Loading...
Logo TinLit
Read Story - Mimpi & Co.
MENU
About Us  

Ami dibangunkan oleh suara dering ponsel. Ami lekas membuka mata dan lagi-lagi mendapati dirinya telah berada di kamarnya. Jam dinding kamar telah menunjukan pukul delapan yang artinya, Ami bangun kesiangan. Ami segera meraih ponsel yang sejak tadi berbunyi pertanda panggilan dari sang ayah.

“Halo, ayah.”

“Cepat mandi! Siap-siap! Hari ini jadwalmu ke dokter gigi. Ayah sudah bilang padanya kalau kamu akan datang jam delapan. Silakan datang terlambat kalau memang ingin mempermalukan ayah. Ayah tahu kalau hari ini kamu kuliah siang. Pergi ke dokter gigi dulu sebelum ke kampus!”

Ami benci pergi ke dokter gigi tiap satu semester, tapi ayahnya sangat sensitif soal kesehatan karena profesinya adalah dokter. Ami segera bersiap karena akan lebih merepotkan kalau dia tidak menurut.

Ami berangkat terburu-buru. Saat melewati pintu Mimpi & Co., Ami memutuskan untuk mampir sejenak untuk menyepa.

“Selamat pagi, Pak Guska,” sapa Ami setelah membuka pintu.

Sayangnya, dia tidak menemukan keberadaan Pak Guska. Pikir Ami, Pak Guska mungkin sedang di bawah. Karena tidak punya waktu, Ami menutup pintu kembali karena harus buru-buru pergi ke dokter gigi dan berencana berkunjung lagi sepulang kuliah.

Setelah menyelesaikan urusannya dengan dokter gigi dan melanjutkan aktivitas ke kampus, Ami nyaris menyapa Aidan yang berpapasan dengannya di lobi fakultas. Karena paginya terlalu sibuk, dia jadi lupa kalau mimpinya telah berakhir. Dadanya tiba-tiba sesak setelah mengingatnya. Ami memeriksa ponselnya dan nomor para mimpi sudah tidak lagi ditemukan. Dia kemudian menatap langit yang sudah biru. Tidak ada lagi periwinkle di dunia ini karena ini realita. Hari ini, Ami mengikuti kuliah dengan perasaan sakit hati yang tidak bisa ia sampaikan kepada siapapun.

Saat menuruni tangga selepas kuliah, Ami terkejut karena tiba-tiba terdorong oleh seseorang di belakangnya. Untungnya, Ami berpegangan erat-erat pada railing lalu melihat rombongan Rini yang melewatinya. Mereka mulai lagi, pikirnya.

“Mereka cuma kesal gara-gara ada yang negur mereka gara-gara ngedorong lo dari tangga,” kata seorang koordinator kelas yang selanjutnya melewati Ami begitu saja.

“Nina,” panggil Ami, untuk pertama kalinya memanggil nama koordinator kelasnya. “Lo yang negur?” tanya Ami setelah lawan bicaranya berhenti dan menoleh padanya.

Koordinator kelas bernama Nina itu menggeleng. “Kenapa gue harus bantu orang yang nggak mau gue bantu?” tanyanya menyindir.

Sorry,” ucap Ami–terasa ringan tanpa beban dan menyadari bahwa ternyata beginilah perasaan meminta maaf yang sebenarnya. “Maaf karena gue pernah kasar ke lo.”

Setelah ucapan maaf itu, ekspresi Nina tampak berubah lebih hangat. “Katanya, presma yang negur mereka soalnya dia punya kerjasama sama biro konseling kampus dan sering ngadain kampanye edukasi anti-bullying.”

Ami tertegun. “Kak Pasha?”

“Siapa lagi? Kabarnya sih dia bareng sama mahasiswa fakultas kita yang jadi saksi pas Rini dorong lo sampai jatuh. Kayaknya sekarang lo nggak perlu takut lagi deh sama Rini. Mereka nggak bakal berkutik kalau presiden mahasiswa udah terlibat."

Mahasiswa fakultas seni rupa yang dekat dengan Pasha, siapa lagi jika bukan Aidan? Ami hampir tidak percaya dan mengira bahwa ini masih mimpi. Namun, ponselnya bergetar dan notifikasi pesan pemberitahuan dari Mimpi & Co. datang meyakinkannya.

 

Dari : Pesan otomatis Mimpi & Co.

Halo, pelanggan terpilih.

Mimpi Anda bersama kami telah berakhir. Terima kasih telah berjalan sejauh ini dalam dunia yang kami ciptakan khusus untuk Anda.

Segala kenangan, rasa, dan segalanya yang pernah Anda rasakan kini akan kembali ke tempat semestinya–dalam ingatan. Meski pintu telah tertutup, yakinlah bahwa apa yang Anda pelajari dari mimpi tak pernah sia-sia.

Jika Anda merasa kehilangan, ingatlah: mimpi tak pernah benar-benar hilang. Mereka hanya beristirahat di tempat yang tenang untuk dirindukan.

