Loading...
Logo TinLit
Read Story - Mimpi & Co.
MENU
About Us  

Pada mata kuliah Gambar Bentuk, dosen pengampu mengundang seseorang dari fakultas lain untuk menjadi model sketsa mahasiswa. Model yang dimaksud adalah seorang pria tampan yang menurut dosen, ia memiliki paras indah seperti karya seni yang hidup. Model itu duduk di tengah, sedangkan mahasiswa seni duduk mengelilingi dengan kanvas masing-masing. Suasana pun sunyi karena semuanya fokus pada tugasnya. Namun, Ami kembali menemukan kejanggalan. Saat sketsanya sudah lima puluh persen jadi, dia mendapati sketsanya ternyata tengah menatapnya. Ami terlalu fokus sampai baru menyadarinya. Saat dia melihat kembali ke arah model yang ia gambar, orang itu ternyata memang sedang menatapnya–kemudian orang itu mengedipkan satu mata. Ami heran. Apakah dia … mimpi?

“Ami …!” Rini berlari menghampiri Ami setelah kelas Gambar Bentuk selesai. Seraya menggandeng lengan Ami, dia berkata, “Tadi Kak Oliver minta nomor lo ke gue. Bilang makasih kek ke gue! Karena gue udah baik, sekarang giliran lo ngasih nomor Kak Aidan ke gue.”

Ami malas menanggapi. Ponsel Ami bergetar karena ada nomor tidak dikenal yang menelepon. Rini menduga kalau itu pasti Oliver, model yang mereka gambar tadi. Ami menerima panggilan itu dengan malas.

“Halo. Siapa?”

“Save nomor gue dong. Gue yang tadi nge-wink ke lo dengan penuh pesona.”

“Kak Oliver?”

“Liver aja. Agak aneh, tapi gue seringnya dipanggil pakai nama itu.”

“Oke.”

“Sekalian gue mau cerita. Sebenernya dari kemarin, kemarin dan kemarinnya lagi, gue ngerasa jatuh cinta, tapi nggak tahu sama siapa. Ternyata sama lo. Boleh, kan?”

Langkah Ami tiba-tiba terhenti karena teringat sesuatu. Rini, yang masih menggandeng lengannya pun otomatis ikut berhenti. Ami merasa mimpinya sudah terlalu ramai, lalu dalam otaknya, dia mulai menyebutkan siapa saja yang menjadi mimpinya: Aidan, Axel, Pasha, Ron, Je, Rian dan … Oliver? Bukankah Ami hanya meminta enam mimpi? Lalu kenapa ada … tujuh?

Oliver memanggil karena kalimatnya tak kunjung di balas, “Ami …”

Wait! Kasih gue waktu,”

“Tapi gue belum nembak–”

Ami mematikan sambungan lalu menarik lengannya dari gandengan Rini. Ami buru-buru berlari menuju Mimpi & Co. Dia ingin segera memberitahu Pak Guska.

Setelah diberitahu Ami, Pak Guska ikut bingung. Dia duduk diam seraya melipat tangan di bawah dada dan terus berpikir sampai kerutan di keningnya terlihat. Baik Ami maupun Pak Guska, keduanya duduk berhadapan di bangku pengunjung Mimpi & Co. seraya memikirkan sesuatu dan tak kunjung mendapatkan jawaban.

“Kok bisa, ya?” Pak Guska melontarkan pertanyaan yang sama untuk yang kesekian kalinya.

“Sebelumnya nggak ada kasus kayak gini, Pak?” tanya Ami.

Pak Guska menggeleng. “Klien yang minta punya pacar banyak, cuma kamu sih. Kayaknya nggak mungkin deh kalau kamu dikasih bonus satu cowok ke mimpi kamu. Soalnya, kalau iya, saya pasti tahu. Atau jangan-jangan salah satu dari tujuh cowok itu beneran naksir kamu? Ada satu cowok dari dunia nyata di antara keenam mimpi kamu.”

“Ada yang naksir aku beneran, Pak?” seru Ami. Tergambar rasa bangga dalam ekspresinya yang semakin mengembang menjadi senyuman. “Kira-kira yang mana ya, Pak? Kak Axel? Kak Pasha? Kak Ai? Kak Je? Atau jangan-jangan si bocah kemarin? Atau model sketch tadi pagi? Gimana kalau ternyata Kak Ron? Yang mana? Aduh bingung!”

Pak Guska hanya geleng-geleng kepala. “Kamu sesenang itu?”

Keantusiasan Ami luruh setelah pertanyaan itu. “Siapa sih yang nggak senang kalau ada yang naksir? Walaupun nggak suka balik kan seenggaknya kita jadi ngerasa dicintai.”

