-That's Why He My Man-
•••
I'm only one call away
I'll be there to save the day
Superman got nothing on me
I'm only one call away
(One Call Away – Charlie Puth)
Alun-alun Kota Irama tak seramai dihari minggu. Maklum saja, ini masih weekday dan weekend baru dimulai besok. Bella duduk di salah satu bangku taman yang muat tiga orang. Perempuan itu menikmati suasana di sekitarnya yang tidak terlalu ramai. Sembari menikmati es krim cone, Bella berselancar di sosial medianya setelah mengunggah satu postingan tentang dirinya yang sedang berada di luar kota.
“Mau coba makan apa ya nanti?” gumam Bella bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Perempuan dengan balutan baju crewneck bergambar bunga matahari itu mengetukkan jari terlunjuknya di atas bangku besi.
“Pengin seblak? Ah, enggak. Masa dateng-dateng langsung seblak. Ayam geprek? Itu enaknya buat makan malem. Oh, nasi padang deket kosan aja,” putus Bella. Ia melirik jam tangannya, jam masih menunjukkan pukul 2 siang. Perempuan itu akan berjalan ke kosannya setengah jam lagi.
Es krim coklat Bella tandas dalam kurun waktu 10 menit. Perempuan itu membuang bungkus es krimnya dan mencuci tangan di wastafel terdekat. Bella kembali duduk dan mengecek ponselnya.
“Misi, Mbak. Mbak pakai kartu apa untuk internet? Pernah pakai kartu dari brand ini nggak?” Seorang lelaki datang ke hadapan Bella dengan menawarkan kartu yang providernya jelas berbeda dengan milik Bella.
Bella menggeleng. “Belum pernah, Mas. Untuk kartu dari provider Masnya itu susah sinyal di tempat saya, jadi saya belum ada niatan ganti kartu, Mas,” jelasnya. Lelaki di hadapannya langsung pamit undur diri. Bella menghela napas lega, berterimakasih pada sikap tegasnya yang kadang muncul di waktu yang tepat.
Jika dipikir ulang, Bella sebenarnya tertarik untuk berganti ke lain provider, mengingat paket internet yang di sediakan oleh providernya sekarang cukup mahal.
Bella menghabiskan 1 lembar uang merah untuk membeli paket kuota bulanan yang kadang habis sebelum 1 bulan. Tetapi sejak memasang Wi-Fi, pengeluarannya untuk membeli kuota internet memang berkurang. Namun baginya sama saja, ia tetap mengeluarkan uang untuk membayar Wi-Fi yang jelas lebih mahal itu.
Intro DNA milik BTS terdengar dari speaker ponsel Bella. Kening perempuan itu berkerut melihat identitas seseorang yang menelponnya. “Halo, Pram?” sapa Bella.
“Hi, Bell. Lagi kabur?” Suara Pramudya Bagas menyapa indra pendengar Bella. Suara lembut yang pernah Bella nobatkan jadi suara favoritnya, namun kini hanya jadi suara biasa khas sahabatnya.
Seulas senyum tipis muncul selama 5 detik di wajah Bella. “Iya, Pram. Kamu ada niatan kabur juga nggak?” Bella balik bertanya.
Tawa renyah Pramudya terdengar diujung telepon, mengundang senyum Bella untuk muncul meski hanya sesaat. “Aku baru aja sampai di kos, mau ketemu?” tawar Pramudya yang membuat Bella terdiam.
“Nonton Mufasa atau mau ke pantai? Udah makan belum, Bel?” Pramudya kembali menawarkan opsi lain.
Bella menyandarkan tubuhnya, tangan kirinya terangkat memijat keningnya yang mendadak dilanda pening. Tawaran Pramudya cukup menggiurkan, Bella ingin sekali mengiyakan. Namun memikirkan bagaimana status hubungannya dan hubungan Pramudya, rasanya akan sangat tidak baik untuknya jika langsung setuju begitu saja.
“Bell?”
Bella berdehem, ia membasahi tenggorokannya yang mendadak kering. “Aku kayaknya pengin sendiri dulu, Pram,” tutur Bella pelan yang masih dapat Pramudya dengar.
Lelaki itu terdiam sesaat sebelum suaranya kembali mengudara dan menyatakan sebuah kalimat yang Bella saja kebingungan untuk menanggapinya karena setelahnya telepon itu ditutup secara sepihak.
“Aku otw ke tempatmu aja, Bell.”
