"Faye ... Fayena ...."
Sosok gadis yang tengah tak sadarkan diri di lantai marmer berwarna putih itu pun mulai terusik. Kedua mata sipitnya terbuka, tampak kebingungan dengan keadaan sekitar sambil perlahan bangun. Raut wajahnya menunjukkan keterkejutan yang kentara, melihat sekitar yang putih polos tanpa ada satu pun warna lain.
"Di mana aku?" gumamnya.
Tiba-tiba beberapa bingkai berukuran cukup besar timbul dari sini kanan, kiri, dan depannya. Fayena sontak memundurkan langkahnya takut. Namun, melihat lukisan yang ada pada bingkai itu membuatnya terperagah. Pada lima buah bingkai itu terdapat dirinya dengan profesi yang berbeda-beda. Pada bingkai pertama terlihat dirinya memakai setelan kantor dengan sebuah gedung perusahaan besar di belakangnya. Bingkai kedua menunjukkan dirinya sebagai penyanyi yang cantik, terkenal, dan dipuja banyak orang. Pada bingkai ketiga menampilkan sosok Fayena yang bekerja sebagai seorang polwan. Lalu pada bingkai keempat sosok Fayena anak muda yang berpakaian gaul dan pewaris kaya raya. Terakhir, terlihat Fayena menikah dengan seorang pria tampan yang sangat kaya dan disegani.
Fayena masih di ambang kebingungan, tiba-tiba terdengar suara entah siapa itu. Suara itu begitu dekat dan jelas, tetapi tak ada sosoknya.
"Tentukanlah takdir yang kamu inginkan, Fayena. Kamu memiliki satu kesempatan untuk menentukan takdirmu sendiri. Sentuhlah gambar pada bingkai itu untuk mendapatkan takdir barumu."
Fayena tercengang mendengarnya. Jadi ... ini bisa memilih takdirnya sendiri sekarang? Fayena tersenyum bahagia melihat lima bingkai itu. Semuanya terlihat menyenangkan dan sangat ia sukai. Gadis itu menjadi dilema harus memilih takdir yang mana.
Tangan gadis itu menyentuh sebuah bingkai yang mana terdapat dirinya menjadi seorang penyanyi cantik yang sangat terkenal. "Aku pilih takdir yang ini," ujar Fayena tersenyum senang.
"Mengapa kau memilih takdir yang itu ketimbang takdirmu yang sekarang, Fayena?"
Gadis itu tersenyum getir. "Takdirku sekarang adalah takdir yang paling buruk dimiliki oleh gadis seusiaku. Aku tak memiliki orang tua, aku selalu membuat masalah untuk ayah dan ibu angkatku, aku tak cantik, aku tak pintar, dan aku selalu dikucilkan oleh orang di sekelilingku. Siapa yang ingin bertahan pada takdir menyedihkan seperti itu? Sedangkan takdir yang aku pilih ini sangat menyenangkan. Aku akan menjadi seorang gadis yang cantik, kaya, dan disukai banyak orang. Ada banyak sekali penggemar yang menyukai dan memujiku. Aku ingin hidup disukai banyak orang dan memiliki finansial yang bagus. Aku yakin dengan takdir yang aku pilih. Tak ada takdir yang lebih baik selain apa yang aku pilih," pungkas gadis itu dengan sangat yakin.
"Baiklah. Terimalah takdir barumu, Fayena!"
Tiba-tiba bingkai itu bersinar sangat terang hingga membuat Fayena menutup matanya dengan kedua tangan menghalau cahaya itu. Tak tahu apa yang terjadi dan mengapa hal ini terjadi pada dirinya. Fayena tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Ia merasakan rasa empuk sesuatu yang ia rebahi. Fayena terkejut ketika meraba selimut putih yang tebal dan lembut yang menutupi tubuhnya. Gadis itu langsung bangun, raut wajahnya sangat bingung melihat keberadaan dirinya di sebuah kamar yang besar dan mewah. Ia berada di kasur king size dengan mengenakan piyama merah muda terbuat dari kain satin.
"A-apa aku ...." Fayena membulatkan matanya ketika mengingat kembali kejadian yang ia yakin tak lama berlalu. Ia memilih takdir menjadi seorang penyanyi cantik yang terkenal dan kaya raya. Ya, sekarang inilah hidup barunya.
