Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sweet Seventeen
MENU
About Us  

Perang itu akhirnya pecah juga.

Pagi ini rumahku jauh lebih sibuk dibanding biasanya. Di studio, Mama heboh mengatur Mas Dwi untuk membuat video. Mama juga membangunkanku pagi-pagi banget, menyuruhku siap-siap untuk syuting.

Itu satu jam yang lalu, dan sampai sekarang aku masih belum mandi. Ketika melihatku, Mama langsung meradang.

“Kamu kenapa ngeyel gini sekarang?”

“Mama juga keras kepala,” semburku. “Kan, aku udah bilang enggak mau.”

“Kamu enggak mikirin dirimu sendiri.”

Justru karena aku mikirin diriku sendiri makanya aku enggak mau terlibat dalam konten enggak penting begini.

“Dafa udah setuju, dan nanti dia bakal maafin kamu.”

Jujur saja, aku sama sekali enggak bisa mengerti jalan pikiran Mama. Kenapa Mama begitu ngotot aku pengin terus bersama Dafa? Sebelum ini mungkin terasa menguntungkan, tapi setelah dijalani, rasanya enggak sebanding karena aku lebih sering makan hati.

“Maafin aku? Dia yang kurang ajar, kenapa dia yang harus maafin aku?” Sampai sekarang, aku masih belum lupa dengan perlakuan kurang ajarnya di Bali.

“Anna…” Mama menggeram pelan.

“Aku mau putus dari Dafa.” Aku berkata tegas. “Sekalian aja aku bikin konten yang bilang kalau hubunganku sama Dafa cuma setting-an dan kasih tahu dia sebenarnya gimana.”

Mama jelas enggak setuju, kalau dilihat dari raut wajahnya yang tampak gusar.

“Mama hampir dealing dengan series yang setuju memasang kamu dengan Dafa. Kalau kalian putus, deal itu hangus.”

Aku menggeleng. “Mama lebih mentingin aku atau uang, sih?”

“Anna, jaga mulut kamu kalau ngomong!”

Mama sepertinya sudah sampai ke puncak kesabarannya.

Namun, aku sudah enggak tahan lagi. Sama seperti Mama, aku juga sudah sampai di puncak kesabaranku.

“Kalau Mama percaya sama aku, kita enggak perlu Dafa dan drama enggak penting ini,” lanjutku.

“Oh ya? Apa kamu mampu?”

Di antara semua orang, seharusnya Mama enggak meragukanku. Gimana pun, dia ibuku. Bukankah seorang Ibu harusnya mendukung anaknya? Kenapa Mama berlaku sebaliknya.

“Aku mampu. Buktinya aku dapat peran di teater.”

“Jelas-jelas kamu dapat peran itu karena populer, bukan karena kamu mampu. Siapa yang bikin kamu terkenal? Mama, kan?”

Meski berat, mau enggak mau aku harus menerima kenyataan yang disampaikan Mama. Namun, aku enggak menampakkannya.

“Pokoknya aku enggak mau. Mama aja yang bikin video sama Dafa. Biar Mama yang terkenal, jadi enggak maksa aku lagi,” ucapku.

Tanpa memedulikan panggilan Mama, aku berlari ke luar rumah. Rumah Ansel satu-satunya jawaban, tapi Mama pasti menebak. Lagipula, kalau aku ke rumah Ansel, dia pasti akan terseret masalah baru. Sudah cukup aku membebaninya dengan masalahku.

Aku menghambur ke luar rumah, bertepatan dengan pintu yang terbuka dari luar. Tanpa sengaja, aku menubruk Trin yang baru pulang dari lari pagi.

“Kenapa, Dek?”

“Mama…,” sahutku pelan.

Trin menarikku hingga tersembunyi di balik punggungnya. Trin berdiri di depanku, menghalangiku dari Mama. Dia menempatkan dirinya sebagai perisai. Entah kenapa aku merasa aman bersembunyi di balik punggung Trin.

“Kamu jangan ikut campur,” tegur Mama.

“Mama kenapa, sih, enggak pernah belajar dari pengalaman?” Trin membalas teguran Mama.

“Kamu jangan coba-coba mengajari Mama, Trin.”

“Siapa yang mau ngajarin Mama?” Trin melirikku. “Kamu disuruh apa?”

Aku menatap Mama dan Trin berganti-gantian. Aku yakin Trin pasti sudah tahu soal video Dafa, meskipun dia enggak pernah bertanya secara langsung.