Bella memandang masam ponsel yang layarnya sudah menampilkan wallpaper langit malam. Perempuan itu mendecak kesal sebelum ia beranjak pergi dengan terburu-buru menuju kosannya yang berjarak 700 meter.
“Pram kebiasaan banget sih,” gerutu Bella ditengah kegiatan jalan cepatnya itu.
Bella berhenti di RM Padang yang dekat dengan kosnya. Perempuan itu membeli tiga bungkus nasi padang dengan lauk yang berbeda, 2 ayam goreng dan satunya lagi ikan goreng.
Tepat saat Bella berhasil berdiri di depan gerbang kosannya. Bella dapat melihat Pramudya dengan ninja merahnya datang dari ujung jalan. Perempuan itu menatap datar kehadiran Pramudya.
“Bu Sopi, tolong bukain Bella gerbang, Bu.” Bella berseru ketika melihat seorang wanita paruh baya─pengurus kosannya baru saja keluar dari bangunan kosan. Bu Sopiah namanya, beliau bekerja sejak Bella menjadi mahasiswi baru sampai sekarang ini. Tugas Beliau hanya mengurus kebutuhan kos, seperti mengisi kulkas, mengecek tagihan air maupun listrik, membeli gas, menyapu dan mengepel.
“Eh, mbak cantik udah sampai?” Bu Sopiah segera membuka kunci gerbang. Bella membantu wanita itu membuka gerbang lebih lebar. Pramudya langsung masuk dengan motornya. “Loh ada Mas Bagas juga toh? Mas Bagas apa kabar?” tanya Bu Sopiah.
“Baik, Bu Sopi. Bu Sopi apa kabar?” Pramudya turun dari motornya sembari melepas helm hitam. Rambut hitam pekat yang dipotong curtain, ia sisir asal dengan jarinya. Lelaki itu mencium punggung tangan Bu Sopiah.
“Baik, Mas Bagas. Ini berdua ke kosan mau maem bareng pasti, ya?” tebak Bu Sopiah. Pramudya tertawa pelan, lelaki itu melirik Bella yang cemberut.
“Kenapa sih, Bell? Kalo kangen tuh bilang.” Pramudya mendekat, tangan kirinya terangkat hendak mengacak kerudung Bella yang langsung perempuan itu tepis kasar.
“Pram! Aku styling hijab ini capek banget! Kamu yang bener aja deh!” sungut Bella. Perempuan itu paling ribet urusan styling hijab. Bella sebenarnya tidak terlalu neko-neko asal hijabnya cukup menutup bagian depan tubuhnya.
Pramudya menahan diri untuk tidak semakin tertawa melihat tingkah lucu seorang Arabella─perempuan yang jadi sahabatnya sejak awal kuliah. “Iya deh. Sekarang udah bisa styling model apa lagi emangnya? Paling ga jauh-jauh dari wajib lebar, panjang, nutup dada ama punggung, ya kan?” tukas lelaki itu.
Bella membuang muka. Ia beralih pada Bu Sopiah yang sedari tadi senyum-senyum melihat tingkah dua anak manusia yang kadang seperti kucing dan tikus. “Bu Sopi, ini aku beliin nasi padang lauk ayam buat Bu Sopi. Aku minta tolong ambilin piring sama sendok boleh, Bu? Aku sama Pram mau makan di teras luar kaya biasanya,” jelas Bella sembari menyerahkan kantong kresek putih berisi makan sorenya.
Bu Sopiah mengangguk paham. Wanita dengan balutan daster batik merah muda itu mengambil kantong kresek dari tangan Bella dan berlalu masuk ke dalam rumah. Terlampau mengerti tentang kebiasaan Pramudya Bagas sejak jaman kuliah. Lelaki yang kini berusia 28 tahun itu dulunya suka mampir ke kosan dan makan bersama Bella. Kedua muda mudi itu akan menghabiskan waktu cukup lama untuk mengobrol. Mereka seolah tak pernah kehabisan topik obrolan.
Bu Sopiah pamit ke belakang ketika dua piring nasi padang serta dua gelas air putih tersaji di meja teras. Bella dan Pramudya makan dengan khidmat. Sampai Pramudya menandaskan air minum dan membuka WhatsApp guna membalas beberapa pesan, Bella baru usai makan. Perempuan itu minum dan segera memeriksa wajahnya, khawatir jika make up nya berantakan seusai makan, sepertinya itu hal yang cukup wajar dilakukan oleh semua perempuan, ya ‘kan?