"Jadi ini adalah takdir hidup baruku?" Fayena seraya turun dari kasurnya menuju meja rias. Ia terpukau melihat dirinya sendiri yang bahkan baru bangun tidur saja sudah secantik ini. Rambutnya terurai panjang dan lurus, wajahnya terlihat putih dan mulus, serta kulitnya yang sangat halus dan terawat. Fayena sangat menyukai dirinya yang sekarang.
Fayena menelisik kamar itu. Ia hanya menemukan satu lemari saja. Begitu ia membukanya, bibirnya terangkat sempurna. Ada banyak baju yang tersusun rapi di sana. Namun, Fayena heran mengapa hanya ada satu lemari pakaian padahal ia adalah artis yang sangat kaya raya? Fayena pun kembali menelisik kamarnya itu. Ada sebuah pintu lagi di sudut kamar. Ia pun melangkahkan kakinya ke sana. Begitu pintu itu ia buka, tampaklah sebuah ruangan lagi yang sedikit lebih kecil dari kamarnya. Ruangan itu dipenuhi oleh pakaian, celana, tas, topi, selop, sepatu, dan lain sebagainya. Satu ruangan itu hanya dipenuhi oleh outfit yang sangat menarik.
"Ya ampun ... jadi ini semua punyaku? Ini semua punya Faye?" Fayena langsung mengambil sebuah gaun berwarna putih motif bunga-bunga. Ia segera menuju cermin dan menyandingkan gaun itu ke tubuhnya. Mata sipitnya semakin tenggelam ketika ia tersenyum. Gaun itu sangat manis di tubuhnya.
"Aku mau mandi dulu deh. Terus aku pakai gaun ini aja. Udah lama pengin banget punya gaun kayak putri-putri cantik. Akhirnya kesampaian juga. Asik!" Fayena membawa gaun itu keluar dari tempat itu.
Begitu Fayena keluar, ia sangat terkejut melihat seorang wanita dengan pakaian setelan warna abu-abu tua. Wanita berambut pendek itu sibuk membenahi tempat tidur Fayena yang berantakan. Menyadari keberadaan seseorang, wanita itu menoleh. Ia berdecak melihat Fayena yang ternyata belum mandi.
"Ya ampun, Faye! Lo belum mandi juga? Kurang satu jam lagi acaranya bakal mulai lho, Fay. Cepetan lo mandi dan gue yang atur outfit, lho. Apaan tuh gaun bunga-bunga, ini bukan acara santai, ya. Ini acara formal. Lo bakal syuting bareng aktor dan penyanyi ternama, kudu elegan doang pakaian lo. Buru mandi!" omel wanita itu seraya berjalan menuju Fayena, merampas baju itu, dan berjalan masuk ke ruangan pakaian.
Fayena masih tak mengerti siapa wanita itu dan akan kemana ia hari ini?
"Faye cepetan! Malah bengong nih anak. Kebiasaan deh kalau baru bangun tidur kek orang linglung," tegur wanita itu dari belakang.
"I-iya iya. Ini mau mandi," sahut Fayena segera berlari menuju kamar mandi.
Wanita berambut pendek itu menyembulkan kepalanya dari dalam ruangan baju, ia mengeryit heran mendengar nada biara Fayena tak seperti biasanya. "Kok dia kalem sih? Biasanya lebih rempong dari gue," gumamnya kebingungan. "Apa tuh anak habis minum banyak ya tadi malam? Ah, bodo. Awas aja tuh anak terlambat lagi. Gue yang kena omel pihak agensi."
Wanita berambut pendek itu adalah manager Fayena, namanya Regina Daulan. Orangnya lugas, penuh percaya diri, dan sigap sekali dalam mengurus Fayena yang notabennya artis yang judes, cerewet, dan lamban. Sudah setengah jam Regina menunggu di ruang tengah, tetapi Fayena belum juga keluar kamar. Tepat saat Regina ingin menyusul ke kamar, Fayena telah turun dari tangga dengan perlahan. Fayena mengenakan setelan sama seperti Regina, hanya saja warna merah menyala. Pakaian itu sangat bagus di tubuh Fayena, ia terlihat tampak elegan dan karismatik. Regina tersenyum senang, outfit pilihannya memang tak ada yang pernah gagal. Selalu pas bagi Fayena.
"Muncul juga lo, Fay. Gue siapin mobil dulu, ya," ucap Regina seraya menjauh. Fayena hanya mengangguk patuh.
