Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Boy Between the Pages
MENU
About Us  

2020

Untuk Anne,

Hanya bungkus permen? Aku mengharapkan kamu meninggalkan permen sungguhan. Tapi bungkusnya lucu. Unik. Dan, kita tidak mau halaman dan nomor keberuntungan kita bernoda cokelat.

Nah, ini daftar buku kesukaanku. Bagaimana kalau tiga buku kesukaan? 

1) Eragon

2) The Lion, The Witch, and The Wardrobe

3) Pet Sematary 

- Gilbert

———

2025

Seperti harus memilih antara matcha latte dan es krim matcha, baru kali ini Aruna merasa sulit untuk mengambil keputusan. 

Padahal, seharusnya tidak sesulit itu.

Ia sudah lama naksir sama Evan. Tapi kenapa di saat cowok itu meminta Aruna menjadi pacarnya, Aruna malah berkata, "Aku senang banget, Kak. Tapi, boleh nggak aku kasih jawabannya besok?"

"Harusnya kamu tuh langsung bilang iya," komentar Dea gemas saat Aruna melakukan panggilan video di malam hari, setelah tadi sore Evan meminta gadis itu menjadi pacarnya.

"Iya, aku tahu, tapi..."

"Tapi apa? Kamu udah suka Kak Evan dari semester kemarin, Na. Apa kamu udah nggak suka lagi sama Kak Evan? Atau Kak Evan ternyata orangnya red flag selagi kalian nge-date?" cecar Dea.

"Nggak, kok. Kak Evan baik. Baik banget malah."

"Nah terus kenapa kamu tadi nggak langsung bilang iya?" tanya Dea heran.

"Iya sih, ya..." jawab Aruna mengambang. "Ah, udah, deh. Pokoknya besok aku jawab. Pusing. Mending aku nulis dulu," kata Aruna.

Setelah mematikan telepon, Aruna mengambil sebuah sheet mask dan memakainya sebelum lanjut menggambar dan menulis buku barunya di tablet.

Kata-kata Dea terus terngiang di pikirannya. Evan adalah cowok yang baik. Namun, kenapa Aruna malah merasa ragu untuk langsung menerima cowok itu menjadi pacarnya? Justru karena sifatnya yang baik dan perhatianlah seharusnya Aruna harus cepat-cepat menerima cowok itu. Tapi... Ada perasaan mengganjal di hati gadis itu. Dan Gilbert muncul ke pikirannya. Hari ini karena langsung pergi dengan Evan, Aruna tidak sempat ke Perpustakaan Lentera untuk mengecek apakah Gilbert sudah membalas suratnya. 

Aruna bertanya-tanya apakah hatinya masih berada di tangan Gilbert dan di antara semua surat-surat mereka? Lalu, sosok lain juga muncul di pikiran Aruna. Adam dan segala sifat kompetitif konyolnya. Tapi juga ternyata adalah pribadi yang perhatian dan baik hati. Aruna berbaring di tempat tidurnya dan memejamkan mata. Tablet di sampingnya tidak lagi menarik perhatian gadis itu.

1 WhatsApp baru.

Aruna mengecek handphone-nya.

Adam: Na, udah tidur?

"Speak of the devil..." gumam Aruna dan mengetik balasan.

Aruna: Belum. Kenapa, Dam?

Adam mengirim sebuah foto yang tampaknya adalah screenshoot dari sebuah laman. Ternyata laman Facebook. Dan bukan sembarang profil. Tapi, profil Bu Desi yang diduga adalah sahabat Tante Sandrina.

"Desi Putri Winata..." Aruna menggumamkan nama Bu Desi dan melihat-lihat lebih lanjut. Ia membuka tabletnya dan mengakses aplikasi Facebook dan mengetik di kolom pencarian.

Bu Desi adalah wanita berwajah manis, rambut yang dipotong dengan gaya bob, serta berkulit sawo matang. Dilihat dari laman Facebook-nya (syukurlah profilnya tidak dikunci), Bu Desi sudah memiliki dua orang anak; putri sulung duduk di bangku SD sementara putri bungsunya masih TK. Suami Bu Desi adalah pria yang biasa-biasa saja tapi tampak berwibawa. Aruna masih meng-scroll saat Adam mengirimkan pesan lain.

