya yang tak gatal
"Chat yang mana sih? " Arsel balik bertanya. Masih menggaruk rambutnya yang berantakan. Sepertinya dia bangun terlambat sampai lupa menyisir rambutnya, walau kalau disisir pun tetap saja tak rapih juga
"Yang jam delapan lah! Jam sembilan kan gue nggak online lagi di WA! "
"Bukannya elu WA lagi jam sebelas ngajak mabar? "
Gilang menepuk pahanya keras-keras. Entah karena apa, yang pasti dia sedang kesal
"Lupa bawa apa lu, Arsel? " Elen yang berdiri dibelakang Hannah balik badan. Bertanya pada manusia dibelakangnya
"Lupa bawa pasak kayu" Arsel menjawab masih sambil menggaruk rambutnya. Dengan wajah tanpa merasa berdosa miliknya
"Untung si Hannah bawa lebih tuh! Disuruh bawa sepuluh malah bawa dua puluh! " Yang dibelakang Gilang menyahut membuat Hannah yang berada di baris ke empat menoleh "ada apa? "
"Si Arsel lupa bawa pasak kayu tuh! " Dilan menjawab. Menunjuk Arsel yang kini menyeringai lebar seperti sedang memberi kode
"Lah, untung gua bawa lebih lho, Ar"
"Waduh" Dilan menepuk tangannya "Jangan-jangan ini semua konspirasi kalian berdua! Dasar ya, masih kecil udah main konspirasi-konspirasi begituan! "
"Eeeh, enak aja gue perhatian sama si Arsel. Mit amit! " Hannah menjulurkan lidahnya, membuat ekspresi seperti orang yang hendak muntah
"Halaaah, lo kalau salting mending jujur aja deh Han. Jujur mulia prestasi pasti! " Elen menyoraki Hannah. Merasa ikut mual dia jadinya lihat Hannah sok jijik begitu
"Udah lah, emang lo pada nggak begitu?! " Hannah mengibaskan tangannya. Melotot
"Ya nggak lah! Gue kan anak baik, mana mungkin ngelakuin yang kata kalian namanya hubungan tanpa status itu! Padahal mah udah pacaran itu namanya" Dilan menepuk dadanya bangga
"Waduh waduh, udah uncrush nih jangan-jangan sama Dwipa. Padahal Dwipanya mulai suka-suka gitu lhoo"
"Heh, apa bawa-bawa nana gue? " Dwipa menoleh kebelakang
"Nggak, nggak papa"
Sementara itu di barisan dua terakhir..
"Kamu bawa perlengkapan lengkap? " Ivan di barisan paling belakang bertanya. Basa-basi dengan gadis didepan nya
Arien mengangguk tanpa menoleh. Fokus dengan catatan ditangan nya
"Catatan apa itu? "
"Kelengkapan peralatan kelompok kita" Arien menggeser posisi berdirinya. Condong menghadap depan
"Hei, jadi perlengkapan nya sudah lengkap atau bagaimana? " Arien bertanya pada anggota kelompoknya yang berdiri didepan nya
"Jadinya lengkap semua! Dasar emang ni pasangan saling melengkapi! " Gilang menyahut. Membuat dua manusia yang dimaksud adalah tingkah
"Oke" Arien bergumam. Menceklis nota ditangannya
"Sudah semua? " Pak Wusdi menghampiri kelompok tiga yang tadi bilang perlengkapan nya masih di periksa oleh ketua
"Sudaaah! " Sepuluh manusia kelompok tiga menyahut kompak
"Oke. Bu! Bu Wulan! Semuanya sudah lengkap! "
Wanita berjaket ungu yang berdiri didepan siswa mengangguk. "Ayo, semua berbaris menuju truk Doreng, bawa barang bawaan nya naikin ke truk paling ujung dekat pohon mangga. Setelah itu kelompok 1-4 naik ke truk di tengah. Yang 5-7 naik ke truk yang paling ujung. Ayo, ketua kelompok nya paling depan" Bu Wulan memberikan instruksi. Suaranya menggema dari toa
Arien meraih ransel besar berisi pakaiannya yang dibiarkan tergeletak di kakinya. Menggendongnya "aku kedepan"
"Bisa bawanya? " Ivan bertanya, melihat Arien yang sedikit oleng berdirinya ketika menggendong ransel gunung berwarna hitam itu
Arien mengangguk. Bisa kok.. pindah berdiri didepan, lalu memimpin kelompoknya menuju truk tempat barang
Ivan hanya bisa menatap punggungnya yang menjauh. Sepertinya tadi Arien hanya melupakan kuda-kudanya yang kuat itu. Kalau dibandingkan kokoh-an siapa berdiri Arien dengan Ivan maka skornya sama. Sama-sama kokoh
Barang-barang kelompok tiga sudah masuk, dua pihak berpisah. Anak-anak mulai menuju truk yang telah diarahkan Bu Wulan tadi.
Suara mesin truk terdengar menggerung begitu sopir menyalakan mesinnya.
Tiga truk mulai berjalan beriringan membentuk konvoi.
Di iringi dengan seruan-seruan selamat jalan dari para ibu yang mengantar anak-anaknya
Konvoi truk melaju menuju Gunung Sodong