Selamat menjalani realita.

 

Salam hangat,

Mimpi & Co.

 

Ami ingat bahwa Pak Guska pernah bilang bahwa setelah pesan terakhir, pintu Mimpi & Co. akan menutup. Maka, Ami buru-buru berlari menuju ke sana. Ami merasa sudah berlari secepat mungkin, tapi dia tetap terlambat. Pintu Mimpi & Co. yang berada di celah bangunan … telah hilang. Sudah tidak bisa disangkal lagi bahwa mimpi telah selesai. Dadanya tiba-tiba sesak lagi. Dia sedih karena tidak sempat menyampaikan kata-kata perpisahan kepada Pak Guska. Ami tidak punya pilihan selain merelakannya.

Tanpa disangka-sangka, dunia nyata Ami terasa lebih aman setelah menjalani mimpi. Ami jadi lebih mudah menerima seseorang yang hadir ke kehidupannya–karena sekarang dia tahu bahwa punya teman ternyata menyenangkan. Ami selalu ingat kata-kata Aidan bahwa: dia tidak perlu meminta izin siapapun untuk ada, memaafkan diri sendiri adalah bagian penting dari meminta maaf, dan kejujuran merupakan bentuk dari keberanian.

Lambat laun, Ami menjadi dekat dengan Nina dan pertemanan mereka tumbuh menjadi lebih hangat. Rini dan teman-temannya pun berhenti mengganggunya. Saat memikirkan bahwa Pasha dan Aidan yang membantunya, Ami jadi berspekulasi: Aidan adalah saksi mata yang melapor kepada Pasha. Ami jadi ingat pengakuan Aidan di malam terakhir mimpinya. Jika Aidan memang sudah memperhatikannya jauh sebelum Ami mengenal Mimpi & Co., kira-kira kapan Aidan akan datang mendekatinya? Ami terus menunggu, tapi Aidan tidak datang sampai akhir semester tiba.

Acara rutin tiap akhir semester di fakultas seni rupa adalah pameran karya mahasiswa. Ami menyumbang tiga lukisan untuk dipamerkan yang masing-masing berjudul: Pelangi Salju Musim Panas, Paus 52 di Angkasa Raya, dan Meteor Warna-warni–semuanya didominasi dengan warna ungu khas Mimpi & Co. Setiap ditanya terinspirasi dari mana, Ami akan menjawab: dari mimpi. Dari pameran itu, Ami mulai dikenal sebagai mahasiswi pelukis surealis karena karyanya cukup mengundang perhatian.

“Suka surealis, ya?”

Ami terkejut saat tiba-tiba ada yang bertanya. Ami baru datang untuk memeriksa lukisannya di ruang pameran lalu seseorang tiba-tiba menghampiri. Saat Ami menoleh, dia tertegun melihat seseorang di sampingnya. Aidan.

“Ini karya lo kan … Ami?”

Ami masih terdiam. Aidan bahkan tahu namanya. Ami ingat bahwa Aidan sempat berpesan padanya untuk jangan kabur saat dia datang.

Ami mengangguk. “Iya, Kak.”

Aidan mengangguk mengerti. “Sebenarnya dari kemarin gue nyari lo, tapi lo nggak di sini. Gue tertarik sama lukisan lo terutama lukisan pelangi yang bisa dipanjat sama anak-anak kecil. Boleh nggak kalau gue foto terus gue masukin platform gue? Nanti lo gue tag kok.”

Ami nyaris tertawa. Ingin sekali ia sampaikan bahwa mereka bukan anak-anak, tapi Ami menahan diri. Seraya menatap Aidan, dia mengangguk mengizinkan.

“Boleh, Kak.”

Thanks, ya? Tapi sebelum itu … gue boleh minta nomor lo?” Aidan menyodorkan ponselnya. “Barangkali nanti kita bisa sharing-sharing, atau ngelukis bareng … di kafe … sambil ngopi …”

Ami memperhatikan Aidan yang menatapnya hangat–itu adalah tatapan yang ia rindukan. Saat itu Ami sadar bahwa beginilah alur yang seharusnya. Manusia bisa saja terlena pada sesuatu–mimpi, misalnya–dan meminta bantuan seseorang untuk meraihnya. Namun, manusia bukan apa-apa tanpa keberanian diri sendiri–dan tanpa mimpi. Ya. Kita semua perlu bermimpi untuk memantik gairah agar berkobar sehingga kita menjadi terang dan bisa menemukan jalan masa depan.

