πππ
Terkadang niat baik kita belum tentu bisa diterima orang lain. Bahkan, bisa saja disalahartikan. Namun, tidak ada salahnya kita terus menyebarkan kebaikan. Karena, itu akan merugikan kita. Justru, bisa membuat kita merasa bahagia. Terlebih, jika didasari keikhlasan.
πππ
Lucu.
Semesta mulai melangkah mendekat ke arah kerumunan. Tak tega melihat tingkah Auretta yang tidak didengar serta pedulikan siswa maupun siswi yang ada di depan papan pengumuman.
"Minggir, minggir, minggir." Semesta perlahan masuk ke dalam kerumunan, sembari mendapatkan jalan untuk ke arah papan pengumuman. Siswa serta siswi, mulai menyingkir ke samping saat Semesta meminta ruang. Niat Semesta, ingin memberi ruang Auretta untuk bisa mendekat ke arah papan info. Agar, gadis itu dapat membaca informasi yang ada di sana.
Auretta terdiam, melihat apa yang sudah terjadi di depannya. Sedikit bingung, kenapa Semesta seperti sangat dipatuhi serta hormati siswa dan siswi. Padahal, menurutnya Semesta terlihat menyebalkan. Namun, justru murid-murid di sana seperti terhipnotis sekaligus patuh pada cowok itu.
"Buruan sini, bukannya lo pengin tau ada pengumuman apa di sini?" Semesta menatap sembari mengajak Auretta mendekat ke arahnya. Tahu, bila gadis itu sedari tadi mencoba mencari celah untuk sampai di depan papan info. Akan tetapi, tidak memiliki kesempatan.
Auretta masih diam, karena tak tahu dialah orang yang dimaksud oleh Semesta. Sehingga, membuat Semesta menghela napas lalu berjalan menghampirinya.
"Mau ngapain?" Auretta bingung, kenapa Semesta justru mendekat serta menghampirinya.
Semesta tak habis pikir, dengan tingkah Auretta. Kemudian, tanpa aba-aba ia menarik tangan Auretta untuk ikut bersamanya menuju papan pengumuman. Semesta melakukan itu, karena mungkin Auretta tidak mengerti kodenya sedari tadi.
"Ngapain narik-narik tangan gue kayak tadi? Nggak sopan banget!" Auretta merasa kesal, telah ditarik paksa oleh Semesta tanpa persetujuannya.
Semesta menghela napas, berusaha sabar menghadapi Auretta. "Gue bawa lo ke sini, biar nggak perlu capek lompat-lompat kayak tadi. Sekarang lo bisa lihat apa yang ada di mading dengan jelas."
Auretta mulai paham, dengan tindakan yang sudah dilakukan Semesta. Sebenarnya baik, tapi sedikit tidak membuat Auretta nyaman. "Lain kali, nggak perlu pake tindakan kasar dong. Kan, bisa bilang baik-baik."
Tanpa diduga, Semesta tiba-tiba mengacak-acak rambut Auretta sembari tersenyum. "Dari tadi gue udah coba ajak lo ngomong. Tapi, lo nya nggak sadar. Jadi,--"
Auretta diam serta kaget dengan perlakuan dari Semesta. Entah kenapa, seperti ada sesuatu yang membuatnya menjadi kaku.
"Ada apa, nih?" Javian tiba-tiba muncul di sana, lalu tatapan beralih serta fokus pada tangan Semesta yang masih berada di kepala Auretta.
Seperti mengerti pandangan mata Javian. Semesta justru tersenyum, lalu mengelus kepala Auretta dengan lembut. "Gue cuma bantu cewek lo aja, kok."
Javian tahu, bila Semesta sengaja melakukan hal itu di hadapannya. Agar, dirinya meluapkan emosi karena cemburu. Akan tetapi, ia harus bisa menahan amarah.
Seperti paham situasi, Auretta bergeser menjauh dari Semesta. Lalu, ia mendekat ke arah Javian. Kekasihnya. Ia harap, Javian tidak salah paham dengan kondisi yang ada.
"Kamu nggak diapa-apain sama dia, kan?" Javian mulai berbicara, dengan tatapan lembut memastikan keadaan Auretta. Kekasih.
"Nggak apa-apa, kok. Terus, aku harap kamu nggak salah paham liat kejadian tadi. Soalnya,--" Auretta sedikit berbisik pada Javian.
Javian mengangguk, ia percaya bila Auretta tidak akan mudah terpengaruh dengan Semesta.
"Oke. Lain kali, nggak usah berurusan sama dia lagi, ya?" Javian sembari mengelus kepala Auretta dengan lembut. Kali ini, sengaja melakukannya di depan Semesta. Agar, cowok itu sadar bila dirinya baik-baik saja. Tidak merasa cemburu dengan apa yang sudah dilihat sekaligus terjadi.
