Loading...
Logo TinLit
Read Story - Psikiater-psikiater di Dunia Skizofrenia
MENU
About Us  

Bab 30

Dr. Sisi

 

 

Kini, ada peraturan baru dari pemerintah, yaitu BPJS. Lala bisa berobat ke psikiater secara gratis setiap bulannya tetapi tetap harus membayar iuran BPJS bulanan juga. Namun, iuran itu jauh lebih rendah daripada biaya berobat yang harus dikeluarkan Mama Papa selama ini.

 

Sebagai peserta BPJS, Lala tidak boleh memilih rumah sakit dan psikiater sekehendak hatinya. Ia harus berobat ke rumah sakit dan psikiater yang sesuai dengan jatah BPJS-nya.

 

Di rumah sakit yang baru ini, antriannya panjang. Prosedurnya juga berbeda. Lala sampai pusing dan tidak paham. Namun, Mama mengurus semuanya.

 

‘Dokter Sisi’ tertulis di pintu ruangan psikiater di rumah sakit ini. Seorang perawat membuka pintu dan menaruh segelas air di meja dokter yang terbuat dari kayu berwarna cokelat itu. Lala melongok ke dalam. Dokternya belum datang. Mama dan Lala duduk di dua kursi besi bercat putih yang berjajar di ruang tunggu. 

 

Pasien-pasien berjubel dan berlalu-lalang. Tangan-tangan mereka, mereka tempelkan di sepanjang dinding ketika berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Ada yang membuang ludah sembarangan. Ada yang mengeluarkan cairan dan mengoleskannya pada dinding. Lala dan Mama bergidik. Mereka merasa jijik. Mereka saling berbisik-bisik satu sama lain. 

 

Dokter datang satu jam kemudian, tetapi mereka harus menunggu pasien-pasien lain yang sudah mendaftar terlebih dahulu untuk dipanggil duluan. Mama tetap setia menemani Lala menunggu namanya dipanggil sampai jauh malam. Saat itu, Lala tidak membawa novel-novelnya untuk dijual.

 

Lala berdoa, “Tuhan, tolonglah biar malam ini, aku tidak kumat lagi.”

 

Tuhan mengabulkan doa Lala. Ia bisa bertahan sampai malam. Bahkan, ia bisa menjual beberapa buku ke pasien-pasien di situ. Ia mengucapkan terima kasih dan memasukkan uangnya ke dalam dompet pink-nya. Dompet itu sudah lama, dibelikan oleh Mama. Lala sayang sekali kepada dompet itu, tetapi ia merasa bersalah. Ia merasa memberhalakan dompet itu di samping Tuhan.

 

Akhirnya, nama Lala dipanggil. Mama dan Lala masuk. Dokter menanyakan pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti, “Siapa nama mamamu? Siapa nama papamu? Apakah kamu mempunyai saudara? Sekarang tanggal berapa?”

 

Lala disuruh menggambar di selembar kertas tentang orang, rumah, dan pohon. Ia menggambar pohon di sebelah kanan, rumah di tengah, dan orang perempuan di kiri. Buah terlihat jatuh dari pohon itu.

 

Psikiater berkata, "Gambar ini menunjukkan bahwa Lala dekat dengan ibunya, tetapi tidak dekat dengan papanya. Pohon melambangkan ayah, orang menggambarkan Lala, dan rumah menggambarkan ibu. Orang ini berdiri berdekatan dengan rumah, sementara pohon berada di sebelah rumah dan tidak di sebelah orang. Buah yang jatuh melambangkan harapan Lala yang jatuh, berarti sekarang Lala sedang berada dalam keadaan putus asa."

 

Mama mendekatkan mulutnya ke telinga Lala dan berbisik, "Lain kali gambarmu harus diatur, tidak boleh seperti itu lagi. Kamu harus menggambar orang di tengah, yang diapit oleh rumah dan pohon."

 

Lala mengangguk. Tanyanya, "Pohon dan rumah itu, mana yang di sebelah kiri dan mana yang di sebelah kanan?"

 

Mama cemberut. Ia tidak mau menjawab pertanyaan itu. Baginya, itu adalah pertanyaan bodoh. Tidak menjadi soal, pohon dan rumah itu di kiri atau di kanan, yang penting tidak di tengah-tengah. 

 

"Kenapa begitu saja Lala tidak tahu? Apakah ia tidak bisa berpikir?" gumam Mama kepada dirinya sendiri, pelan. Lala menjadi semakin yakin bahwa sebenarnya, yang sakit mental adalah Mama, bukan dirinya.

 

Lala menjawab semua pertanyaan Dokter Sisi dengan lancar, tetapi Dokter Sisi tetap menuliskan resep obat-obatan. Tak lupa, ia memberikan sebuah daftar berkolom-kolom berwarna kuning.

