-That's Why He My Man-
•••
Ketika kau lelah
Berhentilah dulu
Beri ruang, beri waktu
Mereka bilang, "Syukurilah saja"
Padahal rela tak semudah kata
(Runtuh – Feby Putri ft Fiersa Besari)
“Bu Bella, Pak Hanung sudah kirim kontak guru kelas 6? Langsung kirim ke saya data nama dan kontaknya siang ini, ya? Oh, bisa sekalian Bu Bella kontak mereka dulu satu-satu dan tanya soal murid mereka ada yang minat lanjut ke sekolah kita atau tidak? Nanti Bu Bella kasih data ke saya isinya daftar nama anak, size baju, sama alamat rumah mereka juga kalo bisa.”
Bella baru saja menginjakkan kakinya di ruang guru saat perempuan dengan balutan batik merah itu diberondong dengan serentetan kalimat oleh Bu Tari. Belum sempat Bella menjawab, Bu Tari kembali berujar, “Proposal sudah jadi kan? Saya perlu surat permohonan dana untuk pengajuan proposal, taruh di meja saya kalau sudah dibuat. Berkas administrasi ujian sekolah sudah sampai mana progress-nya. Nanti malam kabari saya daftar berkas yang sudah dibuat apa saja.”
“Noted, Bu. Saya ijin mau duduk dulu,” ucap Bella yang kemudian bergegas menuju mejanya diiringi dengan beberapa pasang mata yang menatapnya kasian. Bella menaruh tasnya dan langsung mengeluarkan laptop.
“Sebelum jam 9 bisa, Bu Bella?”
Mata Bella menyorot tak setuju, namun perempuan itu tetap mengangguk dan memutuskan untuk menjawab meski agak ragu, “Saya usahakan, Bu.”
Mendengar jawaban Bella, Bu Tari berlalu dari ruang guru tanpa mengucap sepatah kata lagi. Wanita berusia 45 tahun itu ingin memantau suasana koridor sekolah.
Bella dan rekan kerjanya menghela napas sedikit lega. “Bu Bell nanti bisa panggil aku kalau butuh bantuan. Administrasinya ga perlu buru-buru. Pokoknya kerjain santai aja, soal Bu Tari biar aku yang urus,” tutur Kanisa.
“He em, nanti administrasinya aku bantu buat. Toh, aku masih punya file yang tahun lalu, nanti tinggal disesuaikan sama aturan yang tahun ini.” Humaira─guru Bahasa inggris─ikut menimpali.
Bella tersenyum tipis. “Everything gonna be okay, aman kok. Aku kebetulan udah kerjain beberapa berkas. Untuk sementara ini aman kok. Paling penting itu administrasi soal-soal ujian sekolah yang harus cepetan dikelarin karena masih ada verifikasi. Lebih urgent itu kan?” ucap dan tanyanya mengingatkan.
“Astaga iya, cepetan dibikin. Naskahnya harus dikirim buat digandain paling lambat jum’at besok. Sat set bikin, sebelum ditagih sama Bu Tari lagi,” tambah Jemima sembari mencari buku paket PKN. Wanita dengan satu anak itu berniat menyusun naskah soalnya hari ini.
“Santai dikit lah. Pak Septo aja yang serumah ama Bu Tari belum ngerjain pasti. Itu aja ga mungkin diomelin,” ujar seorang wanita berusia 50 tahun yang masih nampak muda, efek samping dari memiliki kulit putih cerah yang membuat satu sekolah kadang iri dengannya.
“Yeuh, Bu Billa kan ga serumah. Jangan-jangan malah Pak Septo diomelin tiap hari,” ujar Jemima.
“Aduh, cepetan masuk dong. Masa saya harus marah-marah tiap pagi seperti ini.” Bu Tari masuk dengan kalimat template-nya.
Bella dengan yang lain saling lirik. Jam menunjukkan pukul 7 kurang 3 menit. Bel bahkan baru akan berbunyi 3 menit lagi. Mengapa tidak sabar sekali sih? Mereka semua menggurutu dalam hati.
