Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kainga
MENU
About Us  

Wajahnya lesu tidak bergairah. Jaya merajuk ketika Bu Neena mengumumkan siswa eligible di kelas animasi. Saudara kembarnya—Kama berhasil masuk tetapi Jaya tidak. Belum apa-apa sudah takut bundanya akan marah. Bingung menjelaskan mengapa Kama beruntung sedang Jaya tidak. Bu Neena berkali-kali memberi tahu Jaya, tetap saja otak Jaya tidak menangkap. Bahwa ini bukan soal keberuntungan melainkan nilai rapor yang terus menanjak naik, sama sekali tak boleh turun.

Beberapa jam sebelumnya ....

Siswa yang dapat mengikuti jalur SNBP telah diumumkan usai UTS semester 2 kelas XII. Pertama melalui dokumen yang dibagikan guru di grup chat. Ke dua Bu Neena sendiri mengumumkan nama-nama tersebut di depan kelas. Banyak yang akhirnya harus menelan kecewa. Ren termasuk beruntung karena ia dan beberapa teman dari tim tujuh berhasil masuk daftar eligible. Ada Galang, Ren, Kama dan Chiya. Vanila meski menduduki peringkat 2, tetap tak dapat, sebab penilaian eligible dihitung sedari semester satu kelas X sampai semester satu kelas XII. Vanila mulai sadar dan memperbaiki nilai-nilainya ketika kelas XI, rupanya terlambat ... rasa malasnya dulu di kelas X membawa penurunan pada rapornya. Bagus di akhir tidak bisa mengubah Vanila untuk memasuki lubang kesempatan tersebut.

Petra dan Dimas tenang-tenang saja, yang Ren tahu mereka berdua tak ada keinginan untuk kuliah. Ralat, bukan tak ada keinginan ... tapi memang kondisi ekonomi belum mendukung. Namun, Petra dan Dimas sudah ditawari pekerjaan oleh Mas Defa. Rencananya mereka berdua akan bekerja dulu, sembari mencari-cari peluang melanjutkan kuliah nanti ketika finansial mulai kondusif. Kama dan Galang, yang Ren tahu telah lama mengincar Institut Seni, sedangkan Chiya belum tahu arahnya ke mana.

“Sejauh mana progres filmmu, Ren?” sapa Chiya berbasa-basi. Pandangannya meneliti layar monitor tempat Ren melakukan rendering.

“Wuih, cepat sekali Ren!” komentar Chiya takjub.

“Biasa saja,” gumam Ren tanpa mengalihkan pandangannya, “sudah tahu mau ke mana Chiya?” tanya Ren lembut.

Chiya menatap Ren bingung, antara bingung jawabannya atau bingung arti “ke mana” yang Ren ucapkan.

Umm, nggak tahu, Ren.”

Ren menghentikan fokusnya, memperhatikan Chiya lantas mencoba memberi senyum ketenangan pada Chiya.

***

Merasakan kebosanan yang amat sangat. Chiya gelisah tak tahu arah. Mengetik sesuatu dalam grup Kainga. Mencurahkan isi hati yang hanya berisi sebaris kalimat.

Bolehkah bosan menggambar?

Chiya tahu pertanyaan darinya pasti memancing respons negatif, sebab sebagian besar member dalam grup Kainga merupakan anak seni. Belum lama ini, diprakarsai Galang ... terwujud kegiatan mural para member Kainga. Dari situ makin banyak anak seni bergabung—bukan hanya anak sekolah seni menengah. Bahkan anak seni rupa di sebuah Institut Seni karena Galang banyak bergaul dengan mereka.

Ada sebagian orang mengatakan tidak! Ada juga yang menanyakan kenapa?

Ragu sejenak, akhirnya Chiya ungkapkan saja pada para member Kainga, jika sebetulnya merasa kurang berbakat di dunia seni ini. Walaupun menduduki peringkat pertama, itu karena rutin belajar, terus mengasah kemampuan. Pada dasarnya penyumbang nilai tertinggi pada rapor Chiya justru pelajaran non kejuruan. Saat pengerjaan film animasi individu untuk tugas akhir, Chiya barus sadar jika terlalu banyak tertinggal dibanding progres teman lain.

