Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Boy Between the Pages
MENU
About Us  

Aruna merasa seperti berada di atas awan. Setelah dari Perpustakaan Lentera, ia dan Evan jalan-jalan ke bazaar yang diadakan di sekitar kantor Gubernur kota Pekanbaru dalam rangka acara UMKM. Di sana, mereka menikmati berbagai macam jajanan milik pengusaha UMKM.

Selesai memakan camilan, mereka lanjut jalan, melihat-lihat dagangan yang lain, saat mata Aruna tertuju pada gantungan handphone yang terinspirasi dari film-film Ghibli.

Evan menatap Aruna dan tersenyum. “Kamu mau, Na?” tanya Evan dengan lembut.

“Eh? Ah, cuma lihat-lihat aja, Kak,” Aruna mengelak.

Evan tersenyum. Ia mengambil gantungan dengan manik-manik berwarna merah muda yang terinspirasi dari film Spirited Away yang dilirik oleh Aruna. “Mbak, saya beli yang ini satu.” Evan menyerahkan gantungan manik-manik tersebut pada si penjual dan membayarnya.

Lalu, ia memberikannya pada Aruna. “Buat kamu.”

Aruna mengulurkan tangannya dengan malu-malu. “Makasih, Kak Evan. Tapi aku jadi nggak enak. Tadi jajan juga Kak Evan yang bayar.”

“Nggak apa-apa, kan aku yang ngajak kamu ke sini.” Evan nyengir.

Aruna berdecak. “Tetap aja, Kak.” Aruna mengalihkan pandangannya dan melihat ke aksesori lain yang dijual di toko pernak-pernik tersebut sampai matanya menangkap gantungan dengan manik berwarna hitam dan manik bergambar gitar di ujungnya. Simpel dan cocok untuk laki-laki.

“Aku mau beliin ini untuk Kak Evan. Biar kita impas.” Aruna tersenyum dan membayar gantungan tersebut sebelum menyerahkannya pada Evan.

Evan tertawa pelan. “Kamu nggak perlu beliin aku sebenarnya, tapi, thanks, Na. Duh, kita udah kayak couple di anime Kimi ni Todoke aja nih,” Evan tersenyum pada Aruna.

Senyum Aruna mengembang. “Kakak nonton anime juga?” Dan sejujurnya, senyum Aruna bukan hanya soal Evan yang tahu anime Kimi ni Todoke, tapi juga cowok itu yang menyebut mereka couple! Walaupun bercanda, tak ayal Aruna menjadi senang.

“Iya, termasuk anime romance juga,” Evan nyengir. Aruna tersenyum. Evan memainkan gantungan kunci di tangannya sebelum mengeluarkan handphone dan mengaitkan gantungan tersebut di phone case. Evan mengangkat handphone-nya ke atas dan tersenyum. Aruna ikut tersenyum. Gadis itu merasa ada kupu-kupu yang terbang di perutnya.

Aruna ikut memasang gantungan kunci manik berwarna merah muda di phone case-nya.

“Mas sama Mbak nya pacaran, ya? Gantungan handphone-nya udah couple, mana sama-sama cantik dan ganteng lagi,” komentar salah satu pengunjung yang sepertinya sudah ibu-ibu. Wajah Aruna langsung merah padam. Evan tertawa pelan. Tapi, Evan juga tidak mengoreksi ibu tersebut dengan berkata, ‘kami cuma teman, Bu’, atau sebagainya, membuat Aruna merasa bahwa gadis itu mungkin memang memiliki kesempatan dengan Evan.

Mereka lanjut jalan-jalan, lalu makan bakso sebelum Evan mengantar Aruna pulang.

“Kak, makasih buat hari ini,” kata Aruna saat mereka sudah di depan rumah gadis itu. Aruna tersenyum dan memberikan helm pada Evan.

“Aku yang harusnya bilang makasih, Na.” Evan menatap manik mata Aruna dan tersenyum. “Aku pulang dulu, ya.”

Aruna mengangguk. “Hati-hati, Kak Evan.”

Evan tersenyum dan balas mengangguk. Ia berhenti sebentar. “Aruna?”

“Iya, Kak?”

“Adam beneran bukan pacar kamu, kan?”

Aruna sedikit terkejut. “Bukan. Kami cuma teman, Kak.”

Senyum Evan merekah. “Oke. Kalau gitu kapan-kapan aku boleh nggak ngajak kamu keluar lagi?”

Jantung Aruna seakan melompat di dadanya. Gadis itu mengangguk pelan dan tersenyum. Evan pamit. Honda CB milik Evan sudah menjauh, tapi Aruna masih berdiri di depan rumahnya dengan perasaan bahagia yang tiada tara.