“Aku ijin ga ikut ya, Bu Nis. Mau kelarin berkasnya Bu Tari dulu,” ijin Bella yang langsung mendapat persetujuan dari sang empunya kelas. Bella tersenyum lega dan memilih fokus dengan laptopnya. Ketika bel berbunyi, ruang guru hanya menyisakan Bella dengan playlist kesukaannya.
“Loh, Bu Bella kenapa nggak masuk kelas?”
15 menit ketenangan Bella runtuh ketika mendengar suara Bu Tari menyapa indra pendengarannya. “Ibu kan tadi minta saya buatkan data untuk─”
“Ya iya saya memang minta, tapi kan harusnya Bu Bella itu bisa professional. Masa tidak bisa me-manage waktu, ini udah tahun ketiga loh. Kalo harus saya ingatkan terus, kapan bisa maju sekolah kita, kinerja tendiknya aja seperti ini.”
Gigi Bella bergemeletuk. Perempuan itu sebisa mungkin tersenyum. “Baik, Ibu. Mohon maaf saya lalai. Saya susul Bu Kanisa dulu,” pamit Bella cepat. Perempuan itu berjalan dengan langkah terburu-buru. Setelah dirasa dirinya tidak dalam jarak pandang Bu Tari, Bella memelankan langkahnya.
Sampai di kelas 8, Kanisa menatap Bella dengan pandangan bertanya yang Bella jawab dengan bibir dan gerak jermarinya yang memperagakan orang bicara, “Bu Roro ngomel.”
Kanisa berdecak dan menggelengkan kepalanya pelan. Selama 5 tahun bekerja di sini dan mengalami pergantian kepala sekolah, mungkin hanya di tiga tahun ke belakang yang membuatnya bertambah lelah. Perempuan itu menepuk dadanya pelan. “Sabar,” gumamnya yang hanya dibalas dengan senyuman oleh Bella.
Bella duduk di kursi paling belakang. Ia menyandarkan tubuhnya, membuka ponsel. Alih-alih membuka aplikasi Al-Qur’an perempuan itu membuka aplikasi Microsoft word dan membuat surat yang diminta oleh Bu Tari.
Notifikasi ponsel Bella di pagi hari cukup sepi mengingat ia memilih untuk mematikan semua notifikasi dari beberapa aplikasi sosial medianya. Satu pesan masuk membuat Bella langsung membukanya tanpa ragu.
Pramudya
Bell, daftar hadir kegiatan perlu dikasih tanda tangan ketua panitia nggak si?
Bella
Kalo untuk kelompok kecil butuh, tapi kalo untuk jumlah besar lebih dari 1 lembar dan kita ga tau pastinya berapa, ya nggak ada.
Pramudya
Thx, Bell. Have a nice day ya!
Bella
Nope. Sibuk, Pram?
Pramudya
Nggak sih, ada yang perlu dibantu?
Bella langsung menyelesaikan file surat yang ia buat, ia ingin Pramudya merapikan file-nya. Jalan pintas agar tugasnya tetap berjalan adalah dengan meminta bantuan orang lain. Namun jemari Bella ragu ketika ingin mengirim berkas tersebut.
Bella
Nggak ada, Pram. Cuma tanya aja. Have a great day, Pram!
Pesan Bella berakhir dengan tanda centang dua biru. “Ah udahlah kerjain sendiri aja,” batinnya.
My Sugar Nora
Bellaaa, liburan semester kita caw ke TSB kuy!
Denora Zahid perempuan yang tengah sibuk dengan pendidikan spesialisnya itu tidak pernah absen mengajak Bella pergi jalan-jalan. Meskipun keduanya tinggal di kota yang berbeda dan punya kesibukkan masing-masing. Bella tersenyum senang, dirinya sangat bersyukur memiliki Nora sebagai sahabatnya.
Bella
5 hari cukup ga ya buat PP?
My Sugar Nora
Cukup bangettt, Bell! Serahkan semuanya ke aku! Pokoknya kamu tinggal duduk manis, I’ll give you princess treatment haha
Bella
Okey deh, aku percaya. Kirim RAB-nya ke aku ya kalo udah jadi
My Sugar Nora
Siappp! Yaudah aku caw dulu ya, harus jumpa Prof-ku yang galak ituu huhu
Bella
Haha, semangat Noyaaakuuu
Bella tersenyum. Minggu lalu saat mereka bertemu, Nora dan Bella bahkan tidak membicarakan tentang liburan. Keduanya bahkan hanya sempat bertemu 1 jam saja karena jadwal Nora yang kebetulan cukup padat saat itu. Mereka hanya bertukar kabar, membicarakan pekerjaan dan bertanya-tanya tentang kehidupan.
My Sugar Nora
Bel, kalo ada apa-apa, cerita ya? I’ll be there for you, Bel
Senyum Bella menipis ketika melihat notifikasi pesan baru dari Nora. Bella menyingkirkannya, tanpa berniat membuka dan membalas pesan itu. Biarkan Nora berpikir Bella sedang sibuk dan tak sempat membaca pesan yang telah tertimbun dengan pesan-pesan lain. Bella yang dulu senang bicara itu kini berubah jadi lebih irit bicara. Dia memahami bahwasanya semua orang memiliki masalahnya masing-masing. Jadi, menurutnya ia tak perlu bercerita dan menambah beban masalah orang-orang di sekitarnya.
Sunshine
Sayangg, aku hari ini ijin gamasuk
Badan aku ga enak
Demam deh
Bella
Udah makan? Minum obat?
Sunshine
Udah makan, tp pait sayangg
Nanti aku minta obat ke tetangga kos
Bella
Okay, kamu gausah main hp dulu
Istirahat aja
Kabarin besok kalo udah baikan
Sunshine
Makasih sayangg
Lagi. Bella mengulai hal yang lakukan pada Nora, kini ia juga lakukan pada Rakha. Paginya sudah cukup berantakan sejak mendapat tugas dari Bu Tari. Bella tidak akan membuka ponselnya untuk hari ini. Biarlah, biarkan orang-orang yang memiliki perlu dengannya bisa ditunda hingga besok. Namun itu mustahil, mengingat Bella harus merekap data murid baru dari setiap sekolah dasar yang ada di satu kecamatan ini.
Bella memotret kelas yang ramai karena sedang menghafal surat Al Lail. Tak jarang Bella mendengar gerutuan beberapa anak yang merasa lelah dalam menghafal. Bella membuat sebuah story. “Tiap pagi berisiknya bermanfaat. Siangan dikit langsung berisik minta pulang cepet,” tulisnya di caption.
Yovie
Enak ya jadi kamu, Bel. Bersyukurlah, Bel. Kerjanya cuma ngurus anak-anak wkwkwk
Bella
Haha
Bela memejamkan mata mengusir berbagai reaksi yang dapat merusak paginya setelah membaca balasan story miliknya. Bukannya yang patut bersyukur itu Yovie? Perempuan itu datang dari keluarga berada, soal pekerjaan, perempuan itu bahkan sudah berpindah-pindah tempat kerja. Sekarang ini, Yovie baru saja sebulan menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya. Perempuan itu tidak perlu merasakan sulitnya mencari kerja seperti yang Bella alami.
“It's going to be a long day, Bella. Be patient today,” batin Bella sebelum perempuan itu melangkah keluar kelas dan memperdengarkan suara heels nya yang mengetuk lantai dengan tenang meski hati dan pikirannya penuh huru-hara.
“Bu Mima, ada paracetamol?”
Begitulah Bella mengakhiri jam kerjanya hari ini dengan satu buah obat yang ia harap cukup untuk meredakan nyeri di kepalanya.