Wajah Trin memerah begitu aku menyelesaikan ceritaku.

“Kenapa, sih, Ma? Harus banget dapetin peran itu?” tanya Trin.

“Ini demi adikmu.” Mama berkata tajam, membuatku bergidik. “Kamu pernah nyia-nyiain kesempatan. Kamu mau adikmu juga lakuin hal yang sama?”

“Aku enggak nyia-nyiain kesempatan. Mama enggak bisa ngelindungin aku, jadi aku punya caraku sendiri.”

Meskipun Trin berkata pelan, aku menangkap nada sedih di balik ucapannya barusan.

Di belakang Trin, aku teringat pada pertikaian Trin dan Mama yang enggak ada habisnya itu. Sumbernya masih sama, keputusan Trin mundur dari film. Keputusan sepihak yang mengakibatkan keluargaku harus bayar penalti dalam jumlah banyak.

“Mama ingat, kan, apa yang aku alami dulu sampai enggak mau ikut casting lagi? Harusnya kejadian itu bikin Mama berhenti, tapi yang ada malah menjadi-jadi maksa Anna.” Trin berkata pelan tapi tajam.

Aku menatap Trin, raut wajahnya tampak terluka. Apa pun yang terjadi saat itu, pasti sangat berat. Meski sudah lama, kalau melihat ekspresi Trin saat ini, aku yakin dia masih belum melupakan kejadian itu.

“Mama pastiin kejadian itu enggak akan terjadi sama Anna,” balas Mama.

Selama beberapa saat, Mama dan Trin saling menatap.

“Memang enggak, tapi kalau nanti ada produser atau siapa pun yang menggerayangi Anna dengan imbalan peran utama di film, sinetron, apa pun, Mama pilih apa? Anna atau uang?”

Rasanya seperti tersambar petir saat mendengar pertanyaan itu meluncur dari mulut Trin.

“Katrinna, jaga ucapanmu!” hardik mama.

“Ada apa ini ribut-tibut?”

Aku, Trin, dan Mama menoleh ke sumber suara. Di pintu, Papa berdiri dengan ekspresi keras di wajahnya. Papa menyandarkan koper yang selalu dibawanya setiap kali bekerja di dekat pintu dan menghampiri kami.

“Papa tanya aja sama Mama ada apa,” balas Trin dan menyambar tanganku. “Aku mau bawa Anna ke kosan, daripada di sini sama Mama.”

Trin menarikku menjauh, ketika Mama berteriak melarangnya.

“Mama harusnya introspeksi diri. Kami ini anak Mama, bukan objek yang bisa dijual buat keuntungan Mama.” Trin berhenti dan melepaskan kata-kata yang terdengar sangat dingin. “Kalau Mama gagal meraih impian, bukan berarti Mama berhak maksa aku atau Anna ikutin apa yang Mama mau. Kami juga punya hak buat nentuin maunya apa.”

Usai berkata begitu, Trin membawaku ke luar rumah, diikuti isakan Mama dari dalam rumah. Aku mau berbalik, mengetahui mengapa Mama menangis. Namun, cengkeraman Trin begitu kencang sampai-sampai aku enggak bisa melepaskan diri.

Trin baru melepaskanku begitu kami tiba di mobilnya.

“What’s going on?” tanyaku.

Trin hanya melirikku sekilas, sembari menyalakan mesin mobil.

“Later, gue perlu nenangin diri biar enggak nabrak di jalan.”