Pramudya melirik kebiasaan baru yang dimiliki oleh Bella. Lelaki itu diam-diam mengambil gambar dan video berdurasi 10 detik. “Ih, Pram! Hapus ih! Nanti ketauan sama Raisha mampus kamu!” Bella menutup kamera belakang ponsel Pramudya. Lelaki itu terkikik geli. “New obsession unlocked!” serunya senang, membuat Bella makin cemberut.
“Iya iya, astaga nih dihapus nih.” Pramudya dengan senang hati memperlihatkan aksinya menghapus hasil jepretannya tadi. Bella mendengkus pelan kemudia melengos, enggan menatap Pramudya.
“Masih sama Rakha, Bell?” tanya Pramudya dengan pandangan mata lurus ke arah gerbang.
Bella mengangguk pelan meski Pramudya tak dapat melihatnya. “Yaaa, masih. Emangnya harus sama siapa lagi?” jawabnya balik bertanya.
Pramudya mengedikkan bahunya. “Yahh, siapa tau udah putus dan punya pacar baru,” jawabnya enteng.
“Andai semudah itu,” gumam Bella pelan, namun suaranya masih dapat Pramudya dengar. Lelaki itu menoleh menatap Bella dari samping, hendak berbicara namun urung ketika mendengar notifikasi pesan yang khas dari ponsel Bella.
Bella meraih ponselnya dan membalas pesan yang masuk. Pesan itu jelas dari Rakha. Untuk sesaat Bella sibuk dengan urusannya, sedangkan Pramudya jelas memperhatikan segala perubahan raut wajah Bella.
“Pram?” panggil Bella. Pram berdehem singkat.
“Bisa tf ke dana nggak? Seratus aja. Nanti aku ganti cash.”
Pramudya mengutak-atik ponselnya hingga notifikasi dana masuk ke ponsel Bella. Perempuan itu dengan cepat mengirim uang tersebut ke nomor milik kekasihnya. “Thanks, Pram,” ucap Bella disertai senyum lega.
Bella mengeluarkan dompet dari sling bagnya. Ia memberikan selembar uang serratus ribuan pada Pramudya. “90 aja, Bell. Tadi kan nasi padangnya belum diganti,” ujar lelaki itu. Bella segera mengangsurkan uang sesuai nominal yang Pramudya minta.
“Ada masalah apa lagi, Bell?” tanya Pramudya yang sudah terbiasa dengan kelakukan kekasih Bella. Kelopak mata Bella mengerjap pelan. “Belum gajian, butuh buat makan. Tadi ban motornya bocor di jalan, ga bawa dompet,” jelas Bella.
Pramudya menggelengkan kepalanya pelan. “That’s why I always told you to break up with him. He’s not good enough for you. You should find someone better than him.” Ingin rasanya ia sampaikan kalimat itu pada Bella. Namun yang keluar dari bibirnya justru lain. “Good girl. Provider mindset-mu masih teguh juga, ya.”
Bella tertawa pelan. Ia juga tak ingin seperti ini, tetapi apa daya. Hubungannya sudah berlangsung cukup lama, bukankah terlalu sayang jika harus berakhir bergitu saja?
Bukankah wajar jika Bella mulai menerima baik dan buruknya Rakha. Toh memang itu kan yang selama ini Bella inginkan? Menjadi yang nomor 1 bagi pasangannya. Menjadi kontak darurat yang selalu jadi orang pertama yang dihubungi oleh Rakha ketika lelaki itu dalam kesulitan. Lagipula ia rasa akan sangat sulit untuk mencari pengganti diumurnya yang sudah 27 tahun ini. Jadi, pilihannya untuk bertahan dengan alasan malas untuk mengulang hubungan baru dari nol, tidak salah kan?
Sunshine
Sayanggg, kamu sibuk nggak?
Aku lagi di jalan mau pulang, tapi ban motor aku bocor
Kamu ada dana nggak? Aku minta tf 50 boleh?
Besok aku ganti pas gajian
Bella
Okey, udah masuk belum? Aku tf 100 sekalian buat kamu makan
Sunshine
Terima kasih sayanggg, maaf ya repotin kamu terus
Bella
Nope, udah seharusnya aku bantu kamu
Maaf ya aku adanya uang cuma segitu
Sunshine
Gapapa sayang, ini lebih dari cukup kok
Yaudah aku mau tambal ban dulu
Bye bye sayanggg
Nanti aku kabarin lagi kalo udah sampe rumah
Bella
Okay, take care sayangg
•••
-That's Why He My Man-