πππ
Seharusnya, kita harus lebih berhati-hati saat berkata. Karena, tanpa diduga mungkin saja perkataan kita bisa menjadi masalah di kemudian hari. Oleh karena itu, harus menjaga setiap kata yang keluar dari mulut kita.
πππ
"Apaan sih, Kak? Modusnya ya lo, biar bisa dekat-dekat sama gue!" Auretta merasa kesal, lalu mendorong tubuh Semesta menjauh darinya. Karena, merasa tidak nyaman pada situasi yang ada. Terlebih lagi, ia terlalu dekat dengan Semesta. Kakak kelasnya. Auretta tak mau ada kesalahpahaman bila ada melihatnya bersama pria itu.
Semesta menyenggingkan senyum, menyadari bila Auretta tampak gugup saat bertatapan dengannya. Meskipun begitu, dia tahu gadis itu juga kesal padanya.
"Lagian, harusnya lo nggak perlu lakuin hal kayak tadi ke bahu gue. Kan, gue jadi kaget. Anggap aja yang tadi nggak terjadi. Lagipula, kayaknya nggak ada yang liat. Atau, sebenarnya lo yang pengin dekat sama gue." Semesta sedikit menggoda Auretta, ingin tahu sampai mana batas kesabaran adik kelasnya itu. Karena, sejak awal memang tidak menyukai kehadirannya.
Auretta menghela nafas, benar-benar kesal melihat sosok Semesta. Cowok yang tidak bisa diam, tengil, dan suka mengganggunya itu seperti sengaja menguji kesabarannya. "Percuma ngomong cowok kayak lo. Mending gue ngalah pergi dari tempat ini. Soalnya, gue masih waras nggak mau gila kalo dekat sama lo."
Semesta tersenyum, sedikit terkekeh mendengar perkataan Auretta. Sangat tahu, sedari tadi adik kelasnya sudah ingin meledakan amarah. Akan tetapi, sepertinya bisa sedikit menahan. Meskipun begitu, terlihat sangat kesal padanya. “Sampai ketemu lagi, Cil.”
Semesta cukup percaya diri, bila dirinya akan sering bertemu dengan Auretta. Meskipun demikian, Auretta tidak menyukai hal itu. Namun, ia memiliki perasaannya itu tidak salah.
Auretta tetap berjalan, tanpa menoleh sedikitpun pada Semesta. Sepertinya, gadis itu sudah terlanjur kesal padanya. Akan tetapi, melihat Auretta seperti itu membuatnya senang. Bagai mendapatkan hiburan dalam hidupnya.
"Bisa-bisa tuh cowok ngomong kayak gitu. Emang dia prediksi apa? Sok tau banget, sih!" Auretta menggerutu sambil terus berjalan meninggalkan area taman belakang sekolah.
Tanpa sengaja, ia seperti melihat Javian sedang berjalan bersama gadis lain. Akan tetapi, Auretta sedikit tidak yakin. Sehingga, ia memilih untuk tetap melanjutkan perjalanan menuju kelas sebelum jam istirahat selesai. Ia sudah cukup banyak membuang waktu gara-gara Semesta.
"Kayaknya, gue salah liat, deh. Nggak mungkin Kak Javian pergi sama cewek lain. Kalo pun iya, biasanya dia bilang ke gue dulu." Auretta tetap melangkah, berpikir bila itu bukanlah Javian. Karena, kekasihnya itu selalu memberitahu bila akan melakukan sesuatu. Apalagi jika berhubungan dengan gadis lain. Pasti, akan meminta izin. Setidaknya, mengirim pesan pada Auretta. Namun, nyatanya tidak ada notifikasi yang datang ke ponsel Auretta dari Javian.
Auretta memang cukup percaya pada Javian. Karena, selama ini kekasihnya tidak pernah bertindak macam-macam. Sehingga, tak perlu khawatir bila Javian akan berselingkuh atau hal buruk lainnya.
πππ
Kini, Javian sudah berada di tempat cukup sepi. Tidak jauh dari gudang belakang sekolah. Ia memang memilih tempat yang tidak terlalu diketahui banyak orang. Karena, ia ingin berbicara penting dengan Caramel.
Caramel menghela napas, berharap bisa lancar saat mengobrol dengan Javian.
"Gue nggak akan lama-lama kok ajak lo ngobrol, Jav." Caramel memulai pembicaraan, ia berada di depan Javian. Berbicara empat mata.
Javian mengangguk, sebenarnya masih bingung apa yang akan dibicarakan oleh Caramel. Karena, ia merasa sudah tidak terlalu banyak memiliki urusan dengan gadis itu. Meskipun, dulu pernah sangat mencintai Caramel. Hanya saja, sekarang perasaan itu sudah mulai hilang. Lagipula, ia sudah memiliki sosok kekasih baik hati sekaligus perhatian seperti Auretta.
