Fayena nyaris tak bisa tidur karena kejadian tadi malam. Matanya terlihat lelah ketika hari sudah mau pagi. Regina heran begitu membuka matanya telah mendapati Fayena yang sudah terbangun. Sungguh tidak seperti biasanya. Bahkan gadis itu tampak menggelung rambutnya untuk bersiap mandi.
"Kesambet apa lo, Fay? Belum juga pagi udah mau mandi aja. Baru jam empat, lho. Beneran mau mandi sekarang nih?" tanya Regina dengan suara paraunya.
"Gue tiba-tiba nggak ngantuk lagi dan gerah banget rasanya, Re. Makanya gue mau mandi aja langsung," sahut Fayena segera beranjak dari kasur menuju kamar mandi.
Di kamar mandi, Fayena menyalakan shower. Ia membiarkan air shower membasahi dirinya yang hanya diam merasakan bagaimana dinginnya air itu. Ingatan Fayena terlempar pada sosok wanita yang sangat mirip dengannya di luar rumah malam tadi.
"Gue yakin banget kalau yang tadi malam beneran manusia yang mirip banget sama gue. Tapi kok bisa-bisanya dia panggil gue dan nyuruh gue pulang. Apa gue cuma ngaur, ya?" gumam Fayena jadi merinding dibuat oleh pemikirannya sendiri.
"Tapi tetap aja tadi malam jelas banget."
"Fayena! Cepetan, ya! Jangan mandi lama-lama lo! Takut banget gue kalau lo menggigil kedinginan di dalam sana. Fayena lo dengar gue?" seruan dari luar pintu kamar mandi itu membuyarkan lamunan Fayena tentang gadis yang ia lihat tadi malam.
"Iya bentar! Gue langsung keluar kalau beneran udah selesai!" sahut Fayena juga mengeraskan suaranya agar terdengar dari luar. Tak ingin berlarut dalam pemikirannya tentang tadi malam, Fayena segera menyelesaikan kegiatan mandi paginya,
Pagi sekitar pukul setengah tujuh Juanda sudah sampai di rumah Fayena membawa sarapan untuk mereka bertiga. Juanda menata meja makan bersama Regina. Sebelumnya Regina yang meminta Juanda membelikan mereka makanan dan beberapa kue untuk sarapan mereka. Juanda akhirnya memilih menu sarapan bubur dan kue onde-onde.
"Gimana rasanya jadi asisten Fayena dua harian ini?" tanya Regina memulai obrolan dengan pemuda di hadapannya.
"Seneng. Kan saya emang suka sama Fayena. Jadi ya ... saya berasa jadi fans paling beruntung bisa deket sama dia terus kerja bareng juga kan itungannya," sahut Juanda.
Regina menoleh ke arah tangga yang menghubungkan ke kamar Fayena. Aman. Fayena masih belum terlihat dari sana. Regina pun kembali menghadap Juanda untuk membahas sesuatu yang cukup rahasia.
"Juanda, gue mau ngomong. Tapi ini rahasia, ya. Cuma antara lo dan gue aja yang boleh tau," bisiik Regina.
Juanda sontak memasang raut wajah sedikit tegang sambil mengangguk kaku. Ia ikut mendekatkan dirinya pada Regina agar dapat mendengar ucapan wanita itu yang kelewat pelan. "Gue mau jodohin lo sama Faye. Kira-kira lo mau, nggak?"
Juanda terkejut bukan main menatap Regina yang menaik-turunkan alisnya untuk menggoda Juanda.
"Maksud lo apaan, Mbak? Ya kali Mbak jodohin saya sama Faye sedangkan Faye udah punya pacar. Mana pacarnya Alfino lagi," komentar Juanda.
"Justru itu. Gue mau Fayena lepas dari kekangan Alfino. Lo tau nggak kalau tuh cowok kasar banget? Dia pernah tampar Faye sekali waktu Faye diminta agensi pakek pakaian kelewat seksi pas manggung. Terus tuh orang egoisnya bukan main. Dia nggak mau Fayena temenan sama cowok padahal dianya banyak temen cewek. Kayak sekarang ini Fayena dilarang main drama sama Gabriel karena Gabriel itu musuh dia. Pas Fayena speak up ke pihak agensi, malah dia yang kena marah. Sumpah, Ju, gue udah muak banget sama yang namanya Alfino. Nggak menutup kemungkinan nanti dia yang ngerusak karir Fayena," cetus Regina panjang lebar.