Melihat perubahan ekspresi Ami dari senang menjadi kecewa, Pak Guska merasa bersalah. Pak Guska kembali membantu berpikir untuk memecahkan masalah tersebut. “Saya pernah bilang, kan? Kalau aneh berarti mimpi.”

“Kalau nggak aneh berarti orang itu beneran naksir saya,” sambung Ami segera yang masih mengingatnya juga.

Pak Guska mengangguk mantap. “Kamu tahu apa artinya?”

Ami menjawab penuh tekad, “Artinya saya harus mencari tahu.”

Pak Guska mengangguk lagi.

Setibanya di rumah, Ami mulai menganalisis mimpinya. Dia membuat daftar di buku diarinya tentang mimpi-mimpinya beserta setiap keanehan yang disebabkan: Axel dengan keanehan pada ketampanannya, Je yang keanehannya ada pada ketidaksadarannya saat berada di taman hiburan, Pasha dengan tangan ajaibnya, dan Ron yang bisa membaca pikiran. Dari catatan itu, Ami menemukan kesimpulan bahwa masih ada Aidan, Rian dan Oliver yang belum memperlihatkan keanehan.

Di atas meja, ponsel Ami bergetar, layarnya menyala dan menampilkan notifikasi pesan dari Aidan–pesan yang hanya berisi nama: Ami. Ami tidak biasa menelepon duluan. Namun, karena ini hanya mimpi, Ami merasa lebih berani. Dia pun menghubungi nomor Aidan.

“Halo, Ami. Aku nggak expect kamu bakal nelpon aku.”

“Kak Aidan ada perlu apa chat aku?”

“Aku lagi di minimarket dekat gang masuk ke rumah kamu. Kamu mau nitip sesuatu, nggak?” tanya Aidan lalu secara tiba-tiba meralat, “Eh, sorry, sorry. Nggak, nggak, nggak–itu bohong. Itu cuma alesan aku aja biar bisa ketemu kamu. Aku lagi berharap kamu mau kesini kalau aku ajak.”

“Habis ini aku kesitu, ya?”

“Eh, serius?”

“Iya.”

Ami bergegas keluar rumah lagi untuk menemui Aidan. Aidan ternyata sudah menunggu di kursi teras bersama sekantong plastik berisi jajan. Katanya, dia sengaja beli banyak agar bisa dibagi dengan Ami. Setelah Ami duduk di hadapannya, Ami pun ditawari banyak makanan: cokelat, permen, es krim, yogurt dan pada akhirnya, Aidan menawarkan semuanya.

“Kita makan bareng aja, ya?” usul Ami karena merasa tidak pantas menolak, tapi juga merasa tidak pantas menerima semuanya.

Aidan setuju. Mungkin itu adalah cara terbaik untuk menghabiskan waktu pertemuan mereka. Seperti yang pernah Aidan akui sebelumnya, dia merasa canggung. Ami menyadari itu dan kemudian ia menyodorkan sebungkus yogurt untuk Aidan.

“Coba yang ini deh, Kak,” Ami menyarankan.

“Sebenarnya aku kurang suka yogurt sih,” kata Aidan, tapi dia tetap mengambil yogurt yang disarankan Ami. “Semua yogurt yang aku beli tuh buat kamu,” tambahnya.

“Serius nggak suka yogurt? Padahal yang itu enak banget loh. Kenapa Kak Ai nggak suka yogurt?”

“Asam.”

“Ya udah ini buat aku aja!” celetuk Ami seraya merebut yogurt di tangan Aidan. Dia bercanda, tapi Aidan tidak tertawa. Namun, dia lega saat melihat ada senyum tipis yang terbentuk di bibir lawan bicaranya. Ami ikut tersenyum.

“Kak Ai mau yogurt yang manis?” tanya Ami.

“Emang ada?”

Ami mengangguk. “Dulu aku diajarin ayah bikin yogurt alpukat. Greek yogurt dicampur sama alpukat, terus diblender. Kalau mau asam, ditambahin garam sedikit sama perasan lemon. Kalau mau manis, dikasih madu sama perasan lemon. Tapi, namanya juga yogurt, pasti bakal tetep ada asamnya dikit.”

“Perasan lemonnya boleh disingkirin nggak?” tanya Aidan.

Ami terkekeh. “Boleh kok. Palingan nanti, kata ayah bakal ada yang kurang. Kak Ai nggak suka banget ya sama asam?”

Aidan mengangguk. “Benci. Musuhan. Soalnya kalau dimakan, bikin nyengir.”

Ami terkekeh lagi. “Nanti deh aku bikinin yogurt alpukat yang manis tanpa perasan lemon. Biasanya ayah bakal suka kalau kalau bikin yogurt itu. Terus dia bakal minta dibikinin juga.”

“Ayah kamu suka yogurt itu?”

Ami mengangguk. “Favorit banget malah. Bilangnya sih biar sehat padahal dia yang doyan.”

“Beneran kamu mau bikinin aku itu?”

“Kalau Kak Ai mau.”

“Mau!” Aidan berseru mantap sampai Ami sedikit terkejut namun Ami bersikap biasa saja agar Aidan tetap merasa nyaman.

Percakapan yang ramah selesai. Percakapan yang cukup serius pun dimulai. Suasana berubah seketika setelah Aidan memanggil dengan cara yang berbeda.

“Ami?”

Ami menyahut cepat, “Ya?”

“Kamu udah vokal banget ya sama aku? Biasanya, sebelum kita kenal, kamu jarang senyum loh.”

Ami menjawabnya dengan mudah, “Soalnya dulu kita nggak deket.”

“Emang sekarang kita udah deket?”

Ami diam lalu menatap Aidan yang tengah menanti jawaban. “Iya juga, ya? Emangnya kita deket?”

Aidan bertanya lagi, “Kalau misalnya menurut kamu kita belum sedekat itu, kenapa sikap kamu udah beda? Aku naksir kamu, otomatis aku sering merhatiin kamu. Bahkan sama teman-teman sekelas kamu, kamu nggak begini, kan? Kamu sering diem, sering nggak ikut ngumpul, sering tiba-tiba pergi terus nggak kelihatan. Kenapa, Ami?”

Pandangan Ami turun dan dia memikirkan jawaban. Bahkan jika Aidan adalah mimpi, Ami tetap harus menghargai perasaannya karena Aidan sebenarnya adalah sosok yang nyata. Menjadi jujur sebenarnya tidak sulit. Yang sulit adalah menerima tanggapan orang lain atas kejujurannya. Ami selalu benci penghakiman. Namun, karena ini mimpi, Ami yakin bahwa dirinya akan tetap aman.

Ami akhirnya memberi jawaban, “Karena aku ngerasa nyaman ngobrol sama Kak Ai.”

Aidan merasa lega mendengar jawaban itu. Ada secercah senyum yang berusaha disembunyikan. “Terus … kalau aku mau minta lebih dari sekedar teman, boleh?”

“Enggak,” kata Ami tiba-tiba.

Setitik senyum milik Aidan seketika luruh.

“Maksudnya–” Ami buru-buru memberi penjelasan, “aku butuh waktu.”

Aidan menatap Ami seraya tersenyum getir. “Milikin kamu ternyata susah banget, ya?”

“Sebenarnya, aku lagi mertimbangin sesuatu.”

Aidan bertanya, “Mertimbangin aku?”

“Salah satunya.”

“Apa lagi yang kamu pertimbangin selain aku?”

“Aku,” jawab Ami. “Aku mertimbangin diri aku sendiri. Setelah dapetin apa yang aku mau, tiba-tiba aku jadi ngerasa kalau aku nggak pantes dapetin satupun dari itu, kecuali kalau itu emang tulus. Tapi pada kenyataanya–” kalimat Ami terjeda, lalu ia gagal melanjutkan. “Kak Ai nggak bakal percaya kalau aku kasih tahu,” katanya pada akhirnya.

“Kamu nuduh aku kalau aku nggak tulus suka sama kamu?” tanya Aidan. Tatapan matanya kini menyimpan penghakiman yang Ami takuti.

Ami menggeleng cepat. “Bukan! Bukan gitu–”

Aidan buru-buru berdiri. Dia melangkah pergi meninggalkan Ami, tapi kembali lagi. “Kamu tahu nggak? Buat marah sama kamu aja aku ngerasa nggak pantas! Kayak … aku mau nagih hutang ke kamu, tapi kamu nggak punya hutang ke aku. Aku yang salah! Dan ini nyebelin!”

Aidan pergi lagi. Setelah beberapa langkah, lagi-lagi dia kembali menghampiri Ami. “Aku nggak benci kamu! Masih suka!” ketusnya. Terlihat marah, tapi tidak seperti marah. Dia lebih seperti anak kecil yang merajuk–sampai Ami pun tidak tahu harus bereaksi bagaimana.

Aidan lagi-lagi pergi lalu kembali lagi untuk berkata, “Tapi sekarang kamu beneran punya hutang yogurt alpukat ke aku! Aku bakal sering nagih! Awas aja kalau nggak dilunasin! Pokoknya aku nggak mau malu lagi buat ketemu kamu! Aku bakal ngajak kamu ketemu terus sampai kamu ngasih aku jawaban!”