Sepertinya aku tidak berjodoh dengan dunia seni ... ketik Chiya.

Sebuah notifikasi dari Ren masuk dan cukup menggetarkan benak Chiya.

Lakukan yang ingin kamu lakukan! Hidupmu ... kamu sendirilah yang akan menentukan. Jangan membandingkannya dengan hidup orang lain.

Ini berlaku juga untuk yang lain, tak perlu terpaksa mendaftar hanya karena masuk eligible. Besok, Bu Neena akan membuat daftar anak-anak eligible yang kemungkinan tidak lanjut kuliah. Dan jika melanjutkan mendaftar universitas negeri ... sebaiknya dimantapkan pilihan itu dari sekarang.

Selanjutnya komentar-komentar member lain menyusul. Banyak yang mendukung komentar Ren, sebagian kecil menyayangkan bila Chiya si peringkat satu—bisa jadi juga siswa terbaik seangkatan—justru meninggalkan dunia seni ini. Namun, ada benarnya pendapat Ren ... jika tidak bisa menentukan hidup kita hanya karena standar hidup orang lain.

Pada akhirnya pilihan itu kita yang akan menjalaninya sendiri, maka pilihlah yang membuat nyaman saat hari-hari menjalaninya dengan penuh perjuangan. Sebab tak ada hidup yang tidak berjuang—Petra.

Ren meletakkan gawainya. Kurang dari tiga bulan lagi kelas XII akan menemui ujungnya. Telah jelas ada beberapa temannya yang memilih langsung bekerja usai lulus. Universitas masih menjadi mimpi bagi mereka yang kurang beruntung dari segi finansial. Termasuk Petra, aroma perpisahan sangat kental terasa. Belum apa-apa Ren sudah anggap ada dunia Petra yang tidak tertembus olehnya, dunia itu ... mungkin hanya Dimas yang bisa mengerti. Tulang punggung keluarga. Itulah dunia yang Ren masih merasa asing. Tidak relate dengan dirinya. Sebab kalaupun Ren bekerja, itu untuk dirinya sendiri. Sedangkan tidak dengan Petra dan Dimas. Mereka memiliki tanggung jawab pada keluarga. Dimas dengan kondisi orang tuanya dan masih mempunyai adik-adik kecil, Petra dengan kesulitan ibu panti serta adik-adik panti yang dirawat bersama. Petra terikat dengan “balas budi” meski ibu panti tak pernah mengungkitnya, kata “tahu diri” otomatis tersemat dalam kepalanya.

Sudah sewajarnya ... pikir mereka mengesampingkan keinginan sendiri. Nanti kalau ada waktu, nanti kalau ada kesempatannya, itu kata mereka.

TRIING!!

Denting notifikasi kembali muncul, kali ini sebuah pesan dari Jaya.

Chiya ... kalau kamu tidak ambil eligible ... bisa nggak digantikan aku saja?

Ren meringis membaca pesan Jaya, membayangkan sosok Jaya yang mengetik pesan ini sambil menggaruk rambut kribonya atau sambil melorotkan kaca matanya sampai ke hidung.

Khas Jaya yang asal bicara ... pasti baru bangun.

Meski kembar, nasib juga membawa Kama dan Jaya pada alur hidupnya masing-masing.

***

Pertengahan Maret, hasil SNBP diumumkan. Ren menatap tak percaya pada tampilan header di layar gawainya. Warna merah bukan biru ... yang itu artinya Ren tidak lolos. Ren lemas terduduk di lantai kamar. Telah menundanya beberapa jam untuk membukanya di waktu malam supaya lebih siap bila hasil tak sesuai ekspektasi ... ternyata tetap saja tidak siap.

Apa kata Ayah nanti, apa kata Bang Aldo yang sangat yakin Ren lolos SNBP.

Drrrrttt ....

Galang mengirim pesan ..., Bagaimana Ren, lolos tidak?

Sebuah tanya yang tak ingin Ren jawab.