Hei kalian para pemimpi, semoga suatu hari nanti Mimpi & Co. menemukan kalian. Dan saat semua itu terjadi, maka selamat bermimpi …

 

TAMAT

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
One Milligram's Love
1047      804     46     
Inspirational
Satu keluarga ribut mendapati Mili Gram ketahuan berpacaran dengan cowok chindo nonmuslim, Layden Giovani. Keluarga Mili menentang keras dan memaksa gadis itu untuk putus segera. Hanya saja, baik Mili maupun Layden bersikukuh mempertahankan hubungan mereka. Keduanya tak peduli dengan pandangan teman, keluarga, bahkan Tuhan masing-masing. Hingga kemudian, satu tragedi menimpa hidup mereka. Layden...
Winter Elegy
591      410     4     
Romance
Kayra Vidjaya kesuma merasa hidupnya biasa-biasa saja. Dia tidak punya ambisi dalam hal apapun dan hanya menjalani hidupnya selayaknya orang-orang. Di tengah kesibukannya bekerja, dia mendadak ingin pergi ke suatu tempat agar menemukan gairah hidup kembali. Dia memutuskan untuk merealisasikan mimpi masa kecilnya untuk bermain salju dan dia memilih Jepang karena tiket pesawatnya lebih terjangkau. ...
Renata Keyla
6702      1551     3     
Romance
[ON GOING] "Lo gak percaya sama gue?" "Kenapa gue harus percaya sama lo kalo lo cuma bisa omong kosong kaya gini! Gue benci sama lo, Vin!" "Lo benci gue?" "Iya, kenapa? Marah?!" "Lo bakalan nyesel udah ngomong kaya gitu ke gue, Natt." "Haruskah gue nyesel? Setelah lihat kelakuan asli lo yang kaya gini? Yang bisanya cuma ng...
Reality Record
3002      1039     0     
Fantasy
Surga dan neraka hanyalah kebohongan yang diciptakan manusia terdahulu. Mereka tahu betul bahwa setelah manusia meninggal, jiwanya tidak akan pergi kemana-mana. Hanya menetap di dunia ini selamanya. Namun, kebohongan tersebut membuat manusia berharap dan memiliki sebuah tujuan hidup yang baik maupun buruk. Erno bukanlah salah satu dari mereka. Erno mengetahui kebenaran mengenai tujuan akhir ma...
Ujian Hari Kedua
617      357     1     
Short Story
Hei, kurasa kau terlalu sibuk menguras uang-uang kami. Jika iya, apakah kami mempunyai ruang untuk berkreasi disini? Aku terlalu muak dengan penjara yang kalian ciptakan. Aku tak mau menjadi seorang pengecut yang tunduk kepada orang yang bodoh. Aku pemberontak. Itu sebab aku lebih pintar dari kalian semua! -Kahar
The Last Cedess
899      607     0     
Fantasy
Alam bukanlah tatanan kehidupan makroskopis yang dipenuhi dengan makhluk hidup semata. Ia jauh lebih kompleks dan rumit. Penuh dengan misteri yang tak sanggup dijangkau akal. Micko, seorang putra pekebun berusia empat belas tahun, tidak pernah menyangka bahwa dirinya adalah bagian dari misteri alam. Semua bermula dari munculnya dua orang asing secara tiba-tiba di hadapan Micko. Mereka meminta t...
Atraksi Manusia
462      342     7     
Inspirational
Apakah semua orang mendapatkan peran yang mereka inginkan? atau apakah mereka hanya menjalani peran dengan hati yang hampa?. Kehidupan adalah panggung pertunjukan, tempat narasi yang sudah di tetapkan, menjalani nya suka dan duka. Tak akan ada yang tahu bagaimana cerita ini berlanjut, namun hal yang utama adalah jangan sampai berakhir. Perjalanan Anne menemukan jati diri nya dengan menghidupk...
Merayakan Apa Adanya
402      289     8     
Inspirational
Raya, si kurus yang pintar menyanyi, merasa lebih nyaman menyembunyikan kelebihannya. Padahal suaranya tak kalah keren dari penyanyi remaja jaman sekarang. Tuntutan demi tuntutan hidup terus mendorong dan memojokannya. Hingga dia berpikir, masih ada waktukah untuk dia merayakan sesuatu? Dengan menyanyi tanpa interupsi, sederhana dan apa adanya.
Chapter Dua – Puluh
3671      1510     3     
Romance
Ini bukan aku! Seorang "aku" tidak pernah tunduk pada emosi. Lagipula, apa - apaan sensasi berdebar dan perut bergejolak ini. Semuanya sangat mengganggu dan sangat tidak masuk akal. Sungguh, semua ini hanya karena mata yang selalu bertemu? Lagipula, ada apa dengan otakku? Hei, aku! Tidak ada satupun kata terlontar. Hanya saling bertukar tatap dan bagaimana bisa kalian berdua mengerti harus ap...
Ada Cinta Dalam Sepotong Kue
6710      1971     1     
Inspirational
Ada begitu banyak hal yang seharusnya tidak terjadi kalau saja Nana tidak membuka kotak pandora sialan itu. Mungkin dia akan terus hidup bahagia berdua saja dengan Bundanya tercinta. Mungkin dia akan bekerja di toko roti impian bersama chef pastri idolanya. Dan mungkin, dia akan berakhir di pelaminan dengan pujaan yang diam-diam dia kagumi? Semua hanya mungkin! Masalahnya, semua sudah terlamba...