***

Setelah sadar dari rasa bahagia akibat pergi bersama Evan, Aruna masuk ke rumahnya. Ia mandi, memakai skincare dan mulai menggambar ilustrasi untuk buku anak-anak yang sedang ia tulis. Aruna selalu mencintai menggambar dan menulis, terlebih jika mood-nya sedang bagus seperti ini.

Bukunya yang ia beri judul Magnolia dan Perasaannya sudah selesai. Lebih cepat dari perkiraan gadis itu. Aruna meletakkan tablet di atas kasurnya yang empuk. Proofreading juga sudah selesai dilakukan. Bagian berikutnya, menakutkan. Mengirim ceritanya ke penerbit.

Aruna selalu berpikir kalau menulis adalah sesuatu yang menakutkan. Tulisan tidak hanya sekadar menuangkan ide dan kata-kata ke dalam tulisan. Saat menulis, emosi juga tertuang di sana. Penulis menjadi vulnerable. Dan saat pembaca membaca rangkaian kata yang dilukiskan oleh penulis, mereka sebenarnya tidak hanya membaca ide si penulis saja, melainkan sisi rapuh dan perasaan paling dalam milik si penulis. Oleh karena itu, menulis terasa menakutkan; karena orang lain akan membaca sisi dari penulis yang tidak pernah ia tunjukkan pada orang lain.

Mengirim tulisan ke penerbit juga menakutkan. Tapi tidak se-menakutkan saat Aruna mulai menulis bukunya.

Aruna berbaring dan terdiam sejenak. Tidak ada yang tahu bahwa gadis itu bermimpi menjadi penulis. Ia mengatakan hal itu pada mamanya dan berakhir mendapat lebam di salah satu lengan. Semenjak itu, Aruna merasa kesulitan menyampaikan keinginan dan pendapatnya pada orang lain.

Tidak ada yang tahu, kecuali Gilbert, si sahabat pena.

Aruna bangkit dari tempat tidurnya dan melangkah menuju meja belajarnya. Ia membuka laci paling bawah meja belajar dan meraih kotak stainless di mana ia menyimpan surat-surat dari Gilbert.

Untuk Anne,

Menurutku memiliki sebuah impian bukanlah hal yang lemah. Faktanya, mimpi dan harapan adalah hal yang dapat membuat seseorang bangun dari tempat tidurnya setiap hari.

Kamu tidak akan bangun dan menjalani harimu kalau kamu tidak memiliki tujuan. Dalam hal ini, menjadi penulis buku anak-anak adalah mimpimu. Dan aku tahu kamu bisa melakukannya.

Terkadang, aku iri padamu, Anne. Kamu masih muda (aku yakin kita pasti seumuran, melihat tulisan dan kesukaanmu terhadap permen cokelat payung), tapi sudah tahu apa yang ingin kamu lakukan. Aku masih mencari tahu apa yang akan aku lakukan di masa depan.

Tapi aku tahu, denganmu, pasti aku bisa melakukannya dengan mudah.

-Gilbert

Mata Aruna lagi-lagi terasa panas. Ia ingat saat menulis surat yang mengatakannya tentang mimpinya menjadi seorang penulis. Aruna takut setengah mati mengatakan mimpinya ini; bahkan pada papanya pun ia tidak berani mengungkapkan mimpinya. Tapi, dengan Gilbert ia bisa melakukannya dengan mudah. Ada rasa aman saat mengetahui bahwa mereka bertukar surat hanya dengan nama samaran.

Aruna dan sahabat pena misteriusnya saling memutuskan bahwa mereka sepertinya seumuran, berdasarkan tulisan tangan, dan beberapa tes yang keduanya lakukan: misalnya topik apa yang sedang hot di kalangan siswa SMP saat itu, jajanan yang sedang marak dibeli anak SMP, dan lain sebagainya. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Gilbert adalah orang dewasa, dan Aruna bersyukur karenanya.

Tulisan tangan Gilbert cenderung acak-acakan, seperti tulisan cowok-cowok di kelas Aruna pada waktu itu. Namun, bahasa Gilbert baku dan sopan. Kata Gilbert, hal itu ia dapatkan dari sang mama.

Aruna dan Gilbert bertukar surat selama hampir setahun. Dan mereka berbalas surat beberapa kali dalam seminggu. Surat-surat Gilbert lucu dan menyenangkan, membuat Aruna merasa memiliki teman yang sangat mengerti akan dirinya.

Aruna tidak tahu siapa Gilbert sebenarnya. Saat ia berkunjung ke Perpustakaan Lentera, tidak banyak anak seumurannya di sana. Tapi surat-surat itu membuktikan bahwa seorang anak cowok pernah di sana. Tiba-tiba, setelah hampir setahun berkirim surat, Gilbert menghilang. Tidak pernah menulis lagi. Surat terakhir dari Aruna menghilang, tapi tidak ada surat balasan. Aruna ditinggal dalam patah hati.