Drrrttt ....

Sengaja dalam mode getar saja. Sekarang ini suara panggilan telepon dan tanda notifikasi saja bisa membuat bulu kuduk Ren merinding. Beberapa teman mengabarkan diterima SNBP.

Ren penasaran siapa-siapa saja yang berhasil, akankah teman Kainga banyak yang diterima universitas negeri pilihannya?

Jemari Ren gemetar menekan tanda wathsap, belum sampai membuka grup Kainga justru sebuah pesan masuk tak sengaja terpencet.

Ren, aku masuk FSRD, seni rupa murni.

Sebuah tanda emoticon senyum Ren kirimkan. Membalas Galang. Lalu lunglai, merasa lemas berbarengan rasa tertekan.

Braaaak!!!

Tiba-tiba saja pintu kamar didorong dari luar, Bang Aldo muncul dan langsung bertanya,

“Bagaimana Ren?”

Ren menggelemg lemas, dunianya hampa.

***

Vanila sibuk mengabsen teman sekelas yang diterima jalur prestasi.

Ternyata hanya ada Kama dan Galang, dari tim tujuh. Vanila dan Chiya gagal masuk Institut Seni. Ren lega seketika, ternyata aku banyak temannya, pikirnya.

Mulailah segala cerita mengalir, semua mempermasalahkan portofolio mereka yang kemungkinan kurang menjawab soal dari panitia SNBP. Portofolio berupa gambar suasana dan gambar bebas menjadi syarat mutlak memasuki jurusan seni seluruh Indonesia.

“Jadi Kama masuk jurusan Animasi?” tanya Petra pelan. Sedikit tak enak dengan Ren, Petra sangat tahu kalau jurusan itu juga dipilih Ren.

Raut muka Ren memang agak lain, senyum terpaksa. Makin banyak yang menepuk pundaknya dan mengatakan, “Masih ada UTBK!” makin membuatnya terbebani.

Lain halnya Chiya dan Vanila yang biasa saja seakan sudah tahu pasti gagal. Keduanya merencanakan UTBK dengan mengubah haluan. Chiya tak mau lagi di jurusan seni, bosan gambar katanya. Karena itu lebih memilih universitas negeri yang ada Sastra Inggris-nya. Sedangkan Vanila membuat pilihan mencengangkan untuk teman-teman. Namun, teman-temannya sudah bisa membayangkan hal itu. Vanila ingin seperti Bu Neena—mengajar sekolah menengah seni rupa, supaya merasakan masa-masa remaja terus. Untuk itu Vanila akan memperjuangkan pendidikan seni rupa.

“Masing-masing telah memiliki tujuan,” gumam Ren.

“Kamu tidak?” tanya Petra, memiringkan kepalanya. Kini mereka hanya berdua di lab animasi.

“Tak pernah terpikir aku akan tertolak.” Ren mendesah, menatap layar monitor sendu, “rasanya bagai ditolak cintanya oleh orang yang teramat dicintai,” gumam Ren lagi.

Hmm ...,” Petra mengerutkan kening. Salah fokus dengan ... yang dicintai Ren. Ada perih merambat yang langsung ditepisnya.

“Tak sesuai ekspektasi, menelan kecewa. Masalahnya kukira portoku tak ada masalah!” Nada suara Ren bergetar.

“Tidak bisa menentang takdir Tuhan, Ren. Lalu bagaimana untuk UTBK?”

“Tak tahu Petra, selama ini aku mengira pasti dapat jurusan Animasi Institut Seni. Aku tak menyiapkan plan B.”

Petra memahami sekali kegalauan yang Ren alami. Tidak mudah menerima kegagalan pada apa yang telah direncanakan.

***

Tidak sepenuhnya melupakan kekecewaan, hari-hari selanjutnya di akhir masa kelas dua belas tak kalah seru. Masa-masa ini sekaligus masa berakhirnya bangku putih abu-abu yang penuh warna. Sedikit lagi, “selamat datang realita” akan terjadi ... menyambut anak-anak remaja serupa tiupan angin tipis. Masing-masing mengerahkan perjuangannya. Menggali lagi minat dan bakat individu.

