Loading...
Logo TinLit
Read Story - XIII-A
MENU
About Us  

Bagaikan palu godam yang menghantam tanpa ampun, serangkaian kata dilontarkan oleh kepala sekolah dengan logatnya yang medok. Tatapan pria gendut itu tajam, sampai di bawah hidung, kumis tebalnya berkedut sesekali diikuti tarikan napasnya yang panjang dan kasar.

Pria itu membuka map biru seraya mengeluarkan secarik kertas menyakitkan, kemudian meletakkan di atas meja. “Setelah mempertimbangkan semua bukti dan masukan dari pihak terkait…” Ia berhenti sejenak, menatap Atha di hadapannya dengan tatapan kecewa. “Kami memutuskan bahwa Athariel Pradana tidak dapat dinyatakan lulus tahun ini.”

Sang ibu yang duduk di samping kanan Atha menarik napas tajam. Sedangkan, ayahnya langsung bersuara, nadanya bergetar menahan emosi. “Anak saya ranking dua paralel sejak kelas sepuluh, Pak. IP rapornya konsisten. Bahkan rekomendasi beasiswa sudah keluar. Dan sekarang Anda bilang—”

“Kami tidak hanya melihat nilai, Pak Pradana,” potong kepala sekolah, nadanya masih datar, nyaris sinis. “Ada insiden yang tidak bisa kami abaikan.”

Atha menatap ke bawah. Kata itu lagi: insiden. Satu kata yang menyimpan begitu banyak versi cerita, tapi tak satu pun datang darinya.

“Curang dalam ujian nasional, itu tidak bisa kami toleransi,” lanjut kepala sekolah, kini mengarah langsung pada Atha yang masih tertunduk. “Penjebakan dan plagiasi karya ilmiah milik orang lain adalah salah satu tindakan kriminal di dunia pendidikan dan kesusastraan, dan itu semua sudah beredar di media sosial sekolah. Bukti nyata sudah kami kumpulkan dari berbagai pihak…”

“Tapi kalian nggak pernah tanya ke aku langsung,” ucap Atha pelan, hampir tanpa nada. “Kalian ambil semua versi, kecuali versiku.”

Ibunya menoleh cepat, seperti tak menyangka Atha akhirnya bicara. Ayahnya mengepalkan tangan. Kepala sekolah hanya menghela napas.

“Justru itu masalahnya, Atha. Kamu tidak pernah menyangkal apa pun. Kamu hanya diam. Sekolah tak bisa membela siswa yang tidak mau membela dirinya sendiri.”

Atha menahan tatapannya agar tidak retak. Tidak di sini. Tidak sekarang.

“Ada alternatif yang bisa diambil,” lanjut kepala sekolah sambil menyodorkan secarik kertas lainnya dari dalam map biru. “Program remedial lanjutan. Satu tahun tambahan. Di Kelas 13. Di sana, kamu bisa perbaiki nilai … dan mungkin juga reputasi.”

Ibunya menoleh penuh harap. “Jadi … kalau anak saya ikut itu, dia masih bisa lulus?”

Kepala sekolah mengangguk kecil. “Setelah satu tahun. Dengan catatan: dia benar-benar berubah.”

“Dan kalau tidak?” tanya sang ayah.

“Berarti keluar dari sistem. Tanpa ijazah. Tanpa peluang kuliah formal. Secara legal, berhenti sekolah. Kecuali, mengulangnya lagi sampai tiga kali kesempatan terpakai habis.”

Ruangan itu kembali tenggelam dalam diam. Jam dinding berdetak seperti menyindir—waktu terus jalan, bahkan untuk mereka yang tersisih.

***

Lorong sekolah terasa lebih panjang dari biasanya. Langkah Atha menggema menyusuri jalur yang dulu menjadi saksi kejayaannya—sertifikat di mading, pidato-pidato di podium, tatapan penuh kekaguman dari guru-guru dan siswa lain. Semua itu kini menjadi siluet, bayangan kabur yang menjauh setiap kali ia mencoba menggapainya kembali.

Ia berbