Bab 35
Pelit
Hari ini, Lala kedatangan dua cowok yang berdasarkan chat mereka, mereka merasa tertarik dengan Lala. Beruntung, kedua cowok itu tidak datang bersamaan sehingga mereka tidak bertengkar.
Cowok pertama datang pagi-pagi dengan sepeda motor. Ia mengendarainya dari Jakarta ke Yogyakarta. Wow! Lala pikir, ia hebat sekali bisa berkendara sejauh itu hanya dengan sepeda motor.
Cowok itu tinggi semampai dan bertubuh atletis. Ia hanya sebentar saja di rumah Lala karena Lala berkata bahwa ia sedang menunggu kedatangan cowok kedua. Setelah itu, Lala akan memutuskan mana di antara mereka berdua yang akan ia pilih.
Cowok kedua juga datang hari ini, tepat setelah cowok pertama pergi. Ia adalah cowok dengan tangan yang terlalu pendek untuk ukuran tubuhnya. Ia adalah seorang difabel fisik. Ia datang dengan kereta api. Lala dan keluarganya harus menjemputnya di stasiun.
Sesuai perintah Mama, Lala menyimpan rapat-rapat kenyataan bahwa ia adalah seorang difabel mental, dari kedua cowok itu.
Pertama, Mama Papa, Lala, dan cowok kedua makan pagi di warteg. Cowok itu membayarkan uang sejumlah Rp 50.000, 00. Untuk selanjutnya, Papa Mama mengajak jalan-jalan ke Kaliurang. Cowok itu tidak mengeluarkan biaya sepeser pun lagi. Ia tidak mau membayar tiket masuk dan tidak membayar uang bensin juga. Di tempat wisata, ia mengeluyur ke mana-mana dan baru muncul setelah jam 12:00. Papa Mama pun mengajak pulang.
Dalam perjalanan pulang, cowok itu minta mampir ke pusat oleh-oleh. Setelah sampai, cowok itu turun. Lala memutuskan untuk tinggal di mobil, sementara Mama Papa mengikuti cowok itu. Lala segera meminum obatnya dan tertidur setelah Mama Papa dan cowok itu masuk ke bangunan pusat oleh-oleh.
Lalu, Lala merasakan guncangan. Rupanya, Mama Papa dan cowok itu sudah kembali dan membuka pintu mobil. Lala terbangun dan mengucek-ucek mata. Cowok itu membawa beberapa potong kaos yang segera disimpannya di tasnya.
“Boni membeli beberapa potong kaos,” ucap Mama.
Entah Mama membeli apa untuk Lala, Lala tidak tahu. Lala tidak menanyakan. Ia akan tahu sendiri nanti setelah sampai di rumah karena biasanya Mama membeli sesuatu kalau bepergian atau mampir ke suatu tempat.
Akhirnya, mereka sampai di suatu restoran yang meja-mejanya pendek dan cara duduk pengunjung dengan cara lesehan. Papa Mama memesan gurame bakar, seceting nasi, lalapan, dan beberapa gelas air jeruk tawar. Namun, cowok itu menambah pesanan, yaitu sop daging bebek dan es kelapa muda.
Pesanan datang sekitar setengah jam kemudian. Papa yang berbaring di sudut karena kelelahan, segera bangun. Mereka makan bersama. Satu gurami bakar dimakan beramai-ramai, sementara Boni menyendok seluruh potongan bebek ke piringnya. Ia juga mengambil nasi banyak-banyak.
“Apakah ia akan membayari kami?” bisik Lala di dalam hati.
Selama makan, Boni pergi ke toilet sebanyak tujuh kali. Mama berbisik, “Kalau Lala yang kita bilang sering ke toilet dan beser hanya ke toilet sebanyak dua kali, si Boni ini jauh lebih banyak lagi.”
Akhirnya, mereka semua selesai makan. Boni bersendawa. Mereka saling menunggu untuk dibayari. Mama tidak tahan lagi. Ia ke kasir untuk membayar.
Pulangnya, Boni duduk di sebelah Papa yang duduk di kursi sopir. Mama yang duduk di sebelah Lala, berbisik ke telinga Lala, “Habisnya Rp 300.000, 00. Mana makanan Boni yang paling mahal dan hanya dimakan oleh dirinya sendiri saja.”
Mereka sampai di rumah di sore hari. Papa sudah mengantarkan Boni ke hotel tempatnya menginap.
Malamnya, Boni menelepon Lala, “Kaos-kaos yang kubeli sesak. Antarkan aku untuk menukarkannya.”
Lala menyampaikan perkataan Boni di telepon itu kepada Mama Papa yang mengeluh, “Gila! Itu kan jauh sekali! Papa sudah seperti sopirnya dan ia sama sekali tidak mau mengganti ongkos bensin.”
Besoknya, sewaktu Boni datang ke rumah dan minta diantar ke tempat ia membeli kaos-kaos itu, Mama berkata, “Tidak usah ke sana lagi. Biar kaos-kaos yang sesak itu kami beli.”
Boni segera menyerahkan kaos-kaos yang dibawanya ke tangan Mama. Boni menerima uang Mama dengan wajah yang terlihat senang. Matanya berbinar dan sudut-sudut mulutnya naik ke atas.
“Lantas bagaimana cara saya bisa mendapatkan kaos-kaos yang sesuai ukurannya dengan tubuh saya?” tanya Boni tanpa malu.
Akhirnya, Lala, Papa Mama, dan Boni kembali berkendara ke tempat penjualan kaos tak jauh dari situ.
Setelah sampai, Lala menemani Boni masuk ke toko itu. Boni minta diambilkan kaos-kaos yang sesuai ukurannya dengan dirinya kepada mas yang jaga di situ dan berseragam kaos juga. Boni mengeluarkan segepok uang ratusan ribu. Katanya kepada Lala, “Pekerjaanku adalah mebeler. Aku adalah orang kaya.”
Lalu, mas itu datang memberikan kaos-kaos yang diminta oleh Boni dan Boni membayar dengan selembar uang bernilai Rp 100.000, 00. Boni tidak membelikan Lala kaos atau apa pun juga setelah keluar uang Rp 50.000, 00 di warteg waktu pertama kali Boni datang itu. Itu adalah saat Boni keluar uang yang pertama dan terakhir. Pikir Lala, “Pelit sekali. Padahal, cuaca sedang panas. Aku haus sekali. Ia tidak membelikanku minum. Aku tidak bawa uang.”
Malamnya, Boni menelepon Lala, “Antar aku ke mal.”
“Sebentar, aku tanya Mama dulu,” pinta Lala.
Lala menyampaikan perkataan Boni kepada Mama yang dijawab Mama, “Tidak usah. Cari perkara saja. Ia pelit sekali. Jangan-jangan, nanti, ia minta dibayari.”
Lala menyampaikan kepada Boni yang kecewa dan minta diantar ke stasiun untuk pulang kembali ke Jakarta. Papa menyahut, “Pulang saja sendiri. Kami sibuk sekali. Saya sudah cuti selama beberapa hari. Sekarang, masa cuti saya sudah habis.”
Akhirnya, Boni pulang sendiri. Atas saran Mama, Lala tidak membalas setiap chat Boni lagi. Lalu, Boni memasang fotonya dengan seorang perempuan di profil whatsup-nya.
Segera, Lala menelepon cowok yang pertama kali datang sebelum Boni, “Aku telah memilihmu.”
Cowok pertama itu terdengar riang dan berjanji untuk segera mengunjungi Lala kembali.