Loading...
Logo TinLit
Read Story - Cinderella And The Bad Prince
MENU
About Us  

Rencananya aku nggak mau merepotkan siapa pun. Tapi ternyata keluarga Suganda kehebohan nganter aku ke sekolah. Tadinya malah agak berlebihan saat Nyonya Besar berkeinginan mengantar sampai ke Bandung. 

 

"Sini tas lo biar gue bawain. Kok kayaknya berat." Prince mengernyit saat mengambil tas punggung yang kubawa. "Isinya apaan sih?" 

 

"Itu buku." 

 

"Emang harus dibawa semua?" 

 

"Ya iya. Itukan buku penting. Udah sini aja gue yang bawa kalo keberatan."

 

Prince cepat berkilah saat aku hendak merebut tas itu lagi. Gerakan cepat itu bikin sebagian isi tas berhamburan. Untung kami masih ada di mobil. 

 

Aku menggeram sebal, sementara cowok itu cuma bisa meringis. 

 

"Sori." 

 

Dengan cepat aku memungut barang-barang yang berjatuhan. 

 

"Eh? Ini kan boneka yang kemarin?" 

 

Dan tahu-tahu boneka katak hijau sudah di tangannya. 

 

"Lo bawa ini?" tanya Prince dengan wajah ... entah sulit diartikan. Mungkin dia nggak percaya aku se-childish itu. Bawa-bawa boneka. 

 

Dengan segera kurebut boneka itu. "Kenapa? Masalah?" 

 

"Ya-ya enggak sih." Ekspresi Prince mendadak aneh, dia seperti orang salah tingkah. "Boneka singanya, nggak lo bawa sekalian?" 

 

"Kebanyakan. Gue pilih yang paling gue suka aja." 

 

Cowok itu manggut-manggut bertepatan dengan selesainya aku membereskan isi tas. Nggak lama Nyoya Elliana dan Tuan Akbar yang sudah keluar lebih dulu memanggil. 

 

Anak-anak lain yang ikut karantina ternyata sudah stand by di sekolah lebih dulu. Aku pun segera bergabung dengan mereka. Berada sampai di titik ini benar-benar nggak pernah terpikirkan sebelumnya. Andai ibu masih ada, ibu pasti juga bahagia. 

 

"Sindy!" 

 

Aku menoleh dan menemukan Regan tengah berlari-lari kecil menghampiriku. Kenapa dia di sini? 

 

"Huff, untung kamu belum berangkat," katanya sedikit terengah saat dia sampai di depanku. 

 

"Kenapa kamu di sini?" tanyaku bingung. Nggak mungkin kan dia sengaja datang buat mengantarku? Oke, aku mulai GR. 

 

"Aku mau nganter keberangkatan kamu."

 

Eh? Ternyata dugaanku benar. 

 

"Sekalian mau kasih ini." Regan kemudian mengangsurkan sebuah paper bag yang dia bawa. 

 

"Apa ini?" tanyaku sambil meraih tas kertas tersebut. 

 

"Buku. Itu bakal bermanfaat buat kamu."

 

"Oh ya. Makasih ya.'

 

"Terus soal yang aku minta di pantai waktu itu..."

 

Tunggu! Jangan bilang dia minta jawabanku sekarang. Ini bukan waktu yang tepat, dan aku juga belum memutuskan apa pun. 

 

"Apa kamu sudah punya jawaban?"

 

Sial. Aku kebingungan sendiri. Nggak tahu harus menjawab apa.  

 

"Sin, travelnya udah siap! Buruan gih masuk." 

 

Suara Prince kontan mengalihkan perhatian kami. Apa aku harus berterimakasih padanya karena berhasil mengeluarkan aku dari situasi sulit ini? 

 

"Ya, gue ke sana sekarang," sahutku setengah berseru. "Regan, sori aku harus ke sana. Uhm, makasih sekali lagi buat ini." Aku mengangkat tas pemberiannya sebelum beranjak dengan tergesa.

