Loading...
Logo TinLit
Read Story - Mimpi & Co.
MENU
About Us  

Sekembalinya mereka ke Mimpi & Co., para mimpi menceritakannya kepada Pak Guska. Ami memperhatikan betapa antusiasnya mereka memberitahu segalanya kepada Pak Guska tentang mimpi yang barusaja terjadi. Mereka mengerubungi Pak Guska di balik counter dan berlomba-lomba memberitahu bagian mana yang terbaik. Ami merasa bersalah saat dirinya merasa harus memberitahu sesuatu yang bisa menepis kebahagiaan mereka dalam sekejap. Jadi, dia menunggu sampai semuanya pulang.

 

Kepada: Kak Ai

Mau ketemu di minimarket?

 

Aidan tetap datang meskipun Ami mengirim pesan pada tengah malam. Saat mereka bertemu, Ami berusaha jujur dengan memberitahu bahwa dia telah menemukan barang bayaran baru untuk Mimpi & Co. yang berupa buku diari–dan Ami ingin meminta bantuan Aidan untuk mengisi buku diari itu dengan tulisannya. Namun, setelah Ami membukakan halaman kosong dengan bolpoin di tengahnya, Aidan justru ragu.

“Aku dilema, Ami. Aku nggak mau nurut biar nggak ngelupain kamu, tapi aku juga mau bantu kamu. Sedih, Ami. Aku nggak tau harus gimana. Aku nggak siap. Rasanya kayak … kamu ngajak putus.”

Ami mendapati sepasang mata Aidan yang berkaca. “Aku nggak bermaksud gitu,” lirihnya.

“Aku tahu! Tetep aja ini berat.”

Satu jam berlalu, Aidan tetap tidak bersedia melakukan apa yang Ami minta. Dia sudah setengah marah, tapi sedikitpun tidak menyalahkan Ami. Sampai akhirnya, Ami meminta Aidan untuk membawa buku diarinya pulang–barangkali Aidan akan berubah pikiran. Aidan terus mencoba menolak, tapi karena Ami memohon, dia tidak punya kuasa untuk menolak.

Keesokkan harinya, Aidan menemui Ami di depan kelas untuk mengembalikan buku. Dia mengaku telah mengisi buku diari Ami dengan tulisannya meskipun dengan berat hati.

“Bacanya nanti aja. Kalau kamu mau bawa buku itu ke Mimpi & Co., mending sekarang mumpung yang lain lagi pada di kampus. Soalnya … mereka pasti bakal ngerasa berat juga kalau tahu.”

Ami setuju. Maka, meskipun setelah ini masih ada mata kuliah lagi, dia menyempatkan diri untuk pergi ke Mimpi & Co. Kepada Pak Guska, Ami memberitahu bahwa tulisan Aidan telah mengisi halaman terakhir buku diarinya.

“Saya yakin, walaupun nanti tulisan Kak Ai bakal terserap, buku ini akan tetap berarti buat saya. Soalnya, saya menulis banyak hal tentang mimpi indah yang saya alami di sini. Rasanya … saya seperti melihat karya seni secara nyata.”

“Saya setuju,” kata Pak Guska. “Mimpi ini adalah seni karena Mimpi & Co. yang menciptakannya. Namun itu juga berarti bahwa mengembangkan diri juga termasuk seni, kan? Setiap orang melukis karakter. Saya harap, Mimpi & Co. terlibat pada setiap hal-hal baik pada perkembangan karakter kamu, Ami. Karena mimpi sederhana pun mampu memotivasi seseorang untuk menjadi versi terbaik dirinya. Setelah kita berpisah nanti, berjanjilah kamu akan melukis hidupmu seindah mungkin. Melukislah dengan penuh gairah. Cintailah itu sehingga kamu tidak akan mudah dijatuhkan. Ketika harimu terasa kelabu atau bahkan gelap, kamu hanya perlu memolesnya–karena warna hitam juga bisa menjadi lukisan yang cantik.”