Melihat wajah Trin yang memerah karena menahan emosi, aku menahan rasa ingin tahu. Baik aku atau Trin, enggak ada yang bicara sepanjang perjalanan, sampai Trin memasuki pekarangan rumah kos yang ditempatinya di Depok, hampir satu jam kemudian.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dimension of desire
330      258     0     
Inspirational
Bianna tidak menyangka dirinya dapat menemukan Diamonds In White Zone, sebuah tempat mistis bin ajaib yang dapat mewujudkan imajinasi siapapun yang masuk ke dalamnya. Dengan keajaiban yang dia temukan di sana, Bianna memutuskan untuk mencari jati dirinya dan mengalami kisah paling menyenangkan dalam hidupnya
CERITA MERAH UNTUK BIDADARIKU NAN HIJAU
135      121     1     
Inspirational
Aina Awa Seorang Gadis Muda yang Cantik dan Ceria, Beberapa saat lagi ia akan Lulus SMA. Kehidupannya sangat sempurna dengan kedua orang tua yang sangat menyayanginya. Sampai Sebuah Buku membuka tabir masa lalu yang membuatnya terseret dalam arus pencarian jati diri. Akankah Aina menemukan berhasil kebenarannya ? Akankah hidup Aina akan sama seperti sebelum cerita merah itu menghancurkannya?
Hideaway Space
175      138     0     
Fantasy
Seumur hidup, Evelyn selalu mengikuti kemauan ayah ibunya. Entah soal sekolah, atau kemampuan khusus yang dimilikinya. Dalam hal ini, kedua orang tuanya sangat bertentangan hingga bercerai. evelyn yang ingin kabur, sengaja memesan penginapan lebih lama dari yang dia laporkan. Tanpa mengetahui jika penginapan bernama Hideaway Space benar-benar diluar harapannya. Tempat dimana dia tidak bisa bersan...
Survive in another city
219      176     0     
True Story
Dini adalah seorang gadis lugu nan pemalu, yang tiba-tiba saja harus tinggal di kota lain yang jauh dari kota tempat tinggalnya. Dia adalah gadis yang sulit berbaur dengan orang baru, tapi di kota itu, dia di paksa berani menghadapi tantangan berat dirinya, kota yang tidak pernah dia dengar dari telinganya, kota asing yang tidak tau asal-usulnya. Dia tinggal tanpa mengenal siapapun, dia takut, t...
Rania: Melebur Trauma, Menyambut Bahagia
274      211     0     
Inspirational
Rania tumbuh dalam bayang-bayang seorang ayah yang otoriter, yang membatasi langkahnya hingga ia tak pernah benar-benar mengenal apa itu cinta. Trauma masa kecil membuatnya menjadi pribadi yang cemas, takut mengambil keputusan, dan merasa tidak layak untuk dicintai. Baginya, pernikahan hanyalah sebuah mimpi yang terlalu mewah untuk diraih. Hingga suatu hari, takdir mempertemukannya dengan Raihan...
Melihat Tanpamu
201      156     1     
Fantasy
Ashley Gizella lahir tanpa penglihatan dan tumbuh dalam dunia yang tak pernah memberinya cahaya, bahkan dalam bentuk cinta. Setelah ibunya meninggal saat ia masih kecil, hidupnya perlahan runtuh. Ayahnya dulu sosok yang hangat tapi kini berubah menjadi pria keras yang memperlakukannya seperti beban, bahkan budak. Di sekolah, ia duduk sendiri. Anak-anak lain takut padanya. Katanya, kebutaannya...
Monday vs Sunday
376      267     0     
Romance
Bagi Nara, hidup itu dinikmati, bukan dilomba-lombakan. Meski sering dibandingkan dengan kakaknya yang nyaris sempurna, dia tetap menjadi dirinya sendiricerewet, ceria, dan ranking terakhir di sekolah. Sementara itu, Rei adalah definisi murid teladan. Selalu duduk di bangku depan, selalu ranking satu, dan selalu tampak tak peduli pada dunia luartermasuk Nara yang duduk beberapa meja di belaka...
Havana
919      463     2     
Romance
Christine Reine hidup bersama Ayah kandung dan Ibu tirinya di New York. Hari-hari yang dilalui gadis itu sangat sulit. Dia merasa hidupnya tidak berguna. Sampai suatu ketika ia menyelinap kamar kakaknya dan menemukan foto kota Havana. Chris ingin tinggal di sana. New York dan Indonesia mengecewakan dirinya.
Love Yourself for A2
40      34     1     
Short Story
Arlyn menyadari bahwa dunia yang dihadapinya terlalu ramai. Terlalu banyak suara yang menuntut, terlalu banyak ekspektasi yang berteriak. Ia tak pernah diajarkan bagaimana cara menolak, karena sejak awal ia dibentuk untuk menjadi "andalan". Malam itu, ia menuliskan sesuatu dalam jurnal pribadinya. "Apa jadinya jika aku berhenti menjadi Arlyn yang mereka harapkan? Apa aku masih akan dicintai, a...
Izinkan Aku Menggapai Mimpiku
184      150     1     
Mystery
Bagaikan malam yang sunyi dan gelap, namun itu membuat tenang seakan tidak ada ketakutan dalam jiwa. Mengapa? Hanya satu jawaban, karena kita tahu esok pagi akan kembali dan matahari akan kembali menerangi bumi. Tapi ini bukan tentang malam dan pagi.