Loading...
Logo TinLit
Read Story - Dear Future Me: To The Me I'm Yet To Be
MENU
About Us  

# Email 003 – 25 Desember 2022

To: in_ara@email.com
Subject: Rumah yang tak lagi ramah

Ra,

Aku... aku gak tahu harus mulai dari mana.

Aku menulis ini dari halte, duduk sendiri dengan tas ransel setengah kosong. Malam ini aku pergi.

Iya, Ra. Aku akhirnya keluar dari rumah itu. Tempat yang seharusnya menjadi ruang tumbuh, justru berubah jadi medan bertahan. Dua bulan aku mencoba menyesuaikan diri, tapi setiap harinya terasa makin menyesakkan—hingga akhirnya aku menyerah dan pergi.

Sebenarnya sejak Papa meninggal, aku merasa tidak perlu pindah bersama Ibu. Aku pikir aku sudah cukup besar untuk hidup sendiri. Tapi saat Ibu datang dengan wajah sendunya, memelukku erat, hangat sekali—aku terenyuh. Aku luluh. Akhirnya, aku ikut tinggal bersamanya.

Ironisnya, malam ini, Ibu jugalah yang mengeluarkanku dari rumah itu.

Tadi malam mereka bertengkar lagi—lebih keras dari biasanya. Piring pecah. Teriakan. Kata-kata kotor. Aku yang biasanya menutup telinga, akhirnya keluar kamar ketika mendengar tangis Dinda. Ia menjerit-jerit, berusaha melerai dengan suara kecil yang gemetar. Kupeluk dia erat-erat. Kucoba menenangkannya. Dan saat itu juga aku berkata:

“Udah cukup! Kalian sadar gak sih Dinda denger semuanya? Dia ketakutan! Bisa gak sih kalau mau berantem, jangan di depan anak kecil?! Kalian tuh udah dewasa, harusnya punya malu!”

Dan kamu pasti tahu, Ra, ending-nya seperti apa.

Orang itu bukannya sadar, malah melampiaskan amarahnya. Aku dipukul. Didorong. Dicaci maki. Sampai akhirnya aku jatuh tersungkur. Kulihat wajah orang itu begitu puas menyaksikanku menderita. Ia menendangku dan keluar dari rumah. Ibu... Ibu hanya berdiri melihatku sejak tadi. Wajahnya dipenuhi rasa bersalah. Ia mendekat dan dengan suara pelan bergetar berkata,

“Nak, kamu pergi dulu aja ya dari rumah ini. Kamu tinggal dulu di rumah teman.”

Aku tidak menjawab. Hanya diam, air mata menetes perlahan tanpa kusadari. Tapi cepat-cepat kuhapus. Aku berdiri perlahan, mengambil barang-barang seadanya ke dalam satu-satunya tas yang kupunya. Ibu berdiri di depan pintu, berjaga-jaga agar aku tidak berpapasan dengan orang itu.

“Ibu sudah pesankan taksi,” katanya pelan.

Aku masuk ke dalam mobil itu. Dan entah kenapa, ketika Pak Supir bertanya aku mau ke mana, aku menjawab: “Ke kampus aja, Pak.”

Karena aku benar-benar gak tahu harus ke mana lagi. Tak ada tempat lain. Pak Supir sempat menyarankan ke rumah sakit, tapi kutolak sambil tersenyum tipis,

“Gapapa, Pak. Ini mah gak seberapa kok.”

Sesampainya di kampus, aku berjalan ke halte. Duduk. Sendirian. Entah menunggu siapa atau apa.

Aku membuka kotak P3K dari tasku, mulai membersihkan luka-luka kecil yang bisa kujangkau. Satu per satu. Betadine perih. Tapi tidak lebih dari hati yang terasa nyeri—nyeri yang tak bisa kuobati.

Air mataku mengalir deras. Bukan karena sakit fisik, tapi karena semua ini seharusnya tidak terjadi. Aku tahu mungkin Ibu seperti itu agar aku aman dari orang itu. Tapi entahlah, rasanya aku malam ini aku ingin menangis saja.

Aku duduk merenung. Ada tujuh jam lagi menuju pagi. Tapi sepertinya aku akan tetap di sini. Ironis, ya. Halte terbuka seperti ini justru terasa lebih aman daripada tempat yang seharusnya disebut rumah.

Ra, kalau suatu hari kamu membaca surat ini lagi, semoga kamu sudah berada di tempat yang aman. Bukan cuma secara fisik, tapi juga secara hati. Tempat yang membuatmu bisa tidur tanpa rasa waspada. Tempat yang tidak membuatmu bertanya-tanya, "Besok aku bakal disakiti lagi atau tidak?" Tempat pulang. Bukan tempat bertahan.

Ra, kamu tahu kan ini tanggal berapa? 25 Desember. Malam Natal.

Orang-orang mungkin sedang berkumpul di ruang keluarga, menikmati cokelat panas, menyanyikan lagu-lagu Natal, atau sekadar tertawa bersama. Tapi aku di sini, duduk di halte, dengan tubuh memar dan hati yang hancur. Ironis, ya... hari yang katanya penuh cinta kasih, justru menjadi malam paling menyedihkan dalam hidupku. Malam Natal yang seharusnya hangat, justru terasa lebih dingin dari biasanya.

Aku belum tahu akan ke mana setelah ini. Tapi satu hal yang pasti: aku tidak bisa kembali ke sana.

Doakan aku kuat, ya.

 

Inara, yang akhirnya memilih pergi.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Langkah Pulang
480      340     7     
Inspirational
Karina terbiasa menyenangkan semua orangkecuali dirinya sendiri. Terkurung dalam ambisi keluarga dan bayang-bayang masa lalu, ia terjatuh dalam cinta yang salah dan kehilangan arah. Saat semuanya runtuh, ia memilih pergi bukan untuk lari, tapi untuk mencari. Di kota yang asing, dengan hati yang rapuh, Karina menemukan cahaya. Bukan dari orang lain, tapi dari dalam dirinya sendiri. Dan dari Tuh...
The Best Gift
42      40     1     
Inspirational
Tidak ada cinta, tidak ada keluarga yang selalu ada, tidak ada pekerjaan yang pasti, dan juga teman dekat. Nada Naira, gadis 20 tahun yang merasa tidak pernah beruntung dalam hal apapun. Hidupnya hanya dipenuhi dengan tokoh-tokoh fiksi dalam  novel-novel dan drama  kesukaannya. Tak seperti manusia yang lain, hidup Ara sangat monoton seakan tak punya mimpi dan ambisi. Hingga pertemuan dengan ...
Penerang Dalam Duka
931      522     2     
Mystery
[Cerita ini mengisahkan seorang gadis bernama Mina yang berusaha untuk tetap berbuat baik meskipun dunia bersikap kejam padanya.] Semenjak kehilangan keluarganya karena sebuah insiden yang disamarkan sebagai kecelakaan, sifat Mina berubah menjadi lebih tak berperasaan dan juga pendiam. Karena tidak bisa merelakan, Mina bertekad tuk membalaskan dendam bagaimana pun caranya. Namun di kala ...
Negaraku Hancur, Hatiku Pecah, Tapi Aku Masih Bisa Memasak Nasi Goreng
706      351     1     
Romance
Ketika Arya menginjakkan kaki di Tokyo, niat awalnya hanya melarikan diri sebentar dari kehidupannya di Indonesia. Ia tak menyangka pelariannya berubah jadi pengasingan permanen. Sendirian, lapar, dan nyaris ilegal. Hidupnya berubah saat ia bertemu Sakura, gadis pendiam di taman bunga yang ternyata menyimpan luka dan mimpi yang tak kalah rumit. Dalam bahasa yang tak sepenuhnya mereka kuasai, k...
Atraksi Manusia
514      380     7     
Inspirational
Apakah semua orang mendapatkan peran yang mereka inginkan? atau apakah mereka hanya menjalani peran dengan hati yang hampa?. Kehidupan adalah panggung pertunjukan, tempat narasi yang sudah di tetapkan, menjalani nya suka dan duka. Tak akan ada yang tahu bagaimana cerita ini berlanjut, namun hal yang utama adalah jangan sampai berakhir. Perjalanan Anne menemukan jati diri nya dengan menghidupk...
Perjalanan yang Takkan Usai
393      318     1     
Romance
Untuk pertama kalinya Laila pergi mengikuti study tour. Di momen-momen yang menyenangkan itu, Laila sempat bertemu dengan teman masa kecil sekaligus orang yang ia sukai. Perasaan campur aduk tentulah ia rasakan saat menyemai cinta di tengah study tour. Apalagi ini adalah pengalaman pertama ia jatuh cinta pada seseorang. Akankah Laila dapat menyemai cinta dengan baik sembari mencari jati diri ...
Time and Tears
308      235     1     
Romance
Rintik, siswi SMA yang terkenal ceria dan berani itu putus dengan pacarnya. Hal berat namun sudah menjadi pilihan terbaik baginya. Ada banyak perpisahan dalam hidup Rintik. Bahkan temannya, Cea harus putus sekolah. Kisah masa remaja di SMA penuh dengan hal-hal yang tidak terduga. Tak disangka pula, pertemuan dengan seorang laki-laki humoris juga menambah bumbu kehidupan masa remajanya. Akankah Ri...
The Unbreakable Love
54      53     0     
Inspirational
Ribuan purnama sudah terlewati dengan banyak perasaan yang lebih berwarna gelap. Dunia berwarna sangat kontras dengan pemandangan di balik kacamataku. Aneh. Satu kalimat yang lebih sering terdengar di telinga ini. Pada akhirnya seringkali lebih sering mengecat jiwa dengan warna berbeda sesuai dengan 'besok akan bertemu siapa'. Di titik tidak lagi tahu warna asli diri, apakah warna hijau atau ...
Unexpectedly Survived
117      104     0     
Inspirational
Namaku Echa, kependekan dari Namira Eccanthya. Kurang lebih 14 tahun lalu, aku divonis mengidap mental illness, tapi masih samar, karena dulu usiaku masih terlalu kecil untuk menerima itu semua, baru saja dinyatakan lulus SD dan sedang semangat-semangatnya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP. Karenanya, psikiater pun ngga menyarankan ortu untuk ngasih tau semuanya ke aku secara gamblang. ...
Switch Career, Switch Life
404      340     4     
Inspirational
Kadang kamu harus nyasar dulu, baru bisa menemukan diri sendiri. Therra capek banget berusaha bertahan di tahun ketiganya kerja di dunia Teknik yang bukan pilihannya. Dia pun nekat banting setir ke Digital Marketing, walaupun belum direstui orangtuanya. Perjalanan Therra menemukan dirinya sendiri ternyata penuh lika-liku dan hambatan. Tapi, apakah saat impiannya sudah terwujud ia akan baha...