Loading...
Logo TinLit
Read Story - Di Bawah Langit Bumi
MENU
About Us  

Sejak insiden dengan Pak Erhan, suasana di kelas X-E berubah total. Bukan jadi lebih santai—justru sebaliknya.

Guru-guru kini melangkah hati-hati ke dalam kelas itu, seolah mereka melintasi lantai kaca. Tatapan mereka selalu, sadar atau tidak, akan berakhir ke pojok belakang—tempat Bumi duduk.

Anak itu tak pernah ribut. Hanya duduk diam, tangan terlipat, wajah datar. Tapi kehadirannya cukup membuat para guru menahan napas. Jika ia terlihat tenang, pelajaran berjalan lancar. Tapi jika matanya tajam, kepala sedikit condong, alisnya naik setengah milimeter—itu cukup membuat guru paling percaya diri pun menjadi tergagap. 

Tak ada yang berani datang terlambat. 

Dan ketika jam pelajaran berakhir, bahkan guru paling idealis pun langsung menutup buku begitu bel berbunyi.

Satu lirikan Bumi ke jam dinding saja cukup jadi isyarat—waktu kalian habis.

Semuanya harus berjalan efisien, tepat waktu. 

Pagi itu, Pak Reza hampir terlambat. Ia masuk kelas dengan napas lega dan langsung melirik ke bangku Bumi. Dia kelihatan tenang, oke, pikir Pak Reza lega. 

Pelajaran dimulai. Sophia aktif bertanya seperti biasa, sementara Geri dan Nino cekikikan di belakang setiap kali ia angkat tangan. Pak Reza nampak tidak terlalu peduli. Ia hanya berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan Sophia dengan baik agar jangan sampai Bumi menganggap ia malas mengajar.

Menjelang akhir pelajaran, Pak Reza membagikan hasil ulangan.

“Sophia. 100. Hebat, pertahankan ya.”

Sophia tersenyum dan kembali ke tempat duduk. Teman-temannya? Biasa saja. Nilai sempurna seolah sudah hal lumrah baginya.

“Geri. 55. Mentok banget, belajar lagi ya.”

Geri nyengir, “Dapet segini aja udah syukur, Pak.”

Kelas tertawa.

Lalu…

“Bumi.”

Suasana langsung membeku.

Bumi berdiri dan melangkah ke depan. Wajahnya datar.

Pak Reza menelan ludah. Tangannya sedikit gemetar saat menyerahkan kertas itu.

Nilainya: 20.

Bumi menatap angka itu lama. Jari-jarinya mencengkram kertas hingga berkerut.

“Enggak apa-apa, Bumi… nanti bisa belajar lagi—”

Tatapan tajam Bumi menghentikan kalimat itu. Pak Reza langsung pura-pura sibuk melihat daftar absen.

Tanpa berkata apa-apa, Bumi kembali duduk. Kursinya ditarik dengan suara berderit tajam. Tak ada yang berani bergerak.

Bel pelajaran berbunyi.

Pak Reza buru-buru mengemasi barang. “Tolong bagikan sendiri sisanya, ya.” Dan ia nyaris kabur keluar kelas.

Di kursinya, Bumi masih menatap kertas ulangannya. Ia melirik kertas Sophia.

100.

Sophia sadar dan segera memalingkan wajah dengan takut.

Bumi menggertakkan gigi.

Dia benci kalah.

 

***

Bumi menghela napas panjang. Wajahnya datar seperti biasa. Ia berharap bisa mampir ke perpustakaan sepulang sekolah. Nilai-nilai IPA-nya—Kimia, Biologi, Fisika—semua di bawah garis aman. Meski ia sudah mantap ingin pindah ke jurusan IPS, tetap saja ada batas nilai untuk naik kelas.

Tapi rencananya harus tertunda. Siang itu, kelas mereka kedatangan parade ekskul dari kakak-kakak kelas XI dan XII.

Satu per satu masuk ke kelas.

Paskibra datang pertama, lengkap dengan komando keras. Lalu PMR dengan boneka manekin “Si Joni” dan demonstrasi CPR yang berlebihan. Ekskul karate memecahkan papan sambil berteriak. Modern dance masuk dengan musik keras. Tari tradisional tampil dengan tari saman yang ritmenya cepat. Basket melempar bola ke belakang kelas dan hampir kena kepala orang. Teater tampil lebay. Klub Jepang datang sambil berteriak “Konnichiwa!” disambut dua anak otaku.