 

“Daftar apa ini, Dok?” tanya Lala.

 

“Setiap kamu meminum obatmu, centang di sini, di samping tanggal yang sesuai,” suruh Dokter Sisi, menunjuk ke kolom-kolom.

 

“Baik, Dok,” ucap Lala. Padahal, batinnya, “Ribet banget, sih!”

 

Ternyata, ada untungnya juga mencentang di daftar itu karena Lala menjadi tidak lupa meminum obatnya setiap hari. Namun, ada kekurangannya. Lala menjadi tidak bisa mengurangi obatnya kalau sudah mendingan dan menambah obatnya kalau merasa kambuh, tanpa sepengetahuan dokter. Ia harus mencari-cari alasan kalau obatnya menjadi sisa, atau kurang sehingga ia membutuhkan obat lebih banyak, dan itu sukar sekali. Ia harus lebih menuruti dokter walaupun ia merasa bahwa ia-lah yang paling mengetahui kondisinya sendiri.

 

Bulan berikutnya, Lala datang ke rumah sakit tanpa diantar Mama, tetapi hanya diantar Papa dengan mobil sampai di depan rumah sakit. Lala harus masuk sendiri ke dalam dan mengurus semuanya. Lala yang kebingungan dibantu oleh petugas.

 

Kembali Lala mengantri dan menunggu di ruang tunggu. Ia melihat ke sekelilingnya. Ia sampai memutar kepalanya ke belakang. Pasien-pasien yang duduk di sekitarnya terlihat berwajah tegang dan kaku, entah apa saja yang telah mereka alami.

 

"Bagaimana aku bisa menawarkan novelku kepada mereka? Bagaimana mungkin mereka akan mau membelinya?" pikir Lala. Namun, ia tetap mengeluarkan novelnya dan menawarkannya kepada pasien yang duduk di sebelahnya. Pasien itu menoleh dan menatap Lala dengan pandangan hampa. Pasien itu tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Untuk beberapa saat lamanya, Lala mengangkat novelnya di depan wajah pasien itu, tetapi pasien itu bergeming. Tangan Lala terasa pegal. Ia kembali memasukkan novelnya ke dalam tas.

 

Akhirnya, nama Lala dipanggil perawat. Sampai di ruang psikiater, Dokter Sisi memberinya sebuah selebaran. Lala memberanikan diri bertanya, “Apa ini, Dok?”

 

“Datanglah ke alamat ini! Akan diadakan pertemuan skizofrenia. Saya akan menjadi pembicara di sana,” suruh Dokter Sisi, antusias.

 

Otak bisnis Lala bekerja. Ia ingin membawa buku-bukunya ke sana untuk dijual. Maka, tanyanya lagi, “Apakah saya boleh berjualan buku di sana?”

 

“Boleh saja. Saya juga mau membeli bukumu,” jawab Dokter Sisi.

 

"Ini, Dok." Lala mengeluarkan novel dari dalam tasnya.

 

"Berapa?" tanya Dokter Sisi.

 

"Rp 30.000, 00," sahut Lala.

 

"Ini uangnya," kata Dokter Sisi setelah ia mengeluarkan selembar lima puluh ribuan dari dalam tas tangan putihnya.

 

Lala mengambil kembalian berupa selembar dua puluh ribuan dari dalam dompetnya dan mengangsurkannya ke Dokter Sisi. Ucap Lala, "Terima kasih."

 

"Kembali kasih," ucap Dokter Sisi. Lala pun keluar ruangan setelah Dokter Sisi mengangsurkan selembar resep yang harus ditebus di apotek. Perawat segera berdiri di ambang pintu sambil berseru, "Saudari Rohana!"   

 

Lala merasa sangat bersyukur. Ia pulang setelah menebus resep obat di apotek. Ia menghitung uangnya di mobil ketika ia duduk di kursi penumpang di sebelah Papa yang sedang menyetir.

 

Kata Papa, "Uangmu banyak, La. Tunjukkan baktimu kepada Papa. Kamu harus menraktir Papa."

 

Maka, sebelum sampai di rumah, mereka mampir ke restoran ayam goreng. Mereka makan berdua dan Lala yang harus membayar di kasir.

 

Sesampainya di rumah, Lala menceritakan semuanya kepada Mama. Timpal Mama, "Pemborosan macam apa ini? Mama juga merasa tidak dihargai. Mama sudah susah-susah memasak."