Semakin dewasa, Aruna berpikir bisa saja si sahabat pena berbohong soal identitasnya. Bisa saja Gilbert adalah perempuan. Tapi, Aruna percaya pada gut feeling yang ia rasakan. Semacam insting. Dan instingnya mengatakan bahwa Gilbert adalah laki-laki.

Lagi-lagi, dada Aruna terasa hangat setelah membaca surat dari Gilbert. Perasaannya pada Gilbert berbeda dengan perasaan gadis itu pada Evan. Dan hal itu membuat Aruna menjadi bingung.

Ia mengalihkan perhatiannya dengan membaca surat lain.

Saat buku yang kamu tulis sudah selesai, dan hendak dijual di toko buku, beri tahu aku namamu, dan aku akan menjadi orang pertama yang akan membelinya. -Gilbert

Bulir bening menetes ke surat yang Aruna baca. Ia berdiri dan mengambil tablet, dan mengirim naskah bukunya ke penerbit.

***

Setelah surat-surat dari Gilbert berhenti datang, Tante Sandrina, salah satu staff Perpustakaan Lentera, adalah orang yang dekat dengan Aruna.

Hari ini tanggal 18 Januari. Aruna tidak menyangka. Tahun lainnya tanpa Tante Sandrina. Staff Perpustakaan Lentera selalu meluangkan beberapa menit pada 18 Januari untuk berkabung, mengirimkan doa. Karena, pada tanggal tersebut, empat tahun yang lalu, salah satu staff, yakni Sandrina, dinyatakan menghilang.

Aruna berdoa pada Yang Maha Kuasa agar Tante Sandrina selalu berada di dalam lindungan-Nya. Gadis itu tidak mau mengambil kesimpulan kalau Sandrina sudah tidak lagi di dunia ini.

“Menghilang bukan berarti meninggal kan?” gumam Aruna, meyakinkan dirinya sendiri.

Jauh sebelum Aruna bertemu Mbak Tantri, staff Perpustakaan Lentera yang paling dekat dengannya adalah Sandrina, wanita berusia tiga puluh tahun yang amat cantik dan ramah. Tante Sandrina belum menikah. Waktu itu, Aruna mendengar rumor bahwa Sandrina sudah pernah menikah, tetapi bercerai karena suaminya bersikap kasar.

Sebagian besar staff Perpustakaan Lentera tahu bahwa Aruna dibesarkan tanpa kasih sayang dari mamanya. Tapi, Tante Sandrina adalah orang yang selalu memperhatikan Aruna seolah-olah Aruna adalah anaknya sendiri.

Waktu Aruna masih duduk di kelas sembilan, gadis itu datang dengan kardigan merah muda, dan luka akibat kuku mamanya di pipinya. Luka itu sudah mulai samar, karena Aruna tidak datang ke perpustakaan selama berhari-hari–takut seseorang akan bertanya tentang luka itu.

Tante Sandrina dan Aruna duduk bersama saat itu. Hanya ada mereka berdua. Tante Sandrina menulis nomor untuk punggung buku, sementara Aruna membaca buku kedua dari seri Anne of Green Gables. Saat itu, Gilbert sudah menghilang dan tidak pernah mengirimkan surat lagi.

“Luka di pipi kamu... mama kamu kan yang melakukannya?” tembak Tante Sandrina tiba-tiba. Aruna menatap Sandrina ketakutan.

Tante Sandrina menatap Aruna lembut. “Kamu harus bilang ini ke papa kamu, Na.” Aruna menggeleng dengan cepat.

“Kamu mau Tante temenin untuk lapor hal ini ke papa kamu?” Tante Sandrina menawarkan dengan lembut.

“Aku nggak bisa, Tante. Nanti mama tambah marah,” sahut Aruna dengan suara tercekik. Ia menahan tangis.

“Mama kamu bakal tambah marah ke kamu?” Aruna mengangguk. Tante Sandrina menghela nafas. “Tapi setidaknya papa kamu bakal ada dan melindungi kamu, Aruna.”

“Aku mohon, Tante. Jangan bilang ke siapa-siapa. Mama mungkin lagi stress aja karena penyakitnya kambuh.” Aruna menangis tersedu-sedu.

Tante Sandrina akhirnya mengangguk dan memeluk Aruna erat. Wanita itu juga mengajarkan Aruna hal-hal yang bisa Aruna lakukan untuk mencegah amarah mamanya, dan hal itu berhasil sampai saat ini. Semenjak itu, mereka menjadi semakin dekat.