Projek film Tugas Akhir menjadi pusat perhatian. Sedikit mengalihkan perhatian anak-anak yang belum mendapatkan kampus agar tidak terlalu patah hati.

“Kamu benar mau ambil Sastra Inggris, Chiya?”

“Iya!” angguk Chiya, “kalau gagal UTBK aku tetap akan berjuang di Sastra Inggris jalur mandiri, pokoknya segala cara dicoba supaya bisa kuliah.”

Chiya yang peringkat satu saja gigih untuk berjuang ... Ren jadi malu, bukannya memikirkan solusi atas kegagalan kemarin, dirinya malah terus-terusan terpuruk menyalahkan keadaan. Seharusnya sadar kesalahannya yang terus menunda-nunda. Pengerjaan porto yang diberi waktu sebulan, sengaja ditunda-tunda, lebih fokus pada pengerjaan projek film Animasi untuk tugas akhir. Tidak bisa membagi waktu dengan baik, dan waktu menyadarinya ... sudah terlambat. Deadline sudah sangat mepet.

***

 

 

Mulai dari UAS hingga ujian tugas akhir terlewati dengan baik. Kini seluruh angkatan menyiapkan pameran tugas akhir bersama.

Ren banyak menghabiskan waktu bersama Foya, sebagai panitia pameran tugas akhir. Sesekali obrolan mereka menyinggung masa depan yang masih gelap untuk Ren.

 

 

“Mau masuk mana, Ren?”

“Belum tahu! Kamu UTBK?” Ren balik bertanya.

“Memang harus negeri, ya?? Kamu pilih karena itu memang sesuai mimpimu atau hanya karena gengsi? Sebab lulus kuliah nanti tidak makan gengsi, Ren!"

Mencerna perkataan Foya dengan baik. Ren tidak menanggapi, diam-diam saja ada ide masuk di kepalanya.

Tak bisa mengubah masa lalu, kegagalan tersemat dalam kenangan. Namun, masih ada waktu mengubah impian tuk masa depan.

Ini kesempatan Ren! Jangan disia-siakan!

Berbicara pada diri sendiri.

***

Pengumuman UTBK setelah hari kelulusan. Selanjutnya akan ada masa-masa senggang. Sudah tak ada lagi kegiatan di sekolah. Ren telah mengantisipasinya, mengucapkan kalimat perpisahan pada bangku kantin, kursi kelas, perpustakaan sekolah—tempat yang sering membuatnya mengantuk.

Bagian tak terlupakan ketika di saat terakhir ... Ren menutup pintu lab Animasi—usai projek film Tugas Akhir. Di sana penuh kenangan, bagaimana awalnya membangun kerja sama dengan tim yang berisi banyak kepala. Lab Animasi mengingatkan Ren pada ruang dingin di studio magang.

Bagaimana kabar Mas Defa dan Kak Henny, sekarang ini ya ... batin Ren.

Tak ada acara perpisahan sekolah, apalagi wisuda-wisuda seperti di sekolah lain. Bukannya sama sekali tak ada karena jurusan lain ada yang mengadakan itu. Namun, polemik tentang tata cara perpisahan sekolah saja masih hangat menjadi bahan perdebatan.

Kelas Ren mengambil keputusan bersama untuk tidak mengikuti acara wisuda. Biarlah momen pameran Tugas Akhir menjadi gelaran acara terakhir bagi mereka. Uang untuk mengadakan acara-acara semacam itu dapat dialih fungsikan untuk persiapan kuliah. Anak-anak kelas Ren amat berwawasan untuk paham jika uang kuliah itu tidaklah murah.

***

Pukul dua dini hari. Ren tampak baru saja menekan tombol enter. Bernapas lega dan melihat-lihat kalender di HP. Ada sebuah note di akhir bulan bertuliskan pengumuman UTBK.