Semesta tersenyum, tak sama sekali terpengaruh dengan apa yang dilakukan Javian. Lagipula, ia memang hanya ingin melihat reaksi Javian saat melihat Auretta dekat dengannya.
Auretta mengangguk, serta tersenyum seraya mendongak ke arah Javian yang lebih tinggi darinya. "Oke. Itu juga, tadi dia tiba-tiba narik aku."
"Kalo gitu, mending sekarang aku anterin kamu ke kelas, ya. Bel masuk bentar lagi bunyi." Javian menggenggam tangan Auretta dengan erat, lalu melangkah meninggalkan area papan pengumuman.
Auretta menuruti permintaan Javian, melangkah menuju ke arah kelasnya. Sudah tidak tertarik dengan pengumuman pada papan info. Karena, itu sudah tidak penting lagi baginya.
Kini, Auretta sudah berada di kelasnya. Javian mengantar gadisnya itu sampai dalam kelas. Sedikit menjadi pusat perhatian.
"Kayaknya, kita bakalan terbiasa liat pemandangan mesra yang dilakuin sama mereka berdua, deh." Salah satu siswi teman kelas Auretta, mulai berkomentar.
"Benar kata lo, tapi baru kali ini liat Kak Javian bucin banget sama cewek. Pantas aja, selama ini nggak pernah tergoda sama cewek sekolah ini. Karena, dia udah punya pacar." Siswi lain, ikut berbicara sembari sedikit melirik ke arah Auretta yang masih bersama Javian.
"Nggak usah didengerin. Nanti, fokus saja sama pelajaran yang ada. Hm ... Nanti pulangnya bareng aku, ya. Kan, dari kemarin aku belum sempat anterin kamu pulang." Javian sembari mengelus kepala Auretta dengan lembut. Tidak peduli dengan berbagai tatapan yang ada di sana.
Auretta tersenyum, seraya mengangguk pada Javian. Perasaannya bahagia, bisa mendapatkan perhatian ekstra dari kekasihnya. Karena, dari dulu keduanya memang menjalani hubungan berbeda sekolah. Meskipun, masih dalam satu kota. Akan tetapi, cukup jarang bertemu satu sama lain. Meskipun, jarangnya hanya berkisar beberapa kilometer saja. "Oke. Nanti tungguin aku di parkiran aja. Nanti aku yang samperin kakak."
"Oke. Kalo gitu, aku pergi dulu, ya. Semangat belajarnya." Javian melambaikan tangan sembari melangkah meninggalkan kelas Auretta.
πππ
"Kayaknya lo ada rasa ketertarikan sama ceweknya Javian deh, Ta. Soalnya, tadi gue liat lo perhatian banget sama tuh cewek." Hansean mulai berbicara, mengingat tindakan manis yang dilakukan Semesta kepada Auretta.
Semesta menyunggingkan senyum. "Masa, sih? Padahal, tadi gue cuma niat bantu dia. Soalnya, dia kayak lagi kesusahan. Kasihan aja, liat tuh cewek harus lompat-lompat mau liat ke mading."
"Tapi, sikap lo ke tuh cewek terlalu manis. Walaupun, emang lo baik ke semua orang. Tapi, tadi sampai harus elus-elus kepala beda dari biasanya. Keliatan naksir nya tau nggak, sih, Ta." Haikal juga merasa ada yang berbeda pada Semesta. Terlebih, perlakuan Semesta yang cukup manis dengan Auretta.
"Perasaan kalian aja kali. Padahal, menurut gue biasa aja nggak ada yang istimewa atau berlebihan." Semesta seperti biasa, selalu menampilkan senyum manis. Dia emang menarik, sih. Nggak cuma itu, kayak lucu ada sesuatu yang bikin gue tertarik.
"Tuh cewek cantik, sih. Cuma, sayangnya udah punya cowok. Dan, ternyata pacar Javian." Harlan sadar, bila Auretta memang menarik. Namun, gadis itu sudah memiliki kekasih. Itu tidak etis untuk dikejar maupun dapatkan.
Semesta memang terkenal mudah menjadi pusat perhatian serta mendapatkan apa yang diinginkan. Namun, kali ini cowok itu terlihat tertarik dengan apa yang sudah menjadi milik orang lain.
"Niat gue beneran cuma nolong tuh cewek. Nggak lebih dari itu, kok." Itulah alasan yang keluar dari mulut Semesta. Dari awal, memang benar apa yang dikatakan cowok itu. Namun, tidak tahu ke depannya akan seperti apa. Karena, takdir tidak ada yang tahu.
Haikal, Hansean, serta Harlan mengangguk paham bila sekarang mungkin Semesta masih batas menolong. Akan tetapi, dari tatapan serta perlakuan cowok itu sudah terlihat ada rasa ketertarikan pada Auretta.
