Loading...
Logo TinLit
Read Story - Yang Tertinggal dari Rika
MENU
About Us  

Bab 10 - Ulangan Semester

---

 

Langit pagi ini tampak kelabu, seolah ikut menunduk menunggu ujian. Angin tipis menyusup lewat jendela yang setengah terbuka, membawa aroma tanah basah yang tak sempat kering sejak dini hari.

Di dalam kelas, meja meja telah rapi, penghapus dan pensil mengancam layaknya pasukan perang.

Sebagian siswa tampak gelisah—menggerakkan kaki tanpa henti, melirik catatan terakhir, atau berdoa pelan. Di sisi lain, ada yang masih sempat selfie dan tertawa seolah ini bukan hari penghakiman nilai.

Rika duduk di bangkunya sambil memeluk buku catatan Bahasa Inggris seperti pelampung terakhir. Di sebelahnya, Samudra menguap pelan, tapi matanya tajam, penuh persiapan. Ia sudah hafal tenses lebih baik daripada lirik lagu Korea yang biasa diputar adik kecil.

Di belakang mereka, Sarah dan Viona saling melempar penuh makna.

“Lihat tuh, cewek-cewek itu pada niat banget cari muka ke Samudra. Ujian aja masih sempat flirting.” Sarah memutar bola matanya.

Viona menahan tawa. “Lu sirik?”

"Gue? Amit-amit. Lagi pula cowok kayak dia tuh... terlalu gampang disukai. Terlalu berbahaya buat Rika. Makanya gue jagain."

“Kamu ibu kandungnya, apa gimana sih?” Ya ampun Viona. “Tapi, kalau jujur, kadang gue malah ngelihat kamu lebih cocok sama dia daripada Rika.”

Sarah melotot. "Diam deh lo. Nambahin pusing aja." Suara bel memotong percakapan mereka.

Serentak, cewek-cewek yang tadi sibuk mengelilingi meja Samudra berpencar kembali ke posisi masing-masing. Samudra menghela napas panjang, seperti baru lolos dari kepungan zombie.

Tatapannya sempat berlabuh sebentar ke arah Viona dan Sarah, lalu berhenti pada Rika. Gadis itu masih tenggelam dalam buku catatannya. Alisnya berkerut tipis, jemarinya sibuk membalik halaman, tapi mata cokelat gelapnya terlihat agak buram, seperti ada kabut yang tak bisa dihilangkan.

Entah kenapa, melihat Rika dalam diam seperti itu membuat dada Samudra terasa... lebih tenang.

Dan mungkin sedikit hangat.

Rika sepertinya sadar sedang diperhatikan. Ia mendongak pelan, menatap ke belakang.

Tatapan mereka tajam. Sepi. Sekilas.

Lalu, pintu terbuka keras. Pak Faisal, guru Bahasa Inggris, melangkah masuk. Membawa setumpuk kertas ulangan seperti petaka yang baru tiba dari langit.

"Hari ini, kita ulangan. Bahasa Inggris. Dengar baik-baik, sekali ada yang nyontek, saya hapus nilai kalian untuk semester ini!" tegasnya.

Lokasi kelas jadi sunyi senyap. Bahkan helaan napas pun seolah menahan diri.

Pak Faisal—walau masih muda, tinggi, dan wajahnya lebih cocok jadi selebgram daripada guru—punya reputasi tak main-main. Wibawanya bikin siswa segan walaupun dia cuma lewat.

Kertas ujian beredar. Suara pena mulai terdengar.

 

-*-

 

Aku menatap soal-soal di hadapanku. Semua terasa familiar. Aku tahu ini. Aku belajar.

Tanganku bergerak cepat. Tulisan tiba—anehnya—lebih rapi dari biasanya. Nyaris seperti huruf cetak. Tapi aku tidak peduli. Yang penting: jawab. Terus jawab.

Lalu... ada jeda. Bukan dari luar. Tapi dari dalam.

Seolah-olah aku hanya penumpang. Dan tubuhku sedang dikemudikan sesuatu yang tahu lebih banyak, bergerak lebih cepat, berpikir lebih dingin.

Pikiranku... terbagi. Sudut hatiku mulai berbisik, menyusun opini-opini yang bahkan tak kuizinkan keluar.

Putra Samudra ya? Katanya blasteran. Keren sih. Tapi biasa saja. Paling cuma tampan karena faktor genetik. Kalau otaknya nggak nyambung, buat apa?