Regina menghidupkan mobil. Satpam telah membukakan kembali gerbang rumah mewah itu. Fayena yang baru saja keluar dari rumah, terpana melihat rumah bagian depan. Ternyata rumah itu sangatlah indah dengan nuansa cokelat muda. Halaman rumahnya pun sangat luas dengan taman yang sangat tertata rapi di bagian sampingnya.
"Faye! Cepetan masuk! Malah bengong. Rumah lo aman nggak ada yang ngambil, nggak usah dilihatin," tegur Regina dari dalam mobil.
Fayena membuka pintu mobil itu dan masuk ke dalamnya. Ia duduk di samping Regina yang menyetir mobil itu perlahan meninggalkan kediaman Fayena saat ini. Regina kembali menoleh pada Fayena yang agak lain hari ini. Apa ini hanya perasaannya saja? Biasanya Fayena senang duduk di kursi belakang, tetapi kali ini ia duduk di kursi depan. Ada apa dengan Fayena?
"Maaf, nama kamu siapa, ya? Aku bingung cara manggilnya," tanya Fayena yang sontak langsung membuat Regina tertawa puas.
"Hahaha! Faye-Faye! Ternyata lagi akting toh. Gue pikir lo beneran berubah gila. Lo sempat bikin gue keheranan sama tingkah lo pas gue masuk kamar tadi. Ck, oke gue berusaha menyeimbangi akting lo, ya. Kasihan juga sih yang mau ikutan casting jadi aktris tapi nggak jadi-jadi," ujar Regina seraya menetralkan eksprsinya. "Perkenalkan, Faye. Saya Regina Daulan yang akan menjadi manager Anda hari ini dan seterusnya. Saya akan mengurusi semua keperluanmu dan jadwalmu sebagai artis papan atas," ucap Regina berakting.
"O-oh, begitu, ya. Ke mana kita hari ini, Mbak Regina?" tanya Fayena sekalian saja pura-pura berakting walau sebenarnya dia ingin menanyakan hal tersebut.
"Ya jangan manggil gue Mbak juga, Faye. Enak aja gue dipanggil Mbak," protes Regina. "Kita hari ini akan menghadiri acara talk show yang diakan oleh Goldvision, Fayena. Kamu akan menghadiri acara tersebut bersama Aktor Hesan Wilgantara dan Vocalist band Ruru Ziana," ucap Regina memberitahu.
Fayena lantas mengangguk paham walau ia masih sangat ragu apakah ia akan melakukan yang terbaik nanti di acara tersebut? Mengingat dirinya tak tahu apa-apa tentang Fayena pada versi ini.
Sesampai di gedung Goldvision, Fayena mengikuti langkah Regina menuju tempat syuting talk show tersebut. Ternyata acara tersebut akan dimulai dalam waktu beberapa menit lagi. Regina ingin pergi dari sana, tetapi Fayena lekas menahannya.
"Kamu—Eh, lo mau ke mana, Regina?" tanya Fayena berusaha menyamakan gaya bicaranya dengan Regina.
"Ya gue mau ambilin lo camilan lah. Lo lupa belum makan apa-apa ke sini? Ntar kenapa-kenapa lagi. Makanya bangun yang pagi," sahut Regina pelan. Ia takut ada yang mendengar omelannya.
"Terus gue nunggu di mana nih?"
"Ck, lo kenapa kayak anak TK gitu sih, Fay. Ya lo datengin rekan lo lah. Tuh di ujung sana ada Hesan sama Ruru yang lagi ngobrol. Ngomong gitu biar akrab. Secara kalian tuh emang jarang banget satu project gini. Dah ah, gue pergi dulu, ya," ucap Regina meninggalkan Fayena.
Fayena melangkah menuju mereka dengan langkah gugup. Ia tak terbiasa dengan tempat ini. Kebiasaan kepalanya yang menunduk pun masih ia bawa pada kehidupan barunya. Hingga ia tak sadar sudah berada di hadapan Hesan dan Ruru.
"Lho, Fayena udah datang ternyata. Halo, Fay! Akhirnya kita satu project juga, ya?" Pria perawakan tinggi, berkulit tan, dan alis tebal itu tersenyum sambil mengulurkan tangannya untuk berjabatangan. Melihat senyuman seorang Hesan membuat Fayena terkesima untuk pertama kalinya. Tangannya perlahan terulur menyambut tangan kekar Hesan.
"Senang juga satu project sama kamu, Hesan," ucap Fayana tersenyum dengan tatapan penuh kekaguman pada pria itu.