Ami mengangguk seraya tersenyum haru. Setelah buku diari ditimbang dan hasilnya lebih berat dari barang bayaran yang sebelumnya, Ami menangis. Dia lega sekaligus sedih karena akan berpisah dengan mimpinya.

“Selamat. Kamu berhasil,” ucap Pak Guska seraya membuka buku diari Ami dan merobek tulisan di halaman terakhir.

Ami terkejut.

“Buku ini sudah milik Mimpi & Co.,” kata Pak Guska. “Tapi, kami bisa memberi kesempatan agar kamu membaca ini sebelum Mimpi & Co. menyerapnya. Kamu belum membacanya karena buru-buru membawanya kemari, kan?”

Ami mengangguk. Tangannya kemudian diraih oleh Pak Guska agar menerima selembar kertas yang telah dilipat rapi. Pak Guska kemudian menyampaikan satu hal yang entah kenapa terasa menyayat hati.

“Karena sudah terbayarkan, mimpi akan berakhir malam ini.”

Selama berjalan kembali menuju kampus, Ami terus memikirkannya. Mimpi akan segera berakhir. Dan rasanya, dia akan kehilangan banyak hal. Dia memandang selembar kertas yang masih di genggamannya–yang berisi tulisan Aidan. Di tepi jalan kampus, Ami berhenti melangkah sejenak untuk membacanya. Hatinya seketika tersentuh saat membaca kalimat pertama.

 

Untuk kamu yang selalu merasa harus minta maaf.

Aku ingin kamu tahu. Kamu nggak harus minta maaf hanya karena menjadi diri kamu sendiri. Aku tahu kamu sering merasa nggak sebaik orang lain, merasa canggung saat bicara, takut salah paham, atau takut ditinggalkan karena kamu berbeda. Tapi dengar ini baik-baik ya, Ami? Aku suka kamu bukan karena kamu sempurna, tapi karena aku mencintai caramu melihat dunia. Aku di sini siap untuk menemani, menunggu, mendengar, dan memeluk semua versi diri kamu tanpa kamu harus mengubahnya. Dan kalau kamu minta maaf lagi karena merasa bersalah, aku akan genggam tangan kamu dan bilang: ‘Kamu itu keajaiban, bukan beban.’

Aku tahu kamu sering merasa dunia ini terlalu penuh tuntutan yang sulit kamu penuhi. Tapi itu bukan salah kamu. Kamu hanya sedang tumbuh dengan cara dan kecepatanmu sendiri.

Kamu nggak aneh gara-gara suka menyendiri. Kamu nggak lemah gara-gara sering minta maaf. Kamu nggak perlu memaksakan diri buat jadi seberani orang lain. Karena menjadi dirimu yang jujur itu udah bentuk keberanian–dan kamu udah ngelakuin itu. Semoga suatu saat nanti, kamu bisa melihat dirimu seperti aku melihat kamu, ya? Kamu berharga dan layak dicintai, bahkan saat kamu merasa paling rapuh.

Aku sayang kamu, Ami. Dalam heningmu. Dalam kikukmu. Dalam segala rasa takut yang kamu bawa setiap hari. Semoga nanti kita punya kesempatan buat bersama lagi, ya? Kalau misalnya nanti aku datang lagi setelah melupakan semua ini, tolong kamu jangan hindarin aku.

Dari pacarmu dalam mimpi (yang aku harap bisa jadi nyata),

Aidan Caessa Gaharu

 

Ini hanya mimpi. Jadi, Ami berani menangis di tepi jalan tanpa peduli sekitar. Tiba-tiba dia takut. Dia akan kehilangan Aidan setelah mimpi ini berakhir. Ami bahkan bolos kelas karena tidak sanggup bertemu siapapun lagi. Tidak disangka bahwa perjalanannya ke luar angkasa kemarin akan menjadi pertemuan terakhirnya dengan para mimpi.

Ponselnya bergetar pertanda panggilan dari Aidan.

Ami menjawab dengan suara terisak, “Halo.”

“Kan nangis lagi? Kamu dimana? Aku jemput. Habisin detik-detik terakhir mimpi kamu sama aku, ya?”