Bumi tak tertawa, tak tersenyum, hanya menghela napas berkali-kali, seolah bertanya dalam hati—Kapan ini selesai?

Sophia yang duduk di sebelahnya, melirik ragu. “Lo tertarik ikut ekskul apa?” tanyanya pelan.

Bumi menoleh sebentar. “Gue enggak mau buang waktu buat kegiatan enggak jelas,” katanya dengan eskpresi datar. 

Sophia tersenyum kecut dan menunduk. Tapi Bumi mendadak bertanya balik, “Lo mau ikut apa?”

Sophia tampak kaget. “Klub Jepang, kayaknya,” katanya sambil tersenyum kecil. 

Bumi melirik ke bukunya yang penuh stiker berwarna pastel—Sailor Moon dan karakter-karakter imut lainnya. Ia mendengus kecil dalam hati.

Bocah, pikirnya.

Pintu terbuka lagi. Kali ini OSIS masuk. Tanpa atraksi. Mereka memperkenalkan program baru: Career Support. Semua siswa diminta mengisi formulir tentang impian dan rencana masa depan mereka.

Bumi menerima formulir itu.

Aspirasi masa depan: _______

Ia menatap kosong. Otaknya hampa. Tak tahu harus menulis apa. Bahkan membayangkannya saja sulit.

Yang ia tahu, nilai IPA-nya jeblok. Itu pun belum bisa ia atasi. Soal masa depan? Terlalu jauh.

Ia mengira semua sudah berakhir. Tapi belum.

Marching band masuk. Lagu pembuka mereka bergema keras, mengguncang meja-meja.

Lalu, seseorang masuk.

Seorang cewek.

Begitu ia muncul, suara di kelas meredup.

Rambut hitam lurus, kulit cerah, seragam mayoret putih-biru. Ia berjalan anggun ke depan, tapi sempat menoleh—menatap langsung ke arah Bumi.

Bumi, yang sedang menatap keluar jendela, perlahan balik menoleh.

Mata mereka bertemu. Tatapan jernih dari si gadis bertemu dengan pandangannya yang tenang dan tak terbaca, seperti seseorang yang baru saja menerima tantangan.

Cewek itu buru-buru mengalihkan pandangan dan memperkenalkan diri.

“Halo teman-teman. Nama saya Rika.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • linschq

    suka dengan bagaimana kamu ngebangun ketegangan di awal, adegan di toilet itu intens, tapi tetap terasa realistis. Dialog antar karakter juga hidup dan natural, terutama interaksi geng cewek yang penuh nostalgia masa SMA; kaset AADC dan obrolan ringan itu ngena banget.

    Comment on chapter Pandangan Pertama
  • adiatamasa

    Semangat, ya, kak.