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Premium
GUGUR
15449      2039     9     
Romance
Ketika harapan, keinginan, dan penantian yang harus terpaksa gugur karena takdir semesta. Dipertemukan oleh Kamal adalah suatu hal yang Eira syukuri, lantaran ia tak pernah mendapat peran ayah di kehidupannya. Eira dan Kamal jatuh dua kali; cinta, dan suatu kebenaran yang menentang takdir mereka untuk bersatu. 2023 © Hawa Eve
Imperfect Rotation
181      159     0     
Inspirational
Entah berapa kali Sheina merasa bahwa pilihannya menggeluti bidang fisika itu salah, dia selalu mencapai titik lelahnya. Padahal kata orang, saat kamu melakukan sesuatu yang kamu sukai, kamu enggak akan pernah merasa lelah akan hal itu. Tapi Sheina tidak, dia bilang 'aku suka fisika' hanya berkali-kali dia sering merasa lelah saat mengerjakan apapun yang berhubungan dengan hal itu. Berkali-ka...
Let me be cruel
5540      2795     545     
Inspirational
Menjadi people pleaser itu melelahkan terutama saat kau adalah anak sulung. Terbiasa memendam, terbiasa mengalah, dan terlalu sering bilang iya meski hati sebenarnya ingin menolak. Lara Serina Pratama tahu rasanya. Dikenal sebagai anak baik, tapi tak pernah ditanya apakah ia bahagia menjalaninya. Semua sibuk menerima senyumnya, tak ada yang sadar kalau ia mulai kehilangan dirinya sendiri.
My Andrean
11166      1962     2     
Romance
Andita si perempuan jutek harus berpacaran dengan Andrean, si lelaki dingin yang cuek. Mereka berdua terjebak dalam cinta yang bermula karena persahabatan. Sifat mereka berdua yang unik mengantarkan pada jalan percintaan yang tidak mudah. Banyak sekali rintangan dalam perjalanan cinta keduanya, hingga Andita harus dihadapkan oleh permasalahan antara memilih untuk putus atau tidak. Bagaimana kisah...
Kutunggu Kau di Umur 27
5002      2028     2     
Romance
"Nanti kalau kamu udah umur 27 dan nggak tahu mau nikah sama siapa. Hubungi aku, ya.” Pesan Irish ketika berumur dua puluh dua tahun. “Udah siap buat nikah? Sekarang aku udah 27 tahun nih!” Notifikasi DM instagram Irish dari Aksara ketika berumur dua puluh tujuh tahun. Irish harus menepati janjinya, bukan? Tapi bagaimana jika sebenarnya Irish tidak pernah berharap menikah dengan Aks...
Pasha
1291      579     3     
Romance
Akankah ada asa yang tersisa? Apakah semuanya akan membaik?
Janji-Janji Masa Depan
15636      3624     12     
Romance
Silahkan, untuk kau menghadap langit, menabur bintang di angkasa, menyemai harapan tinggi-tinggi, Jika suatu saat kau tiba pada masa di mana lehermu lelah mendongak, jantungmu lemah berdegup, kakimu butuh singgah untuk memperingan langkah, Kemari, temui aku, di tempat apa pun di mana kita bisa bertemu, Kita akan bicara, tentang apa saja, Mungkin tentang anak kucing, atau tentang martabak mani...
Ikhlas Berbuah Cinta
1222      830     0     
Inspirational
Nadhira As-Syifah, dengan segala kekurangan membuatnya diberlakukan berbeda di keluarganya sendiri, ayah dan ibunya yang tidak pernah ada di pihaknya, sering 'dipaksa' mengalah demi adiknya Mawar Rainy dalam hal apa saja, hal itu membuat Mawar seolah punya jalan pintas untuk merebut semuanya dari Nadhira. Nadhira sudah senantiasa bersabar, positif thinking dan selalu yakin akan ada hikmah dibal...
Ameteur
93      82     1     
Inspirational
Untuk yang pernah merasa kalah. Untuk yang sering salah langkah. Untuk yang belum tahu arah, tapi tetap memilih berjalan. Amateur adalah kumpulan cerita pendek tentang fase hidup yang ganjil. Saat kita belum sepenuhnya tahu siapa diri kita, tapi tetap harus menjalani hari demi hari. Tentang jatuh cinta yang canggung, persahabatan yang retak perlahan, impian yang berubah bentuk, dan kegagalan...
HARMONI : Antara Padam, Sulut dan Terang
1306      609     5     
Romance
HARMONI adalah Padam, yang seketika jadikan gelap sebuah ruangan. Meski semula terang benderang. HARMONI adalah Sulut, yang memberikan harapan akan datangnya sinar tuk cerahkan ruang yang gelap. HARMONI adalah Terang, yang menjadikan ruang yang tersembunyi menampakkan segala isinya. Dan HARMONI yang sesungguhnya adalah masa di mana ketiga bagian dari Padam, Sulut dan Terang saling bertuk...