Ami memberitahu lokasinya sehingga Aidan pun datang menjemputnya dengan motor. Aidan sudah menyiapkan helm untuk Ami. Yang artinya, saat ini juga Ami akan dibawa pergi. Mereka pun sepakat untuk pergi berdua sampai tengah malam–sampai mimpi berakhir sehingga mereka tidak perlu pulang.

Mereka berkendara tanpa tahu tujuan. Ami tidak tahu dan Aidan juga hanya mengikuti jalan. Saat senja merah muda kembali mewarnai langit periwinkle, mereka sudah tiba di luar kota. Mereka menepi sejenak untuk makan malam dan membeli cemilan sebelum kembali melanjutkan perjalanan. Karena ini mimpi, mereka tidak takut apapun. Saat malam tiba, mereka telah melewati perbatasan provinsi. Beruntungnya, langit malam tampak indah bertabur bintang dan bulan sabit tampak bergerak mengikuti mereka.

“Jam berapa Ami?” tanya Aidan di tengah berkendara.

Ami menjawab setelah mengeluarkan ponselnya dari saku jaket. “Jam sembilan.”

Mimpi akan berakhir dalam dua jam dan seluruh memori mimpi akan segera menghilang lagi. Ami maupun Aidan sama-sama memikirkan itu, tapi tidak disampaikan agar tidak sedih. Aidan berinisiatif menyampaikan hal lain yang sekiranya menenangkan.

“Ami?” panggil Aidan–sedikit berteriak agar Ami dengar.

Ami menyahut, “Hm?”

Ami menyampaikan dengan lantang agar terdengar jelas, “Aku merhatiin kamu udah dari lama–jauh sebelum aku nyamperin kamu. Yang artinya, waktu itu kamu belum ke Mimpi & Co. buat request mimpi. Jadi, aku yakin kalau meskipun nanti aku lupa sama kamu, aku pasti bakal punya inisiatif buat deketin kamu. Tungguin, ya? Aku pasti bakal nyamperin kamu lagi.”

Mendengar itu, Ami tersenyum dan mengangguk. Selanjutnya, pertanyaan di jam-jam terakhir hanya sebatas menanyakan waktu.

“Jam berapa, Ami?”

“Jam sebelas, Kak.”

Perjalanan tiba-tiba berlangsung sunyi. Sejam lagi mimpi akan pergi. Mereka tidak tahu lagi sudah berkendara sampai mana–lebih tepatnya, tidak peduli. Menuju tengah malam, mereka melintasi jalan raya di tepi laut yang ramai suara ombak. Pemandangannya indah, tapi tidak ada yang antusias.

“Jam berapa?”

“Sebelas empat lima.”

Waktu terus berjalan dan Aidan tidak bertanya lagi. Aidan diam. Terus diam sampai akhirnya Ami yang memberitahu sendiri.

“Kak? Lima menit lagi.”

Cahaya aneh tiba-tiba muncul. Aidan menepi dan menghentikan motornya setelah menemukan sesuatu yang berwarna-warni di atas langit. Ada meteor besar yang jatuh mengarah ke laut dan tampak diselimuti api warna-warni. Warnanya menyala indah, berpendar dan berkobar. Saat meteor itu jatuh memasuki laut, bukan air laut yang meluap, tapi cahaya. Cahayanya semakin menyebar dan menyilaukan sehingga Ami dan Aidan terpaksa menutup mata.

Cahaya itu adalah batas mimpi yang menunjukkan bahwa lima menit yang tersisa, telah selesai.