Juanda terdiam sejenak mendengar penuturan Regina barusan. Sejujurnya ia juga merasa tak rela jika Fayena terus bersama Alfino. Apalagi dia tahu kalau Alfino senang main wanita.
"Mbak Re, gue sebenernya tahu siapa Alfino," akui Juanda.
"Ya kan wajar. Si Alfino juga penyanyi kok walau nggak setenar Faye," sahut Regina merasa heran Juanda mengakui hal itu.
"Bukan itu. Sebenernya ... Alfino itu saudara tiri saya, Mbak. Jadi saya tahu banyak tentang dia," ucap Juanda yang membuat Regina langsung menutup mulutnya.
"Elo serius? Ya ampun gue keknya salah pilih partner kerja sama deh. Malah tadi ngejelekin saudara tiri lo lagi. Sorry ya, Juan,'' ucap Regina terlihat tak enak hati.
"Gapapa, Mbak. Saya juga tahu kelakuan Alfino kek gimana. Jadi saya setuju kalau Fayena putus sama Alfino. Asal Mbak tahu aja, Alfino sering bawa cewek ke rumah dengan menyamar seperti saya. Jadi yang orang tahu saya yang sering bawa cewek, padahal itu Alfino," ungkap Juanda.
"Astaga--beneran, Ju? Eh, ini beneran? Soalnya bisa banget dijadiin senjata buat sadarin Faye. Dia tuh paling pede kalau soal banggain kesetiaan pacarnya. Sampe muak gue dengernya," ujar Regina bersemangat.
"Beneran. Tapi kayaknya nggak bisa ngomong langsung kalau si Alfino sering bawa cewek deh. Kan nggak ada bukti, Mbak. Jadi nanti--"
Ucapan Juanda terhenti begitu mendengar suara langkah kaki turun dari tangga. Buru-buru Juanda dan Regina duduk di kursi untuk memulai sarapannya. Fayena pun menghampiri mereka dengan pakaian yang sudah rapi.
"Makan, Faye. Nih gue udah minta Juanda beliin pas dia OTW ke sini," tawar Regina.
"Oke. Wiihh bubur yang dekat panti ya, Wan?" tanya Fayena seraya duduk di sampingnya.
"Iya. Katanya bubur di sana enak, jadi saya coba beli. Eh, beneran enak dong," sahut Juanda.
"Emang enak banget buburnya. Gue sering beli bubur di sana buat sarapan," ujar Fayena menyahuti.
Usai sarapan, Mereka bersiap-siap untuk berangkat. Sebelum masuk ke dalam mobil, Fayena baru mengingat kalau minyak aroma terapi miliknya tertinggal di kamar. Hingga memutuskan untuk kembali masuk ke dalam rumah. Saat itulah Regina kembali mengajak Juanda mengobrol lagi.
"Juan, lo pindah ke belakang gih. Temenin Fayena duduk di belakang. Gue bakal beralasan kalau agak grogi duduk di samping cowok ganteng. Ntar gue nggak bisa fokus nyetir lagi,'' tituah Regina.
Juanda tertawa kecil mendengar alasan yang akan dikemukakan oleh Regina. Agak berlebihan tapi tak begitu buruk. Ia juga ingin duduk di samping Fayena setiap perjalanan mereka. "Emang dia nggak marah?"
"Kagaklah. Lagian dia nganggap lo temen dekat kok. Santai aja sama Faye mah," sahut Regina.
Juanda pun berpindah duduk ke kursi belakang. Tak lama Fayena kembali menghampiri mobil dan masuk ke dalamnya. Ia cukup terkejut melihat Juanda ada di sana.
"Lho, Juan. Lo pindah ke belakang?"
"Gue yang nyuruh. Duh dia tuh bikin gue nggak fokus saking gantengnya. Bisa-bisa gue naksir sama asisten lo. Gue kan minat sama yang lebih dewasa. Langgar komitmen dong gue," celoteh Regina lanjar.
Fayena tertawa mendengar penuturan managernya itu. "Ada-ada aja deh. Gapapa kali kalau suka sama Juan. Eh tapi jangan deh. Dia udah punya Yena. Ntar lo jadi penghalang hubungan orang."
