Lantai marmer dingin memantulkan cahaya mentari pagi yang menembus tirai tipis di ruang tengah. Di tengah hamparan karpet bulu yang lembut, seorang gadis kecil berambut ikal sebahu tengah asyik membangun menara tinggi dari balok-balok berwarna-warni. Sesekali, bibirnya yang mungil akan menyunggingkan senyum riang, memperlihatkan deretan gigi susunya yang putih bersih. Dialah Fira, bocah berusia enam tahun, dan baginya, dunia saat ini adalah sebuah istana bintang yang penuh dengan tawa dan kehangatan, seperti rumah nya.
Rumah itu, bagi Fira, adalah alam semesta pribadinya. Dengan pilar-pilar kokoh yang menjulang, taman belakang yang luas dengan ayunan kesayangannya, dan kamar tidur yang dipenuhi boneka-boneka lucu, semuanya terasa aman dan nyaman. Setiap sudut rumah menyimpan cerita bahagia, mulai dari jejak cat air di meja makan akibat keisengan Fira saat kecil, hingga foto-foto keluarga yang terpajang di dinding, menampilkan senyum cerah orang tuanya.
Mama Fira, seorang wanita anggun dengan mata teduh dan suara lembut, seringkali menghabiskan sorenya di taman, membacakan dongeng-dongeng klasik dengan intonasi yang memukau. Fira akan berbaring di pangkuannya, merasakan hembusan angin sepoi-sepoi dan aroma bunga mawar yang semerbak, seolah dunia luar tidak memiliki hiruk pikuk yang berarti.
Mamanya menghampiri Fira yang sedang berkutat dengan balok-baloknya. "Wah, menara Fira tinggi sekali! Mau jadi menara apa ini, Sayang?" tanyanya sambil mengelus rambut Fira dengan sayang.
"Ini menara putri, Mama! Biar putrinya bisa lihat bintang-bintang dari dekat," jawab Fira dengan mata berbinar.
"Putri Mama memang pintar sekali," puji Mama sambil tersenyum. "Nanti sore kita lihat bintang-bintang di taman ya?"
"Asiiiik!" seru Fira girang, memeluk kaki Mamanya erat.
Sementara itu, Papa Fira, seorang pria dengan senyum hangat dan pelukan erat, selalu menyempatkan diri bermain petak umpet atau membuatkannya istana kardus yang megah di akhir pekan. Fira selalu tertawa terbahak-bahak saat Papanya berpura-pura menjadi monster jahat yang mengincarnya, lalu berakhir dengan pelukan hangat yang membuatnya merasa paling aman di dunia.
Papa Fira, muncul dari ruang kerja dengan setumpuk kertas di tangannya. Melihat Fira dan Mama, senyumnya semakin lebar.
"Sedang membangun kerajaan, hm?" godanya sambil mencubit pipi tembam Fira pelan.
"Iih, Papa! Ini menara bintang!" koreksi Fira sambil tertawa.
"Oh maaf, maaf. Raja boleh ikut melihat menara bintangnya?" tanya Papa dengan nada dibuat-buat.
"Boleh!" jawab Fira riang. "Tapi Raja harus bawa kue cokelat!"
"Siap, Yang Mulia!" sahut Papa sambil mengedipkan mata pada Mama. Disambut dengan tawa kecil mamanya.
Selain keluarga dunia Fira juga dipenuhi dengan warna-warni persahabatan. Di sekolah, ia dikelilingi oleh teman-teman yang selalu siap bermain dan berbagi cerita. Ada Risa yang cerewet dan penuh ide, Arya yang selalu siap membantunya mengerjakan tugas, dan Maya yang memiliki koleksi stiker lucu yang selalu dibagikan pada Fira. Setiap hari sekolah adalah petualangan yang menyenangkan, diisi dengan canda tawa di lapangan bermain dan bisikan-bisikan rahasia di bangku kelas.
Pagi itu, Fira dengan seragam ungunya yang rapi, berjalan riang memasuki gerbang sekolah sambil menggandeng tangan Mama. Di halaman sekolah, Risa yang cerewet sudah melambai-lambai dengan semangat.
"Fira! Fira!" serunya begitu Lily mendekat. "Lihat, aku bawa stiker baru!" Risa menunjukkan lembaran stiker bergambar peri-peri cantik.
"Waaah, bagus sekali! Aku juga punya yang gambar kucing," balas Fira tak kalah antusias.
Di dalam kelas, saat kegiatan menggambar bebas, Arya yang duduk di sebelah Fira tampak kesulitan mewarnai gambar rumahnya. "Fira, warna atapnya bagus warna apa ya?" tanyanya dengan wajah bingung.
Fura menoleh dan berpikir sejenak. "Hmm, kalau rumah impianku atapnya warna biru langit!" jawab Lily sambil tersenyum.
"Biru langit? Ide bagus!" Arya segera mengambil krayon biru dan mulai mewarnai dengan semangat.
Saat jam istirahat tiba, Fira, Risa, Arya, dan Maya berkumpul di bawah pohon rindang di halaman sekolah. Maya mengeluarkan kotak bekalnya yang penuh dengan potongan buah segar. "Siapa mau stroberi?" tawarnya ramah.
"Aku mau!" seru Fira dan Risa bersamaan.
"Tadi di kelas, Bu Guru cerita tentang planet-planet," kata Arya sambil menatap langit. "Aku paling suka planet Jupiter, katanya besar sekali!"
"Aku suka Bulan! Kalau malam, Bulan seperti lampu besar di langit, dan juga bintang yang selalu menghiasi langit malam," timpal Fira dengan mata berbinar.
Terkadang taman belakang rumah Fira seringkali menjadi saksi bisu kegembiraan mereka. Mereka bermain kejar-kejaran di antara semak-semak bunga, berlomba mengayuh ayunan setinggi mungkin, atau sekadar duduk bersama di bawah pohon rindang, berbagi es krim dan impian-impian masa depan. Bagi Fira, teman-temannya adalah bagian tak terpisahkan dari kebahagiaannya.
Sedangkan kasih sayang Mama dan Papa adalah fondasi dari istana bintang Fira. Mereka selalu hadir dalam setiap langkah hidupnya, memberikan dukungan tanpa syarat dan cinta yang tak terhingga. Fira tidak pernah merasa kekurangan perhatian atau kasih sayang. Setiap malam sebelum tidur, Mama akan mengecup keningnya dan membisikkan, "Mimpi indah ya, Sayang. Mama sayang Fira banyak-banyak."
Sementara Papa akan memeriksa apakah selimutnya sudah menutupi tubuhnya dengan sempurna sambil berbisik, "Anak Papa yang cantik, besok kita main ke taman lagi ya?" Fira merasa dicintai, dihargai, dan aman dalam dekapan keluarganya.
Dalam benak Fira yang polos, "keluarga" adalah kata yang identik dengan kebahagiaan, keamanan, dan cinta tanpa batas. Dia belum pernah mengenal kesedihan yang mendalam atau kesulitan hidup yang berarti. Dunia baginya adalah panggung bermain yang indah, dan keluarganya adalah tim pendukung terbaik yang selalu ada di sisinya. Dia selalu percaya bahwa kebahagiaan ini akan berlangsung selamanya, seperti bintang-bintang yang tak pernah pudar sinarnya di langit malam. Namun, tanpa disadari, awan gelap mulai terlihat di cakrawala kehidupannya, siap untuk mengubah istana bintangnya menjadi reruntuhan yang penuh dengan pertanyaan.