[]

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
SEBOTOL VODKA
653      378     3     
Mystery
Sebotol vodka dapat memabukanmu hingga kau mati...
A Sky Between Us
35      30     2     
Romance
Sejak kecil, Mentari selalu hidup di dalam sangkar besar bernama rumah. Kehidupannya ditentukan dari ia memulai hari hingga bagaimana harinya berakhir. Persis sebuah boneka. Suatu hari, Mentari diberikan jalan untuk mendapat kebebasan. Jalan itu dilabeli dengan sebutan 'pernikahan'. Menukar kehidupan yang ia jalani dengan rutinitas baru yang tak bisa ia terawang akhirnya benar-benar sebuah taruha...
Snazzy Girl O Mine
537      339     1     
Romance
Seorang gadis tampak berseri-seri tetapi seperti siput, merangkak perlahan, bertemu dengan seorang pria yang cekatan, seperti singa. Di dunia ini, ada cinta yang indah dimana dua orang saling memahami, ketika dipertemukan kembali setelah beberapa tahun. Hari itu, mereka berdiam diri di alun-alun kota. Vino berkata, Aku mempunyai harapan saat kita melihat pesta kembang api bersama di kota. ...
Merayakan Apa Adanya
401      288     8     
Inspirational
Raya, si kurus yang pintar menyanyi, merasa lebih nyaman menyembunyikan kelebihannya. Padahal suaranya tak kalah keren dari penyanyi remaja jaman sekarang. Tuntutan demi tuntutan hidup terus mendorong dan memojokannya. Hingga dia berpikir, masih ada waktukah untuk dia merayakan sesuatu? Dengan menyanyi tanpa interupsi, sederhana dan apa adanya.
Penantian Panjang Gadis Gila
271      214     5     
Romance
Aku kira semua akan baik-baik saja, tetapi pada kenyataannya hidupku semakin kacau. Andai dulu aku memilih bersama Papa, mungkin hidupku akan lebih baik. Bersama Mama, hidupku penuh tekanan dan aku harus merelakan masa remajaku.
6 Pintu Untuk Pulang
652      378     2     
Short Story
Dikejar oleh zombie-zombie, rasanya tentu saja menegangkan. Apalagi harus memecahkan maksud dari dua huruf yang tertulis di telapak tangan dengan clue yang diberikan oleh pacarku. Jika berhasil, akan muncul pintu agar terlepas dari kejaran zombie-zombie itu. Dan, ada 6 pintu yang harus kulewati. Tunggu dulu, ini bukan cerita fantasi. Lalu, bagaimana bisa aku masuk ke dalam komik tentang zombie...
DocDetec
279      197     1     
Mystery
Bagi Arin Tarim, hidup hanya memiliki satu tujuan: menjadi seorang dokter. Identitas dirinya sepenuhnya terpaku pada mimpi itu. Namun, sebuah tragedi menghancurkan harapannya, membuatnya harus menerima kenyataan pahit bahwa cita-citanya tak lagi mungkin terwujud. Dunia Arin terasa runtuh, dan sebagai akibatnya, ia mengundurkan diri dari klub biologi dua minggu sebelum pameran penting penelitian y...
Dongeng Jam 12 Malam
1751      843     1     
Horror
Dongeng Jam 12 Malam adalah kumpulan kisah horor yang menggali sisi tergelap manusia—keserakahan, iri hati, dendam, hingga keputusasaan—dan bagaimana semua itu memanggil teror dari makhluk tak kasat mata. Setiap cerita akan membawa pembaca ke dalam dunia di mana mistik dan dosa manusia saling berkelindan.
Chapter Dua – Puluh
3666      1508     3     
Romance
Ini bukan aku! Seorang "aku" tidak pernah tunduk pada emosi. Lagipula, apa - apaan sensasi berdebar dan perut bergejolak ini. Semuanya sangat mengganggu dan sangat tidak masuk akal. Sungguh, semua ini hanya karena mata yang selalu bertemu? Lagipula, ada apa dengan otakku? Hei, aku! Tidak ada satupun kata terlontar. Hanya saling bertukar tatap dan bagaimana bisa kalian berdua mengerti harus ap...
Perempuan Beracun
62      57     5     
Inspirational
Racuni diri sendiri dengan membawanya di kota lalu tersesat? Pulang-pulang melihat mayat yang memilukan milik si ayah. Berada di semester lima, mengikuti program kampus, mencoba kesuksesan dibagian menulis lalu gagal. Semua tertawa Semua meludah Tapi jika satu langkah tidak dilangkahinya, maka benar dia adalah perempuan beracun. _________