Loading...
Logo TinLit
Read Story - FAYENA (Menentukan Takdir)
MENU
About Us  

Ternyata masih ada orang yang menganggap seorang manusia itu pembawa sial. Padahal istilah seperti itu adalah sesuatu yang sangat tak pantas untuk ditanamkan pada jiwa siapa saja. Salah satu manusia malang yang mendapatkan predikat pembawa sial itu adalah Fayena. Gadis berusia 20 tahun itu hanyalah anak angkat dari pasangan suami-istri, Pak Lusman dan Bu Iriyani. Awal mula Fayena mendapatkan gelar itu karena Pak Lusman meninggal dunia akibat menyelamatkan nyawa Fayena dari ular berbisa di sawah. Berbagai fakta lama tentang keluarga kecil Pak Lusman beredar yang akhirnya menjadi buah bibir para warga Desa Grawang Telu. Fayena sudah membuat keluarga Pak Lusman mendapatkan nasib sial semenjak mengangkatnya sebagai anak lima belas tahun yang lalu dari panti asuhan.

Semenjak kematian suaminya, Bu Iriyani yang termakan omongan warga sekitar tentang putri angkatnya pun memutuskan untuk tinggal di kota untuk memulai hidup baru. Fayena tak diperbolehkan ikut lantaran tak ingin jika kesialan itu malah menimpa Iriyani untuk ke depannya. Meski begitu, Bu Iriyani tetap meminta pada orang tuanya dan juga saudaranya untuk memberikan Fayena tempat tinggal dan makan, sebab dengan menjadikan Fayena putrinya lima belas tahun yang lalu, itu berarti Fayena adalah tanggung jawab dirinya dan suaminya.

Kehidupan sederhana yang bahagia yang dulu dinikmati oleh Fayena hilang seketika semenjak kepergian ibunya ke kota. Keluarga orang tua angkatnya tak ada yang menginginkannya, bahkan ia diasingkan ke sebuah rumah kecil yang berada di ujung desa. Hanya dengan bekerja di kebun milik ayahnya dulu Fayena bisa makan untuk hidupnya. Di usianya yang masih sangat muda, Fayena telah mengecap rasanya ditinggalkan, dikucilkan, dan perjuangan keras mencari uang untuk makan.

Aliran air yang landas membawa sabun bekas dari cucian Fayena dengan cepat ke arah Hilir. Gadis itu mengambil lagi baju keduanya untuk dicuci dengan sabun bubuk dan sikat tangan. Rambut keritingnya tergelung rapi dengan sedikit untaian di kedua pelipisnya. Gadis berkulit kuning langsat, tak begitu tinggi, dan bermata sedikit sipit itu dengan semangat menyelesaikan kegiatan mencucinya ketika hari masih sangat pagi, sebelum ada warga yang ke kali untuk beraktivitas juga.

Terdengar suara obrolan dua wanita yang berjalan ke arah kali. Fayena terdiam sejenak untuk mendengarkan dengan saksama. Kedua matanya yang sipit sedikit melebar begitu menyadari ada orang yang ingin ke kali. Lekas ia membilas bajunya sebelum dua wanita itu melihatnya. Namun, ketika ia hendak berdiri, kakinya tergelincir dan berakhir membuat dirinya tercebur. Sepasang bajunya hanyut terbawa aliran air yang cukup landas. Fayena dengan susah payah bangkit dari air dan berenang menyusul pakaiannya dengan tampak panik.

"Bajuku ...." lirihnya begitu melihat atasannya telah hanyut jauh. Hanya rok warna putih miliknya yang berhasil ia selamatkan.

Dua warga yang datang untuk mencuci pakaian pun melihat Fayena di dalam air. Mereka berdecak sinis melihat gadis itu meratapi bajunya yang telah hanyut.

"Heh, Faye! Mau sampai kapan kamu di dalam air? Bisa-bisa airnya malah kena energi negatif ada kamu di dalamnya. Cepat naik!" Salah satu dari wanita itu mengomel dengan tampang tak suka pada Fayena yang malah menatapnya sedih.

"Baju saya barusan hanyut, Bu," ujarnya sambil mencoba keluar dari dalam air.

"Apa hubungannya dengan saya? Itu mah emang kamunya aja yang sial. Tahu kan kamu kenapa gelar pembawa sial cocok di kamu? Ya kamu sendiri aja sering buat sial ke diri sendiri. Udah deh pergi sana! Bikin orang pagi-pagi ngomel aja," ketus wanita itu dengan tatapan yang sengit.