Adam: Aku udah ngirim pesan tadi ke Bu Desi dan beliau udah kasih aku nomor WhatsApp-nya yang baru. Besok Bu Desi bersedia kita video call untuk ditanya-tanya.

Aruna harus mengakui bahwa Adam sangat cepat dalam mengambil inisiatif akan hal-hal seperti ini.

Aruna: Gercep banget. Makasih, ya, Dam. Aku pengen juga video call dan nanya ke Bu Desi.

Adam: Justru itu aku bilang ke kamu. Kita harus nanya berdua.

Adam: Eh, barusan aja Bu Desi kirim pesan kalau video call-nya harus ditunda jadi lusa. Soalnya Bu Desi ada acara di sekolah anaknya.

Aruna: Oke.

Aruna lanjut meng-scroll, melihat foto-foto yang diunggah Bu Desi. Beberapa di antaranya adalah foto Bu Desi bersama Tante Sandrina. Air mata Aruna nyaris menitik saat melihat foto-foto tersebut dan sadar bahwa Aruna merindukan Tante Sandrina.

*** 

Untuk Anne,

Sudah kuduga kalau penghakiman darimu akan ada di awal surat. Syukurlah kamu masih seperti Anne yang sama seperti yang aku kenal empat tahun yang lalu. Tapi, aku pantas menerimanya.

Anne, surat-surat darimu lebih dari berarti bagiku. Setelah mamaku, kamu dan surat-surat kita adalah hal yang membantuku melalui kesulitan dalam hidup. Aku senang semesta menuntunku pada buku Anne of Green Gables di hari itu. Karena aku menemukan suratmu. Awal dari semua surat-surat kita.

Pustakawan itu... aku melihatnya di salah satu jalan menuju ke luar kota Pekanbaru. Aku ingat betul, saat itu tanggal 16 Januari. Malam hari di tanggal tersebut, si pustakawan baru saja keluar dari sebuah toko kelontong di pinggir jalan dan ia mengenakan masker. Saat pustakawan itu hendak minum, ia membuka maskernya. Dari situlah aku bisa melihat wajah si pustakawan. Dan seorang pria di sebelahnya, yang juga memakai masker, menggenggam tangan wanita itu.

Anne, aku benci menuliskan ini. Tapi aku takut akan berhenti menulis surat lagi. Rasa bersalah menghantuiku. Aku akan memberikan keterangan pada pihak berwajib. Rasa bersalah menghantuiku dan aku harus mencari jawaban tentang si pustakawan.

-Gilbert

Aruna membaca surat dari Gilbert dengan rasa campur aduk. Senang karena cowok itu masih hafal dengan kebiasaan Aruna, terkejut akan fakta baru tentang sesuatu yang bisa menuntun ke jawaban akan kematian Tante Sandrina, serta Gilbert yang mungkin tidak lagi menulis padanya dan memilih mengejar kebenaran kasus tersebut.

Aruna yang tengah duduk di salah satu bangku membaca di Perpustakaan Lentera merasa kalut. Surat-surat dari Gilbert sudah seperti oase baginya. Dan kini, mungkin oasenya akan menghilang seperti fatamorgana di padang pasir yang tandus, dan meninggalkan Aruna dalam keputusasaan. Aruna meraih pena berwarna biru favoritnya dan cepat-cepat menulis.

Gilbert,

Kalau kamu tahu betapa berharganya surat-surat kita, aku mohon jangan berhenti menulis.

Aku ingin kita ketemu. Aku senang kalau kamu memberikan pernyataan pada kepolisian. Tapi kamu nggak harus berhenti nulis demi mengejar kebenaran di balik meninggalnya Tante Sandrina. Biarkan aku membantu kamu.

-Anne

Mata Aruna terasa panas, tapi ia mengenyahkan air matanya dan melipat kertas menjadi dua dan menyelipkannya di halaman 212 di buku Anne of Green Gables. 