"Kampret lo, Faye. Udahlah lo mulai sekarang duduk bareng Juan aja di belakang. Biar gue nyetir dengan baik dan damai," sahut Regina seraya menyetir mobilnya meninggalkan halaman rumah Fayena.
Sepanjang perjalanan Fayena dan Juanda terus mengobrol. Mereka membicarakan tentang hal pribadi masing-masing. Mulai dari perjalanan karir hingga Fayena bisa sesukses ini. Regina menjadi sosok penyimak obrolan mereka sambil terus menyetir dengan tenang. Niatnya memang ingin membuat Fayena dekat dan merasa lebih nyaman dengan Juanda.
"Jadi sebelum jadi artis dulu kamu dari kalangan biasa aja? Saya pikir anak artis atau emang menempuh pendidikan dengan jurusan yang sesuai," ujar Juanda.
Fayena menggeleng. "Dulunya gue tinggal di perumahan biasa. Kerjaan mamah dan papah juga terbilang sederhana. Mamah gue dulu guru dan papah kerja di bar gitu. Terus ... mamah liat bakat nyanyi gue yang bagus banget katanya. Kebetulan mamah dapat informasi ada pencarian bakat menyanyi di kota. Awalnya gue nggak mau pergi ke kota sendirian. Nggak biasa pisah sama orang tua. Tapi karena dukungan dari nenek yang luar biasa, akhirnya gue dapat sebuah keyakinan kalau gue bisa tanpa orang tua dan mendapatkan profesi yang lebih bersinar. Sampai akhirnya gue dapat meraih juara satu ajang pencarian bakat itu. Gue masuk ke sebuah agensi dan menandatangani kontrak ke agensinya Pak Zew. Gue dikasih tempat tinggal sementara selama gue meniti karir. Karir gue membaik dan bisa bawa orang tua gue ke kota. Ya ... walau nggak lama sejak kepindahan orang tua gue ke kota, mereka pisah karena sebuah masalah. Ya gitulah pokoknya, nggak enak juga kalau bahas orang tua gue. Kami nggak harmonis lagi," tutur Fayena menjelaskan tentang awal karirnya hingga bisa bersinar seperti sekarang.
Awalnya Juanda merasa kagum dengan perjalanan karir seorang Fayena. Namun, tiba-tiba ia menemukan sebuah kamiripan antara Fayena di kehidupan sekarang dan Fayena di kehidupan sebelumnya. Jika Fayena yang dulu menuruti kemauan neneknya ke kota, kemungkinan Fayena akan menjadi penyanyi atau berkarir yang bagus seperti Fayena yang sekarang?
"Kenapa, Wan? Kok lo malah bengong? Lo lagi dong yang cerita soal diri lo. Bisa juga sih ceritain tentang Yena. Tapi aneh lho kalau denger lo cerita tentang Yena gue tuh kayak ngerasa feel-nya dapat banget. Seolah-olah gue bisa ngerasain apa yang Yena rasakan dan itu sesakit itu," ungkap Fayena.
Juanda menoleh pada Fayena dengan tatapan yang nanar. "Itu karena Yena yang aku maksud ya kamu, Faye. Diri kamu yang berada di kehidupan sebelumnya. Makanya kamu ngerasain perasaan yang sama," tutur Juanda dalam hati.
"Ya mungkin karena kalian mempunyai kemiripan?''
Fayena baru ingat soal kejadian tadi malam. Ia melirik Regina takut wanita itu fokus pada pembicaraan mereka. Namun, jika tidak diungkapkan sama sekali membuatnya kepikiran melulu soal itu.
"Oh ya, menurut lo ini gimana ... misal lo ngeliat ada orang yang mirip banget sama lo terus dia nyuruh lo pulang. Ya tiba-tiba aja gitu nongol kayak hantu minta lo pulang. Itu lo ngerasa kalau lo lagi berhalusinasi atau emang ada something? Kek pertanda apa gitu?'' Fayena menatap lekat Juanda untuk menunggu jawabannya.
Juanda yang paham lantas tersenyum simpul. "Bisa jadi itu pertanda alami, Fayena. Kamu harus kembali ke tempat yang seharusnya kamu berada."