Fayena hanya bisa menunduk sedih sambil meneguk salivanya pelan. Ia hanya bisa menerima semua cacian itu tanpa berani melakukan perlawanan sedikitpun. Baginya tidak terusir dari desa ini saja sudah anugerah yang besar. Mengingat banyak sekali warga yang tak suka akan keberadaannya, bahkan dari keluarga angkatnya sendiri.

"Misi, Bu," ucapnya berjalan menunduk membawa bakul berisi pakaian.

Kedua kaki gadis itu terus melangkah hingga sampai di rumah kecilnya. Di letakkannya bakul berisi pakaian di tanah, lalu memeras pakaian itu sebelum menjemurnya. Tiba-tiba suara gemuruh di atas langit terdengar. Sejak kapan langit mendung membentang luas? Kedua mata gadis itu menatap nanar ke atas langit dengan mata berkaca-kaca tanpa mengatakan apapun.

Fayena masuk ke dalam rumah. Kakinya yang kotor dengan kulit tak terawat dengan baik itu berjalan menuju dapur. Beras di pedaringan kecilnya habis, bibirnya semakin maju ke depan efek gejolak kesedihan yang sedang mendayu-dayu di sanubarinya. Harusnya Fayena tak menangis karena ini sudah biasa terjadi, tetapi tangisannya berakhir turun bersamaan dengan rinai hujan yang membasahi bumi.

Gadis itu menangis tersedu-sedu. Sudah enam bulan setelah ayahnya meninggal dan ibunya yang meninggalkannya ke kota. Rasanya Fayane nyaris tak dapat membendung rasa sakit lagi. Bersabar memang satu-satunya cara yang paling mulia untuk menghadapi setiap ujian yang ada. Namun, tak semua orang kuat menyemai hangatnya kesabaran di tengah dinginnya jiwa yang tak berkesudahan.

"Faye! Faye!"

Fayena yang tadinya menangis di depan pedaringan, langsung menghapus air matanya. Ia beranjak menuju pintu utama rumah itu. Begitu ia membuka pintu, tampak seorang wanita lanjut usia yang memakai topi purun membawa sebuah rantang berwarna putih.

"Nenek," lirih Fayena menatap sedih sosok orang tua yang ia panggil nenek sedang membuka topi purunnya, lalu menerobos masuk ke dalam rumah tanpa menunggu Fayena mempersilakannya.

Sumiyati atau orang tua dari Pak Lusman itu duduk di lantai seraya membuka rantang. Ada nasi, sayur rebus, dan sepotong ikan nila. Nenek Sumi mendorong ranjang itu ke hadapan cucunya dengan tampang tak bersahabat. "Nih, makan! Nenek tau kamu nggak bisa makan hari ini karena beras habis," ujarnya tak ada nada lembut sama sekali.

Fayena, gadis itu perlahan menarik rantang lebih dekat dengannya. Tangannya perlahan menjumput sayuran dan secubit ikan, lalu menyatukannya dengan sesuap nasi. Gadis itu mulai makan walau dengan air mata yang kembali luruh.

"Nangis aja biasanya! Coba kamu tuh nurut sama Nenek! Pergi dari desa ini, jangan diam aja kalau perasaan kamu tertekan dan hidupmu tak diinginkan oleh orang lain. Ngapain bertahan di kubangan lumpur yang menjijikan, kalau kamu bisa berpindah ke tempat yang lebih baik, Faye!" omel Nenek Sumi. Walau terdengar seperti membentak Fayena, tetapi kedua mata tua itu berkaca-kaca. "Nenek nggak bisa liat kamu kayak gini terus, Faye. Mending kamu nggak ada aja sekalian," lanjutnya langsung nangis terisak.

Fayena yang mendengar tangisan pilu neneknya, semakin deras air matanya yang keluar. Tanpa suara berisik, tanpa isakan pilu, dan tanpa hapusan air mata oleh tangannya. Tangannya terlalu sibuk menyuap nasi dan lauk ke dalam mulut seolah-olah itu adalah makanan terakhirnya.

"Faye! Dengar tidak apa kata Nenek!" teriak Nenek Sumi.

"Denger, Nek!" sahut Fayena juga membentak. Nenek Sumi terkejut mendengar gadis itu membentaknya juga.

Nenek Sumi geleng-geleng kepalanya menatap cucunya tak percaya. "Saya nyesel memperbolehkan Lusman mengangkatmu sebagai anak, jika tahu anak yang dia angkat malah memiliki nasib seperti ini. Kamu tau nggak, Faye, kabar apa yang beredar di desa ini? Tau nggak kamu!"

Fayena tak menjawab, ia tetap menangis dengan mulut yang penuh dengan makanan. Entah sudah berapa banyak air mata yang berjatuhan, kepalanya terasa pening dengan mata yang terasa berat. Apalagi mendengarkan tudingan sang Nenek yang membuat hatinya senantiasa tergores oleh fakta-fakta menyakitkan yang tertuju padanya.

"Si Basuki datang ke rumah terus bilang kalau liat kamu dengan anaknya mesra-mesraan di saung dekat sawah. Dia berencana menjadikan kamu istri anaknya yang ke delapan, Faye. Bayangkan gimana perasaan saya pas denger kenyataan seperti itu? Saya mikirin nasib kamu setelah nikah dan jadi istrinya Janudin. Si hidung belang yang tempramental dan tak berperikemanusiaan meski dengan istrinya sendiri. Makin sakit hidupmu, Faye. Makanya dengerin apa kata saya, pergi kamu dari desa ini. PERGI!"

Fayena langsung bersujud di hadapan neneknya sambil terisak hebat. "Nenek ... Faye mohon jangan usir Faye, Nek. Faye nggak mau jauh dari bapak. Bapak dimakamkan di sini, Nek. Faye nggak mau durhaka, Faye udah janji bakal dekat sama bapak terus. Jangan usir Faye, Nek," racau Fayena tersedu-sedu.

Nenek Sumi tak mau tahu. Ia menarik Faye keluar dari rumah itu secara paksa meski dengan tenaganya yang sudah renta. Faye tak berani melawan dengan tenaga, tetapi mulutnya senantiasa memberontak tak ingin pergi dari sana.

''Nenek jangan usir Faye, Nek. Jangan usir Faye, Nek," ujarnya memohon.

Nenek Sumi tak mempedulikan permohonan itu. Beliau menggembok rumah kecil yang selama ini Fayena tinggali seorang diri. Setelahnya Nenek Sumi memasang topi purun dan pulang ke rumahnya dengan menembus hujan.

Fayena meraung di depan rumahnya sendiri. Warga sekitar melihat Fayena yang menangis dari rumah mereka. Fayena menelisik sekitar, banyak sekali warga yang menontonnya dan mengungunjingnya dengan tatapan sinis. Fayena tak tahu lagi harus bagaimana menghadapi hidupnya yang begitu menyakitkan. Maka gadis malang itu berlari pergi dari rumah, menembus derasnya hujan menuju ke arah hutan yang lebat.

Tak peduli dengan petir yang bersahutan, kakinya yang sakit tanpa alas, dan letih yang membuat tubuhnya gemetar. Fayena menaiki sebuah bukit yang tak begitu tinggi. Ia menaiki bukit itu tanpa rasa takut akan tergelincir ke bawah sana. Baginya hidup atau mati tak berharga lagi. Lara yang bercampur dengan rasa sakit yang menumpuk setiap harinya membuat hatinya kian tak terkendali. Hari ini, Fayena ingin meledakkan emosinya.

Kedua kaki gemetar gadis itu sampai di atas bukit. Ia melangkah dengan tangisan yang semakin menjadi dan tatapan yang begitu menyakitkan. Di atas bukit yang luas dan diterpa hujan lebat, Fayena berdiri dengan pandangan lurus ke depan.

"TUHAN! KALAU FAYE HIDUP CUMA UNTUK MENDERITA, AMBIL AJA FAYE LEBIH DULU, JANGAN BAPAK! KENAPA FAYE DAPAT TAKDIR SUSAH DISAAT ORANG LAIN BISA PUNYA TAKDIR YANG LEBIH BAGUS? KENAPA?!"

Teriakan keras Fayena disambut oleh suara petir yang nyaring hingga tubuh gadis itu limbung seketika. Tubuhnya tergeletak di atas tanah dengan bibir pucat dan wajah yang layu. Apakah yang terjadi selanjutnya pada gadis malang yang ingin sebuah kebahagiaan seperti seorang Fayena?

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 1
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Semesta Berbicara
1045      644     10     
Romance
Suci adalah wanita sederhana yang bekerja sebagai office girl di PT RumahWaktu, perusahaan di bidang restorasi gedung tua. Karena suatu kejadian, ia menjauh dari Tougo, calon tunangannya sejak kecil. Pada suatu malam Suci memergoki Tougo berselingkuh dengan Anya di suatu klub malam. Secara kebetulan Fabian, arsitek asal Belanda yang juga bekerja di RumahWaktu, ada di tempat yang sama. Ia bersedia...
Heavenly Project
501      348     5     
Inspirational
Sakha dan Reina, dua remaja yang tau seperti apa rasanya kehilangan dan ditinggalkan. Kehilangan orang yang dikasihi membuat Sakha paham bahwa ia harus menjaga setiap puing kenangan indah dengan baik. Sementara Reina, ditinggal setiap orang yang menurutnya berhaga, membuat ia mengerti bahwa tidak seharusnya ia menjaga setiap hal dengan baik. Dua orang yang rumit dan saling menyakiti satu sama...
Black Roses
32497      4645     3     
Fan Fiction
Jika kau berani untuk mencintai seseorang, maka kau juga harus siap untuk membencinya. Cinta yang terlalu berlebihan, akan berujung pada kebencian. Karena bagaimanapun, cinta dan benci memang hanya dipisahkan oleh selembar tabir tipis.
To the Bone S2
390      283     1     
Romance
Jangan lupa baca S1 nya yah.. Udah aku upload juga .... To the Bone (untuk yang penah menjadi segalanya) > Kita tidak salah, Chris. Kita hanya salah waktu. Salah takdir. Tapi cintamu, bukan sesuatu yang ingin aku lupakan. Aku hanya ingin menyimpannya. Di tempat yang tidak mengganggu langkahku ke depan. Christian menatap mata Nafa, yang dulu selalu membuatnya merasa pulang. > Kau ...
Manusia Air Mata
946      582     4     
Romance
Jika air mata berbentuk manusia, maka dia adalah Mawar Dwi Atmaja. Dan jika bahagia memang menjadi mimpinya, maka Arjun Febryan selalu berusaha mengupayakan untuknya. Pertemuan Mawar dan Arjun jauh dari kata romantis. Mawar sebagai mahasiswa semester tua yang sedang bimbingan skripsi dimarahi habis-habisan oleh Arjun selaku komisi disiplin karena salah mengira Mawar sebagai maba yang telat. ...
Mars
1163      632     2     
Romance
Semenjak mendapatkan donor jantung, hidup Agatha merasa diteror oleh cowok bermata tajam hitam legam, tubuhnya tinggi, suaranya teramat halus; entah hanya cewek ini yang merasakan, atau memang semua merasakannya. Dia membawa sensasi yang berbeda di setiap perjumpaannya, membuat Agatha kerap kali bergidik ngeri, dan jantungnya nyaris meledak. Agatha tidak tahu, hubungan apa yang dimiliki ole...
Blue Island
140      120     1     
Fantasy
Sebuah pulau yang menyimpan banyak rahasia hanya diketahui oleh beberapa kalangan, termasuk ras langka yang bersembunyi sejak ratusan tahun yang lalu. Pulau itu disebut Blue Island, pulau yang sangat asri karena lautan dan tumbuhan yang hidup di sana. Rahasia pulau itu akan bisa diungkapkan oleh dua manusia Bumi yang sudah diramalkan sejak 200 tahun silam dengan cara mengumpulkan tujuh stoples...
Lovebolisme
148      130     2     
Romance
Ketika cinta terdegradasi, kemudian disintesis, lalu bertransformasi. Seperti proses metabolik kompleks yang lahir dari luka, penyembuhan, dan perubahan. Alanin Juwita, salah seorang yang merasakan proses degradasi cintanya menjadi luka dan trauma. Persepsinya mengenai cinta berubah. Layaknya reaksi eksoterm yang bernilai negatif, membuang energi. Namun ketika ia bertemu dengan Argon, membuat Al...
Bisikan yang Hilang
62      56     2     
Romance
Di sebuah sudut Malioboro yang ramai tapi hangat, Bentala Niyala penulis yang lebih suka bersembunyi di balik nama pena tak sengaja bertemu lagi dengan Radinka, sosok asing yang belakangan justru terasa akrab. Dari obrolan ringan yang berlanjut ke diskusi tentang trauma, buku, dan teknologi, muncul benang-benang halus yang mulai menyulam hubungan di antara mereka. Ditemani Arka, teman Radinka yan...
Untuk Takdir dan Kehidupan Yang Seolah Mengancam
759      517     0     
Romance
Untuk takdir dan kehidupan yang seolah mengancam. Aku berdiri, tegak menatap ke arah langit yang awalnya biru lalu jadi kelabu. Ini kehidupanku, yang Tuhan berikan padaku, bukan, bukan diberikan tetapi dititipkan. Aku tahu. Juga, warna kelabu yang kau selipkan pada setiap langkah yang kuambil. Di balik gorden yang tadinya aku kira emas, ternyata lebih gelap dari perunggu. Afeksi yang kautuju...