Dan kenapa dia selalu lihat aku? Mata hazel itu, rasanya seperti menusuk. Tapi bukan luka. Lebih ke... penasaran. Seperti dia nyari sesuatu dariku yang aku sendiri tidak tahu.

Sarah? Selalu sibuk menjagaku. Padahal aku tidak minta.

Viona? Bukan masalah. Tapi terlalu ribut.

Dan Jeno... ah, Jeno. Diam-diam menyebalkan. tatapannya seperti mau masuk ke dalam kepala, nyari-nyari sesuatu. Seolah dia tahu ada rahasia besar, tersembunyi, dan dia hanya menunggu waktu untuk mengungkapnya. 

Semuanya melelahkan.

Aku juga lelah disebut 'orang yang menyenangkan'. Sebutan yang terdengar benar, tapi menusuk. Seakan aku ini palsu. Bukan aku yang asli.

Atau... siapa 'aku' yang asli? Diam. Fokus.

Bel sebentar lagi berbunyi. Aku pergi dulu.

Selamat tinggal~

---

DEG!

Rika tersentak pelan.

Tangannya masih memegang pensil, tapi matanya memicing bingung. Ia melihat lembar jawaban. Sudah penuh. Padahal ia merasa baru mengerjakan soal nomor satu.

Jantungnya berdetak lebih cepat. Lima menit lagi bel berbunyi.  Dengan cepat, ia memeriksa ulang penjelasannya. Semuanya... benar. Ia ingat materi-materi itu. Tapi tak ingat menulisnya.

Angin kembali masuk lewat jendela, menyentuh pipinya. Rika melirik ke luar, mencoba menenangkan diri. Tapi pikirannya menolak diam. Ada sesuatu yang terasa lepas kendali—bukan di luar, tapi di dalam dirinya.

"Tadi aku kenapa? Kenapa rasanya seperti... baru sadar? Siapa yang ngerjain soal-soal ini? Aku?" Suaranya tak terdengar. Tapi ribut di dalam kepala mulai naik volume.

“Kau tidak akan sendirian, Rika…”

Kata-kata itu terdengar samar. Seperti bisikan dari dasar sumur yang dalam. Tapi tajam, masuk ke setiap sudut kesadaran yang belum sempat dikunci.

Rika meraih kepalanya pelan. Tolak itu datang lagi. Seolah-olah ada yang ingin keluar, tapi tak tahu jalannya. Sepertinya dirinya... bukan satu.

Bel berbunyi nyaring.

Murid-murid mulai bergerak, mengumpulkan lembar jawaban ke depan. Suara kursi diseret, langkah kaki berderak, dan gumaman lega memenuhi ruangan. Tapi Rika tetap diam.

Menutup jendela.

Menunggu... mungkin bukan seseorang. Tapi jawabannya. Atau dirinya sendiri.

 

~

 

KRINGGG!!

Bel istirahat menderu nyaring, memecah konsentrasi yang menegangkan. Kertas-kertas ujian langsung dikumpulkan ke meja guru. Derap langkah, desahan lega, dan keluh kesah memenuhi ruang kelas yang tiba-tiba riuh.

Rika, masih diam di tempatnya, menarik napas dalam sebelum berdiri dan ikut menyerahkan lembar penjelasannya. Saat ia kembali duduk, seseorang mendekat.

“Eh… Rika, bolehkah kita ngobrol sebentar?” suara itu terdengar gugup, tapi jelas.

Jeno. Ia berdiri di samping meja Rika dengan ekspresi setengah kaku, seolah menantang dirinya sendiri untuk berbicara.

Rika menoleh pelan, memunculkannya datar, hampir bingung. “Tapi apa ya?” tanyanya hati-hati. Nada suaranya bukan sinis—hanya waspada. Ia tidak terbiasa, bahkan tidak suka, berbicara terlalu dekat dengan cowok. Apalagi cuma berdua.

Jeno sempat memikirkannya. Matanya sedikit menunduk, sebelum kembali menatap Rika. “Mau bahas soal IPS buat besok. Kalau bisa, pas istirahat atau pulang sekolah…”

Sebelum jawaban keluar dari bibir Rika, suara lain memotong dengan tajam.

"Maaf bro. Dia udah ada janji sama gue ya! enak banget ngambil yang bukan punya lo."

Samudra.