Sunshine
Sayang, aku udah makan sama minum obat
Aku mau lanjut istirahat lagi yaa
Bella
Iyaa, cepet sembuh yaa sayang
Aku masih ada kerjaan, maaf ya
Jam menunjukkan pukul setengah 3. Beberapa anak-anak masih tinggal di sekolah karena mengikuti ekstrakurikuler pencak silat. Minggu ini adalah giliran Jemima yang ditugasi untuk menjadi pengawas ekstrakurikuler tersebut. Sedangkan Bella hari ini tak membawa motornya, ia memilih untuk menebeng Jemima karena arah pulang mereka searah. Bella melipat tangan dan menyembunyikan wajahnya. “Tidur bentar, Bu Mim. Nanti bangunin aku jam 3,” pesan Bella sebelum menutup mata.
“Bu Bella! Ini kenapa data yang dikirim ke saya baru ada 3 anak yang minat?”
Kepala Bella langsung terangkat kembali, ia mengerjapkan matanya. “Sekolah lain masih sibuk dengan ujian praktik, Bu. Jadi wali kelasnya sedang fokus ke lain hal. Belum ada yang respon pesan saya lagi,” jawab Bella pelan.
Ayolah, Bella butuh istirahat barang sebentar saja. Tidak bisakah Bu Tari memilih pulang ke rumah, daripada berada di sekolah dan terus-menerus memprotes semua hasil kerja Bella?
“Saya ga mau tau, besok siang harus sudah ada pembaruan data.” Bu Tari berujar sembari berlalu keluar dari kantor setelah menggantungkan kunci ruangannya di kotak kunci. “Saya mau pulang dulu, tolong anak-anak yang sedang ekskul pencak silat ditunggu sampai selesai dan pulang semua.”
“Baik, Bu. Hati-hati di jalan.” Hanya Jemima yang menanggapi. Bella mendengkus pelan dan kembali mencoba tidur yang usahanya jelas sia-sia karena tugas baru dari Bu Tari.
Pramudya
Bell, aku liat story Nora. Kalian mau caw ke TSB
Aku join ya, tiket PP aku yang bayarin
Bella
Si paling berduit, nggak sekalian bayarin all costs
Pramudya
Haha, next time ya
Aslinya lagi bokek cuy
Tapi soal liburan gas deh
Bella
Next time, karimun jawa ga sih?
Pramudya
Sure, kalo Nora yang bayar semuanya haha
Bella
Enak aja, kasian Noraa
Pramudya
Udah ah, pokoknya kalo butuh temen cerita, bilang aja
Available for you kok
Bella
Iya, Praammm
Bella menutup aplikasi chatnya dan beralih pada Instagram. Perempuan itu menggulirkan semua reels tanpa minat, sampai jemarinya berhenti menggulir di salah satu reels. Seorang lelaki berkemeja putih yang tengah memasang headphone warna hitam dan menyambungkannya ke PC. Ia sepertinya akan mengedit video, tapi volume video itu terlalu keras, Bella dapat melihat itu dari ekspresi terkejut yang lelaki itu tunjukkan. Tetapi setelah membenarkan, lelaki itu enjoy dengan pekerjannya. Namun bukan itu yang jadi fokus Bella melainkan kalimat yang ada dalam video tersebut.
Makin kesini, ucap insyaAllah malah dikira gak pasti.
Padahal kita sudah mengusahakan dan Allah yang punya kehendak
Kalimat itu sedikit menyelipkan rasa tenang padanya. Memang benar, manusia hanya bisa mengusahakan dan Allah yang punya hak untuk memutuskan. Tidak ada hal-hal di dunia ini yang berjalan tanpa adanya kehendak dari Allah. Jadi, bukan salah Bella jika hari ini pekerjaannya tidak berakhir sempurna seperti yang Bu Tari inginkan. Hanya saja Bella tetap merasa bersalah, merasa dirinya kurang dan itu menjadi kebiasaan yang tidak baik untuknya.
•••
-That's Why He My Man-