Mereka harap, tidak akan ada masalah kesalahpahaman maupun pertengkaran terjadi. Agar, tidak mengulangi kejadian di masa lalu. Meskipun, sebenarnya bisa diperbaiki. Namun, sepertinya masih susah memperbaiki keadaannya.
"Pokoknya, kalian nggak usah khawatir bakalan ada sesuatu terjadi." Semesta berusaha menyakinkan bila tidak akan terjadi hal buruk. Tahu, ketiga sahabatnya tak mau ada permasalahan lagi.
"Oke."
Setelah pembicaraan itu, mereka kembali ke kelas untuk melanjutkan belajar. Karena, mereka tidak boleh terlalu berpikir berlebihan. Itu akan berdampak buruk. Bisa mempengaruhi beberapa hal dalam hidup. Sehingga, akan lebih baik menjalani hidup seperti air mengalir.
Sesampai di kelas, Semesta seperti biasa duduk pada bangkunya. Diam-diam, ia memperhatikan Javian yang selalu terkesan dingin. Karena, dulu sempat ada permasalahan personal diantara keduanya. Sehingga, membuat persahabatan mereka renggang.
Sejujurnya, Semesta tak pernah ingin memiliki masalah dengan Javian. Hanya saja, ternyata takdir membuat mereka sedikit jauh. Padahal, semua masalah bisa diselesaikan. Namun, sepertinya ada rasa gengsi menyelimuti keduanya. Sehingga, sampai sekarang hubungan mereka belum membaik.
Memang terkadang dalam hidup, ada aja sesuatu yang menyebabkan masalah. Padahal, hal itu bisa dibilang cukup sepele. Namun, ego manusia tidak bisa diduga.
Pun, sebenarnya Javian tak berniat bermusuhan dengan Semesta. Hanya saja, keadaan membuatnya merasa masih kesal serta kecewa pada Semesta. Padahal, Semesta tidak sepenuhnya bersalah. Mungkin, dulu salah situasi yang ada. Sehingga, membuat keduanya tanpa sadar saling menyalahkan satu sama lain. Seharusnya, tidak perlu sampai ada permusuhan diantara keduanya.
Ingin memperbaiki hubungan persahabatan itu. Namun, sudah tidak mudah dilakukan. Akan tetapi, mungkin suatu hari nanti semua akan bisa diperbaiki seiring berjalannya waktu.
Padahal, bila Semesta serta Javian masih bersahabat. Mungkin, akan bisa menjadi perpaduan sempurna. Bagaimana tidak, kedua cowok itu sama-sama mempunyai prestasi cemerlang. Bahkan, peringkat mereka hampir setara.
πππ
Pulang sekolah. Sesuai rencana, Javian menunggu kedatangan Auretta untuk pulang bersama. Sebelumnya, Auretta sudah meminta izin pada Januar tidak jadi pulang bersamanya. Karena, akan pulang dengan Javian. Kekasihnya.
"Sori, Kak. Udah nunggu lama, ya?" Auretta tersenyum, seraya berbicara pada Javian.
"Nggak, kok. Baru beberapa menit aja, nggak perlu khawatir. Kalo gitu, kita langsung pulang. Atau, mungkin mau pergi kemana dulu?" Javian memastikan mungkin ada sesuatu yang diinginkan oleh Auretta. Agar, dia bisa mengabulkannya.
Auretta menggelengkan kepalanya, karena sudah berkata akan langsung pulang pada Januar. Kakaknya. Tak mau sampai membuat orang rumah khawatir padanya. "Nggak usah, kak. Langsung pulang ke rumah aja. Kapan-kapan, kalo aku pengin pergi baru deh bilang ke kakak. Itu juga kalo nggak keberatan maupun ngerepotin kakak."
"Oke. Aku siap kapanpun kamu butuh. Pokoknya, bilang aja kalo mau pergi jalan-jalan, ya. Jangan sungkan, kita juga butuh waktu bareng." Javian akan berusaha membahagiakan Auretta. Termasuk, dengan mengabulkan keinginan gadisnya itu.
"Makasih, kak." Rasanya ingin memeluk Javian. Namun, Auretta teringat masih berada di tempat umum.
Dari kejauhan, Semesta tanpa sadar memperhatikan interaksi Javian dengan Auretta. Ia tersenyum, bisa melihat kebahagiaan orang lain. Hanya saja, ia seperti merasakan akan sesuatu hal yang mungkin akan mengubah senyuman sekaligus kebahagiaan yang ada sekarang.
"Woi! Kita jadi pulang bareng kan, Ta?" Tiba-tiba, Semesta merasakan sebuah tepukan pada bahunya. Kemudian, ia menoleh ke arah orang itu. Caramel.
"Hm... Iya, Car."
"Oke."
- To Be Continue -