Akan selalu ada kejadian tak terduga yang pada akhirnya mengubah jalan cerita. Ren melalui tiap fase itu dan menikmatinya. Notifikasi Kainga tak pernah sepi, Ren bermimpi suatu hari nanti ia akan menemukan sebuah bangunan bertulis "Kainga". Bukan hanya nama grup watshap seperti sekarang ini. Perlahan Ren mulai menunjukkan ketidakaktifan dalam grup Kainga. Mempersiapkan sesuatu yang masih rahasia.

Berita duka di pukul tiga sore. Lagi-lagi tak ada nama Ren Dewandaru yang dinyatakan lolos. Entah mengapa, Ren sudah menduganya. Intuisinya terlalu kuat untuk tertipu harapan. Kali ini tidak sedih, padahal sekali lagi kenyataan menamparnya. Kedua temannya, Chiya dan Vanila lolos UTBK. Grup Kainga dibuat heboh karena mereka. Sedangkan Jaya masih belum berkesempatan baik, alih-alih sedih, Jaya justru makin terobsesi ingin memasuki jurusan Animasi di Institut Seni sama seperti kembarannya.

“Akan kucoba di jalur mandiri!” Janjinya penuh tekad yang kuat. Satu hal yang belum dimiliki Ren.

Semua sibuk menanyakan Ren, kecuali Petra. Gadis itu langsung mengerti bila Ren gagal lagi.

Petra tidak menelepon atau mengirim pesan. Melainkan langsung mendatangi rumah Ren. Setelah bertemu pun bukan memberondong seribu pertanyaan untuk Ren. Mengajak Ren meminum es cokelat. Mengajak Ren berputar-putar ... itu adalah alibi Petra agar Ren terhibur.

“Aku enggak apa-apa, Petra,” ucap Ren akhirnya.

Merasa tak enak, Petra berusaha cukup keras membuat lelucon garing agar Ren tertawa. Tentu saja tertawa untuk kegaringannya.

“Masih ada satu pengumuman lagi besok!” ujar Ren mengejutkan Petra.

“Oh, ya?? Apa jalur mandiri?”

“Tidak, bukan ... ini bukan dalam negeri.”

“Oh, apakah ...?” ucapan Petra menggantung. Mulai merasakan detik-detik perpisahan sesungguhnya akan terjadi.

“Pada akhirnya, kita semua menjalani hidup masing-masing, ya? Di antara kita semua, aku dan Dimas yang akan menjalani hari-hari dipenuhi bayangan kalian. Kami kembali ke tempat magang kita dulu tanpa ada sosok kalian di dalamnya.”

“Kapan mulai kerja di tempat Mas Defa?” tanya Ren.

“Bulan depan, menurut Mas Defa sih secepatnya saja, setelah menerima ijazah.”

Ren merenung, bulan depan jika diterima ... dirinya sudah tak berada di Indonesia. Bukan Petra saja yang mengalami perasaan campur aduk detik-detik perpisahan, Ren juga.

Baru Petra yang tahu. Tentang rencananya, itu pun tidak detil. Semua hal mengenai keputusannya telah dibicarakan dengan ayah Ren. Berkaitan dengan biaya tahun pertama Ren berada di sana. Pada tahun berikutnya, Ren berjanji tak akan menyusahkan ayahnya lagi. Melakukan arubaito jika semua persyaratan pelajar asing untuk  bekerja paruh waktu terpenuhi. Sebelumnya tidaklah mudah untuk meyakinkan ayahnya, untung saja Bang Aldo banyak membantu Ren berbicara sampai akhirnya anggukan menyetujui tampak pada ayah Ren.

***

Penantian panjang penuh harap-harap cemas demi merangkai masa depan mendekati akhir. Ren membuka laman web sebuah universitas di negeri tempat anime berasal dengan luar biasa ikhlas yang ia pelajari setelah beberapa kali kegagalan.

Hasil luar biasa justru ia dapatkan. Sontak Ren memekik, Bang Aldo menjerit, segera mengumumkan pada seluruh anggota keluarga yang lantas semuanya berhambur memeluk Ren.