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Fusion Taste
163      150     1     
Inspirational
Serayu harus rela kehilangan ibunya pada saat ulang tahunnya yang ke lima belas. Sejak saat itu, ia mulai tinggal bersama dengan Tante Ana yang berada di Jakarta dan meninggalkan kota kelahirannya, Solo. Setelah kepindahannya, Serayu mulai ditinggalkan keberuntunganya. Dia tidak lagi menjadi juara kelas, tidak memiliki banyak teman, mengalami cinta monyet yang sedih dan gagal masuk ke kampus impi...
The Past or The Future
460      366     1     
Romance
Semuanya karena takdir. Begitu juga dengan Tia. Takdirnya untuk bertemu seorang laki-laki yang akan merubah semua kehidupannya. Dan siapa tahu kalau ternyata takdir benang merahnya bukan hanya sampai di situ. Ia harus dipertemukan oleh seseorang yang membuatnya bimbang. Yang manakah takdir yang telah Tuhan tuliskan untuknya?
Negaraku Hancur, Hatiku Pecah, Tapi Aku Masih Bisa Memasak Nasi Goreng
659      349     1     
Romance
Ketika Arya menginjakkan kaki di Tokyo, niat awalnya hanya melarikan diri sebentar dari kehidupannya di Indonesia. Ia tak menyangka pelariannya berubah jadi pengasingan permanen. Sendirian, lapar, dan nyaris ilegal. Hidupnya berubah saat ia bertemu Sakura, gadis pendiam di taman bunga yang ternyata menyimpan luka dan mimpi yang tak kalah rumit. Dalam bahasa yang tak sepenuhnya mereka kuasai, k...
Let me be cruel
5532      2792     545     
Inspirational
Menjadi people pleaser itu melelahkan terutama saat kau adalah anak sulung. Terbiasa memendam, terbiasa mengalah, dan terlalu sering bilang iya meski hati sebenarnya ingin menolak. Lara Serina Pratama tahu rasanya. Dikenal sebagai anak baik, tapi tak pernah ditanya apakah ia bahagia menjalaninya. Semua sibuk menerima senyumnya, tak ada yang sadar kalau ia mulai kehilangan dirinya sendiri.
Sendiri diantara kita
1247      720     3     
Inspirational
Sendiri di Antara Kita Arien tak pernah benar-benar pergi. Tapi suatu hari, ia bangun dan tak lagi mengingat siapa yang pernah memanggilnya sahabat. Sebelum itu, mereka berlima adalah lingkaran kecil yang sempurna atau setidaknya terlihat begitu dari luar. Di antara canda, luka kecil disimpan. Di balik tawa, ada satu yang mulai merasa sendiri. Lalu satu kejadian mengubah segalanya. Seke...
Lantunan Ayat Cinta Azra
989      610     3     
Romance
Perjalanan hidup seorang hafidzah yang dilema dalam menentukan pilihan hatinya. Lamaran dari dua insan terbaik dari Allah membuatnya begitu bingung. Antara Azmi Seorang hafidz yang sukses dalam berbisnis dan Zakky sepupunya yang juga merupakan seorang hafidz pemilik pesantren yang terkenal. Siapakah diantara mereka yang akan Azra pilih? Azmi atau Zakky? Mungkinkah Azra menerima Zakky sepupunya s...
Me vs Skripsi
2132      918     154     
Inspirational
Satu-satunya yang berdiri antara Kirana dan mimpinya adalah kenyataan. Penelitian yang susah payah ia susun, harus diulang dari nol? Kirana Prameswari, mahasiswi Farmasi tingkat akhir, seharusnya sudah hampir lulus. Namun, hidup tidak semulus yang dibayangkan, banyak sekali faktor penghalang seperti benang kusut yang sulit diurai. Kirana memutuskan menghilang dari kampus, baru kembali setel...
Gadis Kopi Hitam
1118      786     7     
Short Story
Kisah ini, bukan sebuah kisah roman yang digemari dikalangan para pemuda. Kisah ini, hanya sebuah kisah sederhana bagaimana pahitnya hidup seseorang gadis yang terus tercebur dari cangkir kopi hitam yang satu ke cangkit kopi hitam lainnya. Kisah ini menyadarkan kita semua, bahwa seberapa tidak bahagianya kalian, ada yang lebih tidak berbahagia. Seberapa kalian harus menjalani hidup, walau pahit, ...
Under The Moonlight
2262      1110     2     
Romance
Ini kisah tentang Yul dan Hyori. Dua sahabat yang tak terpisahkan. Dua sahabat yang selalu berbagi mimpi dan tawa. Hingga keduanya tak sadar ‘ada perasaan lain’ yang tumbuh diantara mereka. Hingga keduanya lupa dengan ungkapan ‘there is no real friendship between girl and boy’ Akankah keduanya mampu melewati batas sahabat yang selama ini membelenggu keduanya? Bagaimana bisa aku m...
Imajinasi si Anak Tengah
2277      1285     16     
Inspirational
Sebagai anak tengah, Tara terbiasa berada di posisi "di antara" Di antara sorotan dan pujian untuk kakaknya. Dan, di antara perhatian untuk adiknya yang selalu dimanjakan. Ia disayang. Dipedulikan. Tapi ada ruang sunyi dalam dirinya yang tak terjamah. Ruang yang sering bertanya, "Kenapa aku merasa sedikit berbeda?" Di usia dua puluh, Tara berhadapan dengan kecemasan yang tak bisa ia jel...