Dengan senyuman setengah miring dan tangan yang tiba-tiba merangkul bahu Jeno, pria itu berdiri seperti pelindung yang tiba-tiba turun dari langit. Bukan manis, lebih seperti ancaman terselubung.

Jeno tersentak. Mata Jeno dan Samudra bertemu dalam adu pandang yang dingin dan menyulut. Aura antara mereka seperti dua kutub yang gak bakal pernah bisa nyatu.

Jeno menarik napas panjang, lalu menatap Rika.

“Udah ada janji ya?” tanyanya sekali lagi, seolah ingin konfirmasi langsung dari sumbernya.

Rika, masih bingung, hanya bisa menatap ke belakang. Tapi tubuhnya yang tak bergeming memberi jawaban yang cukup jelas.

"Baiklah. Mungkin lain waktu, ya?" Jeno melangkah mundur. “Sampai jumpa, Rika.” Dan ia pun pergi, langkahnya ringan tapi jelas sedang menahan sesuatu.

Samudra menampilkannya dengan pelan. Sorot matanya masih menempel di punggung Jeno yang menjauh, penuh ketidaksukaan.

“Ma—makasih…” suara Rika akhirnya terdengar. Pelan. Nyaris seperti bisikan.

Tapi buat Samudra, itu cukup. Bibirnya langsung melengkung, matanya berbinar penuh kemenangan. "Iya, sama-sama. Aku tahu kamu gak nyaman diajak ngobrol sama Jeno, kan? Tenang aja, aku gak akan tinggalin kamu."

Suaranya berubah lembut. Nyaris menyentuh.

“Mau ke kantin bareng aku?” tanyanya, kali ini dengan nada lebih ringan, mencoba menenangkan suasana.

Rika menatapnya sebentar. Ia tidak menjawab langsung. Tapi saat dia mengangguk pelan, Samudra langsung tersenyum lebar. Mungkin, untuk Samudra… dia bukan penghuninya. Tapi Rika memang bersedia membuka sedikit ruang untuknya.

 

---

 

Di sisi lain…

“IH, GERAMNYA AKU!!” Suara Sarah nyaris meledak, matanya memelotot penuh api.

Viona yang duduk di sebelahnya langsung ngakak. Tertawa keras sambil memegangi perut, "Astaga, Sar! Ekspresi lo lucu banget sumpah! Tapi ya ampun, itu tadi… adu gengsi banget ya!"

Sarah menyeringai, masih dengan mata tajam mengawasi suasana, tempat Rika dan Samudra kini berjalan beriringan.

“Gue gak suka aja. Kalau ternyata Samudra cuma mainin Rika doang, terus dia pergi gitu aja, sementara Rika... ya, gue gak yakin dia bisa tahan kalau disakitin.” Suaranya pelan, tapi jelas penuh emosi.

Viona yang awalnya masih tertawa langsung berhenti. Hubungi Sarah dengan lebih serius. Tapi tak lama kemudian, dia tersenyum lembut.

“Yah… itu kan haknya Rika, Sar.Dia yang harus milih siapa yang mau dia percayain hatinya.” Kata Viona, bijak tapi santai.

Sarah menjawab. Mendengus pelan lalu mengangguk.

“Iya sih. Tapi tetep aja… semoga Samudra serius. Jangan cuma datang buat menang, terus pergi pas udah dapet.” Viona mengangguk, kali ini tanpa tawa.

Mereka berdua tahu—di balik semua drama dan canda itu, ada hati yang bisa benar-benar patah.

[Bersambung]