"Gue cuma mau nanya, lo beneran udah nggak ada perasaan apapun sama gue, Jav? Soalnya,--"
Javian membelalakkan matanya kaget dengan perkataan tiba-tiba dari Caramel. Tidak seharusnya, gadis itu menanyakan hal seperti itu padanya yang sudah jelas memiliki kekasih. "Kayaknya, itu udah nggak perlu dikatakan lagi. Gue emang pernah suka sekaligus jatuh cinta sama lo. Bahkan, mungkin ditahap cinta banget. Tapi, lo nggak kayak nggak bisa lepas dari Semesta. Padahal, kalian cuma sahabatan. Gue rela musuhan sama Semesta demi lo. Semuanya percuma, lo nggak bisa lepasin salah satunya. Lo mau dua-duanya."
Caramel memberanikan menatap Javian. Ia sadar belum apa yang diucapkan cowok itu semua benar. Namun, ia memang tidak mau kehilangan Javian maupun Semesta. Karena, keduanya sangat penting dalam hidupnya. "Gue minta maaf, harusnya gue nggak egois waktu itu. Tapi, lo harus tau kalo gue juga sebenarnya punya perasaan sama lo waktu itu. Cuma,--"
"Nggak mau kehilangan salah satu antara gue sama Semesta, kan? Jadi, mending nggak usah dibahas lagi. Lagipula, gue udah punya pacar sekarang. Tolong... Jangan ganggu hubungan gue sama Auretta." Javian berusaha memberitahu serta memperingatkan Caramel. Takut, bila gadis itu akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginannya.
Caramel memegang tangan Javian, matanya mulai berkaca-kacanya. Air matanya mulai turun ke pipi tanpa diminta. Membuat, Javian sedikit berempati pada gadis yang pernah dicintainya itu. "Gue tahu mungkin sekarang udah terlambat. Tapi, gue cuma mau bilang tentang perasaan yang sebenarnya ke lo."
"Gue ngerti, tapi--"
"Gue tahu, kalo lo sebenarnya nggak benar-benar cinta sama Auretta, kan? Soalnya, gue liat nggak ada tatapan cinta di mata lo buat Auretta sejauh ini." Caramel memotong perkataan Javian. Lalu, mengungkapkan apa yang dilihatnya tentang Javian bila sedang bersama Auretta.
Javian terdiam, kenapa Caramel bisa berpikir seperti itu tentang perasaannya pada Auretta. Padahal, ia selalu berusaha menunjukan rasa kasih sayangnya kepada gadis yang kini menjadi kekasihnya. "Gue sayang banget sama Auretta."
Caramel tersenyum sedikit sinis, tahu bila Javian memang memiliki rasa sayang pada Auretta. Namun, itu bukan perasaan cinta. Sehingga, ia cukup yakin bila masih ada tempat untuknya di hati Javian. Atau, malah masih ada namanya di sana. "Mungkin iya kalo ada rasa sayang dari lo ke Auretta. Tapi, sebuah hubungan nggak cuma butuh kata sayang. Harus ada getaran cinta dirasakan pada pasangan."
Javian kembali terdiam, sedikit memikirkan perkataan Caramel. Akan tetapi, ia tak mungkin membiarkan kata-kata Caramel mempengaruhinya. Meskipun, mungkin memang benar hubungannya bersama Auretta sejak awal tidak dilandasi cinta.
"Apa jangan-jangan dari awal lo nggak punya perasaan khusus ke Auretta. Malah, mungkin cuma kasihan ke dia. Soalnya, lo jadian sama dia pas masih punya perasaan ke gue. Nggak mungkin, waktu itu lo dengan mudah ngilangin perasaan cinta ke gue." Caramel terus meluapkan pemikirannya, membuat Javian tak habis pikir kenapa gadis itu terus berbicara hal yang bisa menjadi boomerang bagi mereka.
Javian menghela napas, sembari memperhatikan kondisi Caramel. Gadis itu sudah cukup banyak mengeluarkan air mata di sana. Hatinya tanpa terasa ikut merasakan sesak serta kesedihan Caramel. Rasa kecewa memang pernah dirasakan Javian pada Caramel. Namun, tidak dipungkiri sampai saat ini Caramel masih menjadi bagian dari hidupnya. Sehingga, ia cukup bersimpati maupun empati pada gadis itu.
"Jujur kalo lo masih punya perasaan sama gue kan? Terus, lo jadian sama Auretta karena kasihan liat nasib buruk dia. Soalnya, gue tahu kalo kondisi keluarga Auretta cukup buruk. Gue yakin, lo cuma kasihan sama dia. Makanya, mau pacaran sama Auretta." Caramel memang sengaja mengatakan itu. Karena, ia tidak mengetahui info itu benar atau tidak. Ia mengetahuinya dari Angel.
Javian terdiam, bingung harus berkata apa. Karena, memang kondisi Auretta waktu itu sedang tidak baik saat pertama kali bertemu. Namun, ia tak menyangka bila Caramel tahu kondisi keluarga Auretta tidak baik.