[]

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Nina and The Rivanos
10224      2468     12     
Romance
"Apa yang lebih indah dari cinta? Jawabannya cuma satu: persaudaraan." Di tahun kedua SMA-nya, Nina harus mencari kerja untuk membayar biaya sekolah. Ia sempat kesulitan. Tapi kemudian Raka -cowok yang menyukainya sejak masuk SMA- menyarankannya bekerja di Starlit, start-up yang bergerak di bidang penulisan. Mengikuti saran Raka, Nina pun melamar posisi sebagai penulis part-time. ...
Yakini Hatiku
23      18     1     
Romance
Setelah kecelakaan yang menimpa Fathur dan dinyatakan mengidap amnesia pasca trauma, Fathur mulai mencoba untuk mengingat segala hal seperti semula. Dalam proses mengingatnya, Fathur yang kembali mengajar di pesantren Al-Ikhlas... hatinya tertambat oleh rasa kagum terhadap putri dari pemilik pesantren tersebut yang bernama Tsania. Namun, Tsania begitu membenci Fathur karena suatu alasan dan...
Exerevnitis
46      42     2     
Fantasy
Setiap orang memiliki rahasianya masing masing, tapi bagaimana jika dibalik rahasia itu ada hal lain yang menanti?. Fannia memiliki sebuah rahasia besar yang ia rahasiakan dari orang lain, tapi tanpa ia ketahui dibalik semua itu terdapat rahasia tersembunyi dan dibaliknya ada seseorang yang selalu mengawasianya. Tiba-tiba sebuah kejadian datang kepadanya dan mengubah hidu...
Bunga Hortensia
1610      68     0     
Mystery
Nathaniel adalah laki-laki penyendiri. Ia lebih suka aroma buku di perpustakaan ketimbang teman perempuan di sekolahnya. Tapi suatu waktu, ada gadis aneh masuk ke dalam lingkarannya yang tenang itu. Gadis yang sulit dikendalikan, memaksanya ini dan itu, maniak misteri dan teka-teki, yang menurut Nate itu tidak penting. Namun kemudian, ketika mereka sudah bisa menerima satu sama lain dan mulai m...
JUST RIGHT
103      88     0     
Romance
"Eh, itu mamah bapak ada di rumah, ada gue di sini, Rano juga nggak kemana-mana. Coba lo... jelasin ke gue satu alasan aja, kenapa lo nggak pernah mau cerita ke seenggaknya salah satu dari kita? Nggak, nggak, bukan tentang mbak di KRL yang nyanggul rambutnya pakai sumpit, atau anak kecil yang lututnya diplester gambar Labubu... tapi cerita tentang lo." Raden bilang gue itu kayak kupu-kupu, p...
The Golden Prince
191      160     1     
Fantasy
*Nggak suka cerita Aksi-Fantasi? Coba dulu ini! nggak nyoba nggak akan tahu!! *BUKAN TERJEMAHAN, cerita ini ori hasil ketik tangan penulis, jadi please jangan plagiat!! [Blurb]------------------------------ Ini tentang seorang Kesatria muda, seorang Master Pedang paling cemerlang di Kerajaannya - yang terlempar ke masa depan, ke 10 tahun di depan. Dunia yang dikenalnya telah berubah, lo...
Penantian Panjang Gadis Gila
271      214     5     
Romance
Aku kira semua akan baik-baik saja, tetapi pada kenyataannya hidupku semakin kacau. Andai dulu aku memilih bersama Papa, mungkin hidupku akan lebih baik. Bersama Mama, hidupku penuh tekanan dan aku harus merelakan masa remajaku.
Yu & Way
133      109     5     
Science Fiction
Pemuda itu bernama Alvin. Pendiam, terpinggirkan, dan terbebani oleh kemiskinan yang membentuk masa mudanya. Ia tak pernah menyangka bahwa selembar brosur misterius di malam hari akan menuntunnya pada sebuah tempat yang tak terpetakan—tempat sunyi yang menawarkan kerahasiaan, pengakuan, dan mungkin jawaban. Di antara warna-warna glitch dan suara-suara tanpa wajah, Alvin harus memilih: tet...
Lusi dan Kot Ajaib
8367      1460     7     
Fantasy
Mantel itu telah hilang! Ramalan yang telah di buat berabad-abad tahun lamanya akan segera terlaksana. Kerajaan Qirollik akan segera di hancurkan! Oleh siapa?! Delapan orang asing yang kuat akan segera menghancurkan kerajaan itu. Seorang remaja perempuan yang sedang berlari karena siraman air hujan yang mengguyur suatu daerah yang di lewatinya, melihat ada seorang nenek yang sedang menjual jas h...
Mengapa Harus Mencinta ??
3604      1163     2     
Romance
Jika kamu memintaku untuk mencintaimu seperti mereka. Maaf, aku tidak bisa. Aku hanyalah seorang yang mampu mencintai dan membahagiakan orang yang aku sayangi dengan caraku sendiri. Gladys menaruh hati kepada sahabat dari kekasihnya yang sudah meninggal tanpa dia sadari kapan rasa itu hadir didalam hatinya. Dia yang masih mencintai kekasihnya, selalu menolak Rafto dengan alasan apapun, namu...