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Is it Your Diary?
313      261     0     
Romance
Kehidupan terus berjalan meski perpisahan datang yang entah untuk saling menemukan atau justru saling menghilang. Selalu ada alasan mengapa dua insan dipertemukan. Begitulah Khandra pikir, ia selalu jalan ke depan tanpa melihat betapa luas masa lalu nya yang belum selesai. Sampai akhirnya, Khandra balik ke sekolah lamanya sebagai mahasiswa PPL. Seketika ingatan lama itu mampir di kepala. Tanpa s...
Our Perfect Times
2638      1397     8     
Inspirational
Keiza Mazaya, seorang cewek SMK yang ingin teman sebangkunya, Radhina atau Radhi kembali menjadi normal. Normal dalam artian; berhenti bolos, berhenti melawan guru dan berhenti kabur dari rumah! Hal itu ia lakukan karena melihat perubahan Radhi yang sangat drastis. Kelas satu masih baik-baik saja, kelas dua sudah berani menyembunyikan rokok di dalam tas-nya! Keiza tahu, penyebab kekacauan itu ...
Finding My Way
1690      1075     3     
Inspirational
Medina benci Mama! Padahal Mama tunawicara, tapi sikapnya yang otoriter seolah mampu menghancurkan dunia. Mama juga membuat Papa pergi, menjadikan rumah tidak lagi pantas disebut tempat berpulang melainkan neraka. Belum lagi aturan-aturan konyol yang Mama terapkan, entah apa ada yang lebih buruk darinya. Benarkah demikian?
Sweet Like Bubble Gum
2641      1553     2     
Romance
Selama ini Sora tahu Rai bermain kucing-kucingan dengannya. Dengan Sora sebagai si pengejar dan Rai yang bersembunyi. Alasan Rai yang menjauh dan bersembunyi darinya adalah teka-teki yang harus segera dia pecahkan. Mendekati Rai adalah misinya agar Rai membuka mulut dan memberikan alasan mengapa bersembunyi dan menjauhinya. Rai begitu percaya diri bahwa dirinya tak akan pernah tertangkap oleh ...
Jadi Diri Sendiri Itu Capek, Tapi Lucu
6233      1983     5     
Humor
Jadi Diri Sendiri Itu Capek, Tapi Lucu Buku ini adalah pelukan hangat sekaligus lelucon internal untuk semua orang yang pernah duduk di pojok kamar, nanya ke diri sendiri: Aku ini siapa, sih? atau lebih parah: Kenapa aku begini banget ya? Lewat 47 bab pendek yang renyah tapi penuh makna, buku ini mengajak kamu untuk tertawa di tengah overthinking, menghela napas saat hidup rasanya terlalu pad...
Smitten Ghost
369      300     3     
Romance
Revel benci dirinya sendiri. Dia dikutuk sepanjang hidupnya karena memiliki penglihatan yang membuatnya bisa melihat hal-hal tak kasatmata. Hal itu membuatnya lebih sering menyindiri dan menjadi pribadi yang anti-sosial. Satu hari, Revel bertemu dengan arwah cewek yang centil, berisik, dan cerewet bernama Joy yang membuat hidup Revel jungkir-balik.
UNTAIAN ANGAN-ANGAN
590      476     0     
Romance
“Mimpi ya lo, mau jadian sama cowok ganteng yang dipuja-puja seluruh sekolah gitu?!” Alvi memandangi lantai lapangan. Tangannya gemetaran. Dalam diamnya dia berpikir… “Iya ya… coba aja badan gue kurus kayak dia…” “Coba aja senyum gue manis kayak dia… pasti…” “Kalo muka gue cantik gue mungkin bisa…” Suara pantulan bola basket berbunyi keras di belakangnya. ...
H : HATI SEMUA MAKHLUK MILIK ALLAH
72      67     0     
Romance
Rasa suka dan cinta adalah fitrah setiap manusia.Perasaan itu tidak salah.namun,ia akan salah jika kau biarkan rasa itu tumbuh sesukanya dan memetiknya sebelum kuncupnya mekar. Jadi,pesanku adalah kubur saja rasa itu dalam-dalam.Biarkan hanya Kau dan Allah yang tau.Maka,Kau akan temukan betapa indah skenario Allah.Perasaan yang Kau simpan itu bisa jadi telah merekah indah saat sabarmu Kau luaska...
God, why me?
353      273     5     
True Story
Andine seorang gadis polos yang selalu hidup dalam kerajaan kasih sayang yang berlimpah ruah. Sosoknya yang selalu penuh tawa ceria akan kebahagiaan adalah idaman banyak anak. Dimana semua andai akan mereka sematkan untuk diri mereka. Kebahagiaan yang tak bias semua anak miliki ada di andine. Sosoknya yang tak pernah kenal kesulitan dan penderitaan terlambat untuk menyadari badai itu datang. And...
Let me be cruel
10618      4373     545     
Inspirational
Menjadi people pleaser itu melelahkan terutama saat kau adalah anak sulung. Terbiasa memendam, terbiasa mengalah, dan terlalu sering bilang iya meski hati sebenarnya ingin menolak. Lara Serina Pratama tahu rasanya. Dikenal sebagai anak baik, tapi tak pernah ditanya apakah ia bahagia menjalaninya. Semua sibuk menerima senyumnya, tak ada yang sadar kalau ia mulai kehilangan dirinya sendiri.