Aruna melangkahkan kakinya ke rak fiksi untuk menaruh kembali buku tersebut. Lalu, sesudah ia duduk kembali ke bangku membaca, gadis itu mengatur nafasnya agar ia bisa kembali tenang. Sore ini Adam mengajaknya bertemu karena sesuatu yang urgent. Tentang hal apa itu, Aruna belum tahu dan Adam bilang akan lebih baik kalau hal tersebut dibicarakan secara langsung.

Setelah kurang lebih sepuluh menit, Aruna melihat Adam. Tapi bukan dari arah depan, melainkan dari balik rak-rak buku di bagian dalam perpustakaan. "Hai, Na," sapa Adam sambil tersenyum. Ia masih mengenakan kemeja Polo berwarna hijau dan celana jeans seperti saat di kelas tadi pagi.

"Hai. Kok kamu dari belakang?"

Adam nyengir. "Aku udah di sini dari setengah jam yang lalu. Aku habis nyari informasi dari Bu Fakhira."

Aruna menaikkan alis. "Gosip lagi?" bisik gadis itu yang disambut cengiran oleh Adam, menampilkan deretan giginya yang rapi dan berwarna putih. 

"Spill the tea, please," pinta Aruna. Surat dari Gilbert langsung muncul di pikirannya mengenai cowok misterius yang menggenggam tangan Tante Sandrina pada 16 Januari empat tahun yang lalu.

"Sayangnya Bu Fakhira nggak tau, Na, kira-kira siapa pacar Tante Sandrina." Adam menggeleng kecewa.

"Beliau nggak ada bayangan juga, Dam? Kalau menurutku, insting perempuan itu nggak bisa dienyahkan sembarangan," jawab Aruna yakin.

"Karena kamu juga perempuan?" goda Adam.

"Aku memang pembela kaumku, tapi serius, Bu Fakhira biasanya nggak asal ngomong walaupun menggosip," bisik Aruna lagi.

"Nanti aku tanya lagi, deh. Eh, kenapa nggak kamu aja yang nanya? Kan kamu kerja di sini juga."

"Kamu nggak tahu, ya? Kalau perempuan biasanya akan lebih terbuka pada cowok-cowok muda kayak kamu. Apalagi wajahmu lumayan." Aruna langsung menyesali perkataannya yang terakhir karena Adam langsung menyeringai jail padanya.

"Jadi kamu menganggap aku ganteng?"

"Nggak. Aku kan cuma bilang lumayan. Lumayan digandrungi oleh wanita yang lebih tua maksudnya." Aruna ngeles, tapi wajahnya yang tidak berani menatap Adam menjelaskan semuanya; bahwa gadis itu salah tingkah.

"Ngeles aja," gumam Adam pelan, tidak bisa berhenti tersenyum.

"Katanya ada sesuatu yang urgent. Apa yang urgent itu?" Aruna mengalihkan topik.

"Oh, iya. Ini." Adam menyerahkan buku klasik The Scarlet Letter oleh Nathaniel Hawthorne. "Salah satu buku kesukaan Tante Sandrina yang aku ambil dari gudang."

Aruna berdecak pelan. "Sebenarnya aku masih penasaran. Gimana kamu bisa ngambil buku ini diam-diam?"

Adam meringis. "Panjang, deh. Yang penting kamu lihat-lihat dulu bukunya. Apakah ada yang aneh. Aku belum lihat. Lagi banyak orderan di bakery mamaku."

Aruna membentuk huruf 'o' dengan mulutnya, dan mengambil buku itu dari Adam. Gadis itu tersenyum kecil karena kagum Adam mau membantu mamanya di sela kesibukan kuliah dan tugas mereka yang menumpuk.

Aruna membolak-balik halaman demi halaman, mencari sesuatu yang bisa dibilang ganjil, atau barangkali lipatan surat kecil seperti di buku Anna Karenina. Adam yang berada di samping kanannya menggeser bangkunya lebih dekat ke Aruna, supaya ia bisa ikut melihat. Namun, Aruna di sebelahnya jadi gelisah lantaran parfum Adam yang wangi membuat konsentrasinya mengabur.

"Jangan dekat-dekat," tegur Aruna.

"Galak amat," komentar Adam datar, sambil menggeser kembali kursinya ke tempat semula.

"Eh, eh, sini, Dam," panggil Aruna, membuat Adam menggelengkan kepalanya sedikit.