 

Kabur adalah solusi terbaik. Bukannya lari dari masalah, tapi saat ini aku beneran mau fokus belajar untuk lomba. Aku harap Regan paham. 

 

*** 

 

Selama karantina hidup benar-benar teratur. Kerjaanku hanya belajar, makan, istirahat. Tanpa memikirkan beban kerjaan lain seperti bersih-bersih rumah atau memberi Prince les. Intinya terjamin dan sangat diperhatikan. Sayangnya kegiatan ini cuma berlangsung selama dua Minggu sebelum akhirnya aku dan teman-teman akan dikirim ke medan tempur. 

 

Hidup yang cuma punya beban buat belajar itu menyenangkan. 

 

"Sin! Ada yang nyariin lo!" 

 

Dina, salah satu roommate-ku sekaligus peserta yang juga akan ikut maju ke olimpiade nasional menyembulkan kepalanya dari balik pintu. 

 

"Siapa?" tanyaku heran. Di sini aku nggak mengenal siapa pun. Mungkin teman dari provinsi lain yang sempat berkenalan denganku.

 

Oh ya, selama karantina aku dan lainnya tinggal di sebuah asrama. Bangunan rumah tua tapi sangat asri dan teduh. Vibes di sini sangat nyaman buat belajar. 

 

"Lo liat aja sendiri. Dia di taman samping," ujar Dina sebelum pergi lagi. 

 

Bukan kebiasaan teman sesama peserta datang lalu memilih taman samping untuk bertemu. Biasanya mereka langsung datang ke rumah tengah. Dina sukses bikin aku penasaran. 

 

Aku menyeret kaki dengan tergesa menuju taman samping. Siapa sebenarnya yang datang? 

 

Langkahku memelan saat mataku menangkap punggung seseorang yang tengah duduk di beton teras. Postur tubuh itu sangat aku kenal. Mataku sampai mengerjap beberapa kali, memastikan pandanganku nggak salah. Kenapa dia bisa sampai sini? 

 

"Prince?" 

 

Dia menoleh. Lantas tersenyum lebar begitu melihatku. Jujur aku kaget dan malah melongo melihat cowok itu beneran di sini. Mau apa? 

 

"Kenapa lo di sini?" tanyaku seraya mendekat dengan raut penuh tanda tanya.

 

"Disuruh nyokap buat jenguk lo." 

 

Keningku mengernyit. Jelas-jelas semalam kami telponan. Ya, kami diberi jatah menelepon satu minggu sekali kepada keluarga. Aku yang memang sudah nggak punya siapa pun hanya bisa menelepon mereka. 

 

"Lo sehat kan?" tanya cowok itu lagi. 

 

"Kayak yang lo lihat," sahutku, lantas duduk di sebelahnya dengan arah berlawanan. 

 

Mau nggak mau ada sesuatu yang terasa hangat mengalir di dada saat ternyata masih ada orang yang mau peduli dengan keberadaanku. 

 

"Ini titipan mami." 

 

Aku mengangkat alis ketika Prince meletakkan sebuah paper bag berlogo bakery ternama di Kota Bandung ini ke space kosong di antara tempat kami duduk.

 

"Gue sih yang beli, tapi atas perintah mami. Katanya kalau makanan mami yakin kamu di sini terjamin. Tapi kalau cemilan belum tentu." 

 

Menarik napas panjang aku menarik paper bag itu. "Bilangin makasih ke Bu Eli."

 

Prince mengangguk seraya bergumam. Dia lantas menyodorkan kantong kertas cokelat. "Kalau ini dari gue?"

 

"Hm?" Aku nggak tahan untuk nggak melebarkan mata. "Apa?" 

 

Karena penasaran kulongok isinya. Beberapa batang cokelat dan susu uht? Sontak aku melirik takjub cowok itu. Nggak pernah-pernah dia baik begini. "Serius ini buat gue?" 

 

"I-iya. Kenapa? Nggak suka?" 

 

Aku mengulum senyum melihat ekspresi tergagap cowok itu. Lucu. Bahkan telinganya langsung memerah. 

 

"Ya suka. Cewek mana yang nggak suka coklat," ujarku setengah bergumam. Saat ujung mataku meliriknya lagi, dia terlihat menyunggingkan senyum malu-malu. 

 

Astaga, ini pertama kalinya aku melihat cowok itu malu-malu nggak jelas. Dia baik-baik aja kan? 

 

"Ini!" 

 

Kali ini bukan hanya alisku yang terangkat, mataku juga melebar saat Prince tiba-tiba meletakkan boneka singa yang waktu itu kami dapat di games center. Sontak saja aku terpekik dan langsung meraih benda itu. 

 

"Layen! Kok bisa sih lo bawa dia ke sini?!" tanyaku girang. 

 

"Katanya dia kangen sama si katak hijau."

 

Tawaku pecah mendengar sahutan nggak masuk akal Prince. Aku memainkan rambut jabrik boneka itu dengan gemas. 

 

"Jangan diacak-acak rambutnya, dia galak kayak lo."

 

"Heh?" Aku melotot tapi kemudian tersenyum lagi sambil memperhatikan lagi boneka lucu itu. "Thanks ya. Lo datang ke sini aja udah surprise banget. Eh bawa Layen segala. Katak ijo pasti seneng ketemu Layen." 

 

"Pasti sih. Gue juga seneng ketemu lo dan liat lo dalam keadaan sehat."

 

Gerakan tanganku yang tengah mengusap rambut Leyan memelan mendengar ucapan Prince barusan. A-aku nggak salah dengar kan? 

 

Dan ketika aku menoleh, ternyata Prince sedang menatapku. Sejenak tatap kami berdua bertemu. Lalu ketika mendapati sesuatu yang terasa aneh mengusik dadaku, aku segera memalingkan wajah. 

 

Aku deg-degan!

 

Tanpa alasan jantungku berdetak nggak terkendali. Apa ini?! Aku nggak pernah begini saat berhadapan dengan cowok arogan itu. 

============= 

 

Jangan lupa tap like ya teman-teman, teng kyu...

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • kori

    Colokin aja tuh daun ke matanya

    Comment on chapter Bab 2
  • kori

    Prince tipe yang kudu ditampol dulu

    Comment on chapter Bab 1
  • shasa

    Bakal seru ini wkwk...

    Comment on chapter Bab 1
  • jewellrytion

    Bener-bener bad Prince!! Sesuai dengan judulnya. Baru baca Bab 1 aja udah bikin spaneng sama kelakuannya πŸ˜©πŸ˜‚πŸ˜‚

    Comment on chapter Bab 1
Similar Tags
Adiksi
7740      2309     2     
Inspirational
Tolong ... Siapa pun, tolong aku ... nafsu ini terlalu besar, tangan ini terlalu gatal untuk mencari, dan mata ini tidak bisa menutup karena ingin melihat. Jika saja aku tidak pernah masuk ke dalam perangkap setan ini, mungkin hidupku akan jauh lebih bahagia. Aku menyesal ... Aku menyesal ... Izinkan aku untuk sembuh. Niatku besar, tetapi mengapa ... mengapa nafsu ini juga sama besarnya!...
My Noona
6037      1472     2     
Romance
Ini bukan cinta segitiga atau bahkan segi empat. Ini adalah garis linear. Kina memendam perasaan pada Gio, sahabat masa kecilnya. Sayangnya, Gio tergila-gila pada Freya, tetangga apartemennya yang 5 tahun lebih tua. Freya sendiri tak bisa melepaskan dirinya dari Brandon, pengacara mapan yang sudah 7 tahun dia pacariwalaupun Brandon sebenarnya tidak pernah menganggap Freya lebih dari kucing peliha...
Reason
425      298     3     
Romance
Febriani Alana Putri, Perempuan ceria yang penuh semangat. Banyak orang yang ingin dekat dengannya karena sikapnya itu, apalagi dengan wajah cantik yang dimilikinya menjadikannya salah satu Perempuan paling diincar seantero SMA Angkasa. Dia bukanlah perempuan polos yang belum pernah pacaran, tetapi sampai saat ini ia masih belum pernah menemukan seseorang yang berhasil membuatnya tertantang. Hing...
YANG PERNAH HILANG
1405      558     24     
Romance
Naru. Panggilan seorang pangeran yang hidup di jaman modern dengan kehidupannya bak kerajaan yang penuh dengan dilema orang-orang kayak. Bosan dengan hidupnya yang monoton, tentu saja dia ingin ada petualangan. Dia pun diam-diam bersekolah di sekolah untuk orang-orang biasa. Disana dia membentuk geng yang langsung terkenal. Disaat itulah cerita menjadi menarik baginya karena bertemu dengan cewek ...
FAMILY? Apakah ini yang dimaksud keluarga, eyang?
179      157     2     
Inspirational
Kehidupan bahagia Fira di kota runtuh akibat kebangkrutan, membawanya ke rumah kuno Eyang di desa. Berpisah dari orang tua yang merantau dan menghadapi lingkungan baru yang asing, Fira mencari jawaban tentang arti "family" yang dulu terasa pasti. Dalam kehangatan Eyang dan persahabatan tulus dari Anas, Fira menemukan secercah harapan. Namun, kerinduan dan ketidakpastian terus menghantuinya, mendo...
One Milligram's Love
1047      804     46     
Inspirational
Satu keluarga ribut mendapati Mili Gram ketahuan berpacaran dengan cowok chindo nonmuslim, Layden Giovani. Keluarga Mili menentang keras dan memaksa gadis itu untuk putus segera. Hanya saja, baik Mili maupun Layden bersikukuh mempertahankan hubungan mereka. Keduanya tak peduli dengan pandangan teman, keluarga, bahkan Tuhan masing-masing. Hingga kemudian, satu tragedi menimpa hidup mereka. Layden...
Trust
1953      818     7     
Romance
Kunci dari sebuah hubungan adalah kepercayaan.
Dear Future Me: To The Me I'm Yet To Be
354      260     2     
Inspirational
Bagaimana rasanya jika satu-satunya tempat pulang adalah dirimu sendiriβ€”yang belum lahir? Inara, mahasiswi Psikologi berusia 19 tahun, hidup di antara luka yang diwariskan dan harapan yang nyaris padam. Ayahnya meninggal, ibunya diam terhadap kekerasan, dan dunia serasa sunyi meski riuh. Dalam keputusasaan, ia menemukan satu cara untuk tetap bernapasβ€”menulis email ke dirinya di masa dep...
Lantas?
35      35     0     
Romance
"Lah sejak kapan lo hilang ingatan?" "Kemarin." "Kok lo inget cara bernapas, berak, kencing, makan, minum, bicara?! Tipu kan lo?! Hayo ngaku." "Gue amnesia bukan mati, Kunyuk!" Karandoman mereka, Amanda dan Rendi berakhir seiring ingatan Rendi yang memudar tentang cewek itu dikarenakan sebuah kecelakaan. Amanda tetap bersikeras mendapatkan ingatan Rendi meski harus mengorbankan nyawan...
The First 6, 810 Day
597      430     2     
Fantasy
Sejak kecelakaan tragis yang merenggut pendengarannya, dunia Tiara seakan runtuh dalam sekejap. Musikβ€”yang dulu menjadi napas hidupnyaβ€”tiba-tiba menjelma menjadi kenangan yang menyakitkan. Mimpi besarnya untuk menjadi seorang pianis hancur, menyisakan kehampaan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Dalam upaya untuk menyembuhkan luka yang belum sempat pulih, Tiara justru harus menghadapi ke...