Caramel menyunggingkan senyum, sadar bila tebakannya benar. Sejak awal, hubungan Auretta dengan Javian memang tidak dilandasi cinta. Bahkan, mungkin hubungan itu tercipta karena rasa kasihan. "Udah nggak perlu dijawab, Jav. Semuanya udah keliatan jelas, lo diam artinya lo emang cuma kasihan sama Auretta. Makanya, terima cinta cewek itu. Dan, sampai sekarang pun perasaan lo masih buat gue."
"Bukan gitu, tapi tolong jangan kasih tau siapapun tentang masalah keluarga Auretta." Javian tidak mengelak, itu semakin membuat Caramel percaya dengan apa yang diketahuinya. Sebenarnya, ia tidak benar-benar mencari informasi detail tentang Auretta. Hanya saja, ia tahu bila Auretta bukanlah adik kandung Januar. Soal ia mengetahui masalah keluarga asli Auretta ia sedikit mengarang. Karena, ia pikir pasti kondisi Auretta tidak baik-baik saja sampai harus tinggal bersama Januar.
"Lo harus akuin kalo masih punya perasaan sama gue. Walaupun, sekarang udah punya pacar." Caramel seperti mengancam Javian. Meskipun, ia tidak mengetahui info keluarga Auretta dengan jelas. Lagipula, ia tidak berniat mencari masalah keluarga orang lain. Ide itu diberikan oleh Angel untuk dirinya. Ternyata, saran dari Angel cukup berhasil.
Javian menghela napas, lalu menganggukkan kepalanya. Karena, memang sebenarnya masih memiliki perasaan cinta pada Caramel. Ia sudah berusaha menghilangkannya. Namun, ternyata tidak semudah itu melakukannya. Bahkan, sampai kini ia sudah memiliki kekasih. "Iya. Gue masih punya perasaan sama lo, Caramel. Tapi, gue nggak bisa pacaran sama lo. Soalnya, gue udah punya pacar."
Caramel tersenyum, lalu memeluk Javian karena merasa senang. Ternyata, Javian masih memiliki perasaan padanya. Meskipun, dirinya tidak bisa berpacaran dengan Javian. Lantaran, cowok itu sudah berpacaran dengan Auretta. Adik kelas Caramel.
Dari kejauhan, seseorang tersenyum sembari mengacungkan jempol. Angel. Ya, sedari tadi Angel diam-diam merekam semua percakapan yang terjadi diantara Javian dengan Caramel. Ia tersenyum puas, rencananya berjalan lancar dan berhasil.
Gue emang pinter, ini bisa jadi bahan berita paling heboh minggu ini. Terima kasih, Caramel. Karena, kebodohan lo sangat menguntungkan buat kerjaan gue. Javian juga bodoh. Percaya aja, sama cerita karangan Caramel tentang keluarga Auretta. Padahal, ia hanya asal memberi info kepada Caramel.
Merasa sudah cukup puas mendapatkan kepastian dari Javian. Kini, Caramel pergi meninggalkan Javian untuk bertemu dengan Angel. Ingin mengucapkan terima kasih karena sudah membantu dirinya.
Pun, Javian meninggalkan tempat itu untuk kembali ke kelasnya. Ia harap, tidak ada yang melihat atau mengetahui pertemuan serta pembicaraannya dengan Caramel. Karena, ia sadar itu mungkin akan menjadi masalah dikemudian hari. Terlebih, bila Auretta maupun Januar mengetahui hal itu. Karena, Januar sudah memberi kepercayaan untuk tidak membuat Auretta kecewa. Itu bisa berpengaruh pada kesehatan Auretta. Kekasih.
Javian terus berjalan sembari melamun memikirkan beberapa kemungkinan bisa terjadi. Akan tetapi, mungkin hal itu hanya ketakutannya saja. Karena, ia yakin tadi tidak ada orang mengetahui percakapannya dengan Caramel. Tempat itu cukup sepi. Ia juga mempercayai Caramel tidak akan membongkar pembicaraan tadi.
Tanpa sengaja, Javian menabrak sosok Semesta dari belakang karena tidak fokus pada jalan. Membuat Semesta mengerutkan keningnya. Berpikir seperti ada hal berat yang dipikirkan oleh teman sekelasnya itu. Namun, itu bukan merupakan urusannya.
"Lain kali, memutar hati-hati." Semesta menoleh seraya menatap Javian yang terlihat seperti bingung.
"Sori... Gue tadi lagi gak fokus. Jadi, nabrak lo dari belakang." Javian meminta maaf dengan tulus pada Semesta.
Akan tetapi, hal itu justru terlihat agak aneh bagi Semesta. Karena raut wajah Javian seperti orang bingung.
Kayak ada yang aneh. Dia kenapa, ya? Nggak biasanya, dia diam gitu pas ketemu gue.
- Akan Dilanjutkan -