Kehangatan keluarga yang lama Ren impikan, dapat ia rasakan juga, justru setelah diri Ren hampir pergi. Menatap layar monitor masih tak percaya jika dirinya diterima, mengucek mata merahnya berkali-kali. Menahan tangis tertahan. Kebahagiaannya turut dirasakan Ayah, Mami, dan Bang Aldo. Tak ada yang perlu Ren khawatirkan lagi. Kini Ren memastikan ayahnya tak akan pernah ditinggal sendiri walaupun Ren jauh di negara orang. Ren sudah percaya Bang Aldo dan ibunya tak akan meninggalkan sang ayah apa pun kondisinya.

Hal baik juga datang dari Jaya yang akhirnya berhasil menyusul kembarannya, Kama. Menuju jurusan impian mereka, Animasi di Institut Seni. Kama senang luar biasa, gigih dengan perjuangan saudaranya. Perjuangan yang berbuah manis. Lebih senangmya lagi Kama jadi tidak sendirian. Meski Galang di kampus yang sama, tetapi fakultas yang berbeda menyebabkan kemungkinan sulit bertemu terkecuali saat event seluruh angkatan nanti.

Berita Ren yang hendak melanjutkan kuliah ke negeri para anime, membuat teman-temannya bangga sekaligus kehilangan. Tapi, kedewasaan telah mengubah mereka untuk menerima setiap pilihan hidup dari teman mereka masing-masing. Jauh atau dekat, toh semua orang memang akan berpisah. Kehidupan upacara di tengah lapangan, lomba classmeet, mengenakan seragam ke sekolah, itu semua telah berakhir. Kini masing-masing anak remaja yang  bertransisi dewasa itu akan menemukan tujuan hidupnya masing-masing.

***

Suasana macam apa ini, situasi bikin menangis. Mulai ada banyak penyesalan teman-teman yang banyak menyia-nyiakan waktu di sekolah. Mulai dari menyesali tugas film yang dirasa kurang maksimal. Menyesali momen berharga di sekolah yang direnggut karena membolos. Menyesali tidak banyak membuat kenangan bersama teman-teman. Menyadari bangku kelas yang tak mungkin lagi mereka duduki, membayangkan coretan anime yang mereka buat di pagi hari untuk mengagetkan Bu Neena. Semua itu kini telah berlalu.

Beberapa dari teman yang berasal dari luar kota, satu per satu mulai kembali ke kampung halaman. Gelak tawa mereka tak mungkin terdengar lagi. Hanya terngiang dalam isi kepala mengulik kenangan.

Kendati jarak berjauhan, mereka semua terhubung dalam Kainga. Ren baru mengerti sekarang, mengapa pijar lampu di kepalanya mencetuskan ide gila semacam Kainga. Sebuah wadah atau rumah bersama tempat berjuang, meraih mimpi dan tempat pulang bagi yang bingung ke mana hendak pulang.

Kapan pun Petra membutuhkan keluarga ... Kainga akan selalu ada. Ren selalu mengharapkan doa terbaik untuk Petra. Menyerahkan Kainga sepenuhnya untuk Petra. Perwujudan rasa kasih sayang Ren pada Petra. Meski kelak Petra akan menemukan pria dengan cara berdoa yang sama dengannya.

Ren akan mengusahakan rumahnya sendiri yang lebih indah, lebih sukses, tapi ... tidak mungkin lebih mempunyai kenangan seperti Kainga.

Entah bagaimana realita akan menjemput mimpi mereka masing-masing. Selalu akan ada ruang menyimpan kenangan masa putih abu-abu di dalam hati, selamanya.

TAMAT

 

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Finding the Star
1327      954     9     
Inspirational
"Kamu sangat berharga. Kamu istimewa. Hanya saja, mungkin kamu belum menyadarinya." --- Nilam tak pernah bisa menolak permintaan orang lain, apalagi yang butuh bantuan. Ia percaya kalau hidupnya akan tenang jika menuruti semua orang dan tak membuat orang lain marah. Namun, untuk pertama kali, ia ingin menolak ajakan Naura, sahabatnya, untuk ikut OSIS. Ia terlalu malu dan tak bisa bergaul ...
love like you
457      325     1     
Short Story
Semesta Berbicara
1340      783     10     
Romance
Suci Riganna Latief, petugas fasilitas di PT RumahWaktu, hanyalah wajah biasa di antara deretan profesional kelas atas di dunia restorasi gedung tua. Tak ada yang tahu, di balik seragam kerjanya yang lusuh, ia menyimpan luka, kecerdasan tersembunyi, dan masa lalu yang rumit. Dikhianati calon tunangannya sendiri, Tougo—teman masa kecil yang kini berkhianat bersama Anya, wanita ambisius dari k...
Dimension of desire
232      192     0     
Inspirational
Bianna tidak menyangka dirinya dapat menemukan Diamonds In White Zone, sebuah tempat mistis bin ajaib yang dapat mewujudkan imajinasi siapapun yang masuk ke dalamnya. Dengan keajaiban yang dia temukan di sana, Bianna memutuskan untuk mencari jati dirinya dan mengalami kisah paling menyenangkan dalam hidupnya
Love Yourself for A2
27      25     1     
Short Story
Arlyn menyadari bahwa dunia yang dihadapinya terlalu ramai. Terlalu banyak suara yang menuntut, terlalu banyak ekspektasi yang berteriak. Ia tak pernah diajarkan bagaimana cara menolak, karena sejak awal ia dibentuk untuk menjadi "andalan". Malam itu, ia menuliskan sesuatu dalam jurnal pribadinya. "Apa jadinya jika aku berhenti menjadi Arlyn yang mereka harapkan? Apa aku masih akan dicintai, a...
Halo Benalu
1060      491     1     
Romance
Tiba-tiba Rhesya terlibat perjodohan aneh dengan seorang kakak kelas bernama Gentala Mahda. Laki-laki itu semacam parasit yang menempel di antara mereka. Namun, Rhesya telah memiliki pujaan hatinya sebelum mengenal Genta, yaitu Ethan Aditama.
Heavenly Project
579      398     5     
Inspirational
Sakha dan Reina, dua remaja yang tau seperti apa rasanya kehilangan dan ditinggalkan. Kehilangan orang yang dikasihi membuat Sakha paham bahwa ia harus menjaga setiap puing kenangan indah dengan baik. Sementara Reina, ditinggal setiap orang yang menurutnya berhaga, membuat ia mengerti bahwa tidak seharusnya ia menjaga setiap hal dengan baik. Dua orang yang rumit dan saling menyakiti satu sama...
Dibawah Langit Senja
1633      952     6     
Romance
Senja memang seenaknya pergi meninggalkan langit. Tapi kadang senja lupa, bahwa masih ada malam dengan bintang dan bulannya yang bisa memberi ketenangan dan keindahan pada langit. Begitu pula kau, yang seenaknya pergi seolah bisa merubah segalanya, padahal masih ada orang lain yang bisa melakukannya lebih darimu. Hari ini, kisahku akan dimulai.
Tanpo Arang
53      44     1     
Fantasy
Roni mengira liburannya di desa Tanpo Arang bakal penuh dengan suara jangkrik, sinyal HP yang lemot, dan makanan santan yang bikin perut “melayang”. Tapi ternyata, yang lebih lemot justru dia sendiri — terutama dalam memahami apa yang sebenarnya terjadi di sekitar villa keluarga yang sudah mereka tinggali sejak kecil. Di desa yang terkenal dengan cahaya misterius dari sebuah tebing sunyi, ...
FAMILY? Apakah ini yang dimaksud keluarga, eyang?
218      186     2     
Inspirational
Kehidupan bahagia Fira di kota runtuh akibat kebangkrutan, membawanya ke rumah kuno Eyang di desa. Berpisah dari orang tua yang merantau dan menghadapi lingkungan baru yang asing, Fira mencari jawaban tentang arti "family" yang dulu terasa pasti. Dalam kehangatan Eyang dan persahabatan tulus dari Anas, Fira menemukan secercah harapan. Namun, kerinduan dan ketidakpastian terus menghantuinya, mendo...