Namun, suatu hari di bulan Januari, Tante Sandrina menghilang tanpa kabar. Beliau dinyatakan menghilang dan berada di daftar pencarian orang, tepat pada tanggal 18 Januari.

Aruna menundukkan kepalanya, berdoa untuk Tante Sandrina.

Sementara itu, jauh dari kota Pekanbaru, tepatnya di perkebunan kelapa sawit di daerah Kampar, tulang belulang orang dewasa ditemukan. Tak jauh dari sana, di dekat jalan masuk ke hutan, ditemukan juga beberapa barang, termasuk kartu identitas. Di sana, tertulis nama Sandrina Wijayanti.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Bifurkasi Rasa
137      117     0     
Romance
Bifurkasi Rasa Tentang rasa yang terbagi dua Tentang luka yang pilu Tentang senyum penyembuh Dan Tentang rasa sesal yang tak akan pernah bisa mengembalikan waktu seperti sedia kala Aku tahu, menyesal tak akan pernah mengubah waktu. Namun biarlah rasa sesal ini tetap ada, agar aku bisa merasakan kehadiranmu yang telah pergi. --Nara "Kalau suatu saat ada yang bisa mencintai kamu sedal...
Cinta Tiga Meter
698      436     0     
Romance
Fika sudah jengah! Dia lelah dengan berbagai sikap tidak adil CEO kantor yang terus membela adik kandungnya dibanding bekerja dengan benar. Di tengah kemelut pekerjaan, leadernya malah memutuskan resign. Kini dirinya menjadi leader baru yang bertugas membimbing cowok baru dengan kegantengan bak artis ibu kota. Ketika tuntutan menikah mulai dilayangkan, dan si anak baru menyambut setiap langkah...
Tyaz Gamma
1435      907     1     
Fantasy
"Sekadar informasi untukmu. Kau ... tidak berada di duniamu," gadis itu berkata datar. Lelaki itu termenung sejenak, merasa kalimat itu familier di telinganya. Dia mengangkat kepala, tampak antusias setelah beberapa ide melesat di kepalanya. "Bagaimana caraku untuk kembali ke duniaku? Aku akan melakukan apa saja," ujarnya bersungguh-sungguh, tidak ada keraguan yang nampak di manik kelabunya...
Lost & Found Club
356      297     2     
Mystery
Walaupun tidak berniat sama sekali, Windi Permata mau tidak mau harus mengumpulkan formulir pendaftaran ekstrakurikuler yang wajib diikuti oleh semua murid SMA Mentari. Di antara banyaknya pilihan, Windi menuliskan nama Klub Lost & Found, satu-satunya klub yang membuatnya penasaran. Namun, di hari pertamanya mengikuti kegiatan, Windi langsung disuguhi oleh kemisteriusan klub dan para senior ya...
NADI
6126      1681     2     
Mystery
Aqila, wanita berumur yang terjebak ke dalam lingkar pertemanan bersama Edwin, Adam, Wawan, Bimo, Haras, Zero, Rasti dan Rima. mereka ber-sembilan mengalami takdir yang memilukan hingga memilih mengakhiri kehidupan tetapi takut dengan kematian. Demi menyembunyikan diri dari kebenaran, Aqila bersembunyi dibalik rumah sakit jiwa. tibalah waktunya setiap rahasia harus diungkapkan, apa yang sebenarn...
Niscala
350      235     14     
Short Story
Namanya Hasita. Bayi yang mirna lahirkan Bulan Mei lalu. Hasita artinya tertawa, Mirna ingin ia tumbuh menjadi anak yang bahagia meskipun tidak memiliki orang tua yang lengkap. Terima kasih, bu! Sudah memberi kekuatan mirna untuk menjadi seorang ibu. Dan maaf, karena belum bisa menjadi siswa dan anak kebanggaan ibu.
#SedikitCemasBanyakRindunya
3277      1203     0     
Romance
Sebuah novel fiksi yang terinspirasi dari 4 lagu band "Payung Teduh"; Menuju Senja, Perempuan Yang Sedang dalam Pelukan, Resah dan Berdua Saja.
Dia yang Terlewatkan
390      266     1     
Short Story
Ini tentang dia dan rasanya yang terlewat begitu saja. Tentang masa lalunya. Dan, dia adalah Haura.
Why Him?
602      329     2     
Short Story
Is he the answer?
Hematidrosis
391      261     3     
Short Story
Obat yang telah lama aku temukan kini harus aku jauhi, setidaknya aku pernah merasakan jika ada obat lain selain resep dari pihak medis--Igo. Kini aku merasakan bahwa dunia dan segala isinya tak pernah berpihak pada alur hidupku.