"Baru juga diusir tadi," ujar Adam.

Aruna tidak memedulikan komentar Adam. "Lihat ini," tunjuknya pada sebuah halaman di mana ada huruf-huruf yang digarisbawahi dengan tinta pena berwarna merah.

Aruna dan Adam melihat ke arah huruf-huruf yang digarisbawahi secara acak. Aruna mengambil sticky notes dan mencatat huruf-huruf tersebut.

"Infidelity," bisik Adam.

Infidelity... yang berarti perselingkuhan. Apakah benar bahwa Tante Sandrina menjalin hubungan terlarang?

*** 

Adam menatap Aruna di sebelahnya. "Kamu nggak apa-apa, Na?"

Aruna merasa ragu, tetapi ia mengangguk. "Aku rasa... bukan itu yang harus aku khawatirkan untuk saat ini."

"Orang yang sangat kamu hormati ternyata mungkin... nggak seperti yang kamu bayangkan. Wajar kalau kamu syok, Na. Tapi hal itu nggak mengubah fakta bahwa Tante Sandrina adalah orang yang baik, terutama ke kamu."

Aruna mengangguk. "Kamu benar, Dam. Kesalahan dan kebaikan bisa hidup secara berdampingan dalam diri seseorang. Dan, kesalahan Tante Sandrina nggak bisa menutup fakta atas kebaikannya selama ini. Kalau beliau memang benar menjadi simpanan suami seseorang, she made a mistake, but it couldn't define herself as a whole."

Adam mengangguk dan tersenyum. "Setuju. Sifat manusia lebih kompleks dari itu."

Aruna mengiyakan. Gadis itu lanjut membalikkan halaman The Scarlet Letter, tapi tidak menemukan hal lain. Kedua remaja itu memutuskan cukup untuk hari itu karena hari juga semakin sore. 

Di luar Perpustakaan Lentera, Adam memanggil Aruna yang sudah mulai berjalan untuk pulang ke rumahnya.

"Ikut ke mobilku, yuk," ajak Adam.

"Ngapain?" Aruna bergidik ngeri. 

Adam menyemburkan tawa. "Nggak ada yang mau menculik kamu. Rugi."

"Enak aja," kata Aruna masam.

"Serius, ada yang mau aku sampaikan." Adam nyengir.

Mereka berjalan ke arah mobil Toyota Diesel hardtop milik Adam. Cowok itu masuk, dan mengambil kantong plastik kecil, lalu memberikannya pada Aruna. 

Aruna melihat ke dalam plastik. "Burnt cheesecake?" tanya gadis itu sambil tersenyum lebar.

Adam mengangguk sambil tersenyum pada Aruna. "Burnt cheesecake dengan brownie di bawahnya. Tapi kali ini mamaku yang buat."

"Wah, kalau dikasih dessert terus aku mau deh, diculik sama kamu." Aruna bercanda sambil tertawa renyah.

"Betul kan? Rugi kalau menculik kamu. Bangkrut yang ada." Adam terkekeh.

Lalu, cowok itu menawarkan untuk mengantar Aruna pulang. Tapi, gadis itu menolak karena takut mamanya akan berasumsi bahwa Aruna berpacaran–hal yang dilarang keras mamanya.

Sesampainya di rumah, Aruna membereskan barang-barang sebelum duduk di meja makan. Mamanya sedang cek kesehatan bulanan bersama sang papa. Aruna membuka kotak sliced cake. Diambilnya sebuah sendok kue dan mengiris burnt cheesecake. Saat sepotong kue itu masuk ke mulutnya, Aruna langsung bergumam betapa enaknya kue tersebut. Creamy, manis, gurih, semuanya pas. Belum lagi, sifat manis Adam beberapa minggu belakangan muncul ke pikiran Aruna selagi gadis itu menyuap cheesecake.

Aruna mengambil handphone. Ada beberapa pesan dari Evan yang belum dibacanya. Evan tidak menyinggung soal jawaban Aruna. Tapi, Evan layak mendapatkan jawaban hari ini. Sesuai yang dijanjikan gadis itu.

Aruna: Aku senang Kak Evan minta aku jadi pacar Kakak. Tapi, maaf, aku nggak bisa nerima Kakak.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Hanya Untukku Seorang
1053      570     1     
Fan Fiction
Dong Hae - Han Ji bin “Coba saja kalo kau berani pergi dariku… you are mine…. Cintaku… hanya untukku seorang…,” Hyun soo - Siwon “I always love you… you are mine… hanya untukku seorang...”
Kacamata Monita
799      366     4     
Romance
Dapat kado dari Dirga bikin Monita besar kepala. Soalnya, Dirga itu cowok paling populer di sekolah, dan rival karibnya terlihat cemburu total! Namun, semua mendadak runyam karena kado itu tiba-tiba menghilang, bahkan Monita belum sempat membukanya. Karena telanjur pamer dan termakan gengsi, Monita berlagak bijaksana di depan teman dan rivalnya. Katanya, pemberian dari Dirga terlalu istimewa u...
Dark Shadow
358      230     5     
Horror
Tentang Jeon yang tidak tahu bahwa dirinya telah kehilangan Kim, dan tentang Kim yang tidak pernah benar-benar meninggalkan Jeon....
Chahaya dan Surya [BOOK 2 OF MUTIARA TRILOGY]
11477      2114     1     
Science Fiction
Mutiara, or more commonly known as Ara, found herself on a ship leading to a place called the Neo Renegades' headquarter. She and the prince of the New Kingdom of Indonesia, Prince Surya, have been kidnapped by the group called Neo Renegades. When she woke up, she found that Guntur, her childhood bestfriend, was in fact, one of the Neo Renegades.
Balada Valentine Dua Kepala
305      191     0     
Short Story
Di malam yang penuh cinta itu kepala - kepala sibuk bertemu. Asik mendengar, menatap, mencium, mengecap, dan merasa. Sedang di dua kamar remang, dua kepala berusaha menerima alasan dunia yang tak mengizinkan mereka bersama.
Rania: Melebur Trauma, Menyambut Bahagia
164      135     0     
Inspirational
Rania tumbuh dalam bayang-bayang seorang ayah yang otoriter, yang membatasi langkahnya hingga ia tak pernah benar-benar mengenal apa itu cinta. Trauma masa kecil membuatnya menjadi pribadi yang cemas, takut mengambil keputusan, dan merasa tidak layak untuk dicintai. Baginya, pernikahan hanyalah sebuah mimpi yang terlalu mewah untuk diraih. Hingga suatu hari, takdir mempertemukannya dengan Raihan...
The Sunset is Beautiful Isn't It?
2257      691     11     
Romance
Anindya: Jangan menyukai bunga yang sudah layu. Dia tidak akan tumbuh saat kamu rawat dan bawa pulang. Angkasa: Sayangnya saya suka bunga layu, meski bunga itu kering saya akan menjaganya. —//— Tau google maps? Dia menunjukkan banyak jalan alternatif untuk sampai ke tujuan. Kadang kita diarahkan pada jalan kecil tak ramai penduduk karena itu lebih cepat...
Segaris Cerita
527      290     3     
Short Story
Setiap Raga melihat seorang perempuan menangis dan menatap atau mengajaknya berbicara secara bersamaan, saat itu ia akan tau kehidupannya. Seorang gadis kecil yang dahulu sempat koma bertahun-tahun hidup kembali atas mukjizat yang luar biasa, namun ada yang beda dari dirinya bahwa pembunuhan yang terjadi dengannya meninggalkan bekas luka pada pergelangan tangan kiri yang baginya ajaib. Saat s...
Ada Apa Esok Hari
200      155     0     
Romance
Tarissa tak pernah benar-benar tahu ke mana hidup akan membawanya. Di tengah hiruk-pikuk dunia yang sering kali tak ramah, ia hanya punya satu pegangan: harapan yang tak pernah ia lepaskan, meski pelan-pelan mulai retak. Di balik wajah yang tampak kuat, bersembunyi luka yang belum sembuh, rindu yang tak sempat disampaikan, dan cinta yang tumbuh diam-diamtenang, tapi menggema dalam diam. Ada Apa E...
BUNGA DESEMBER
537      371     0     
Short Story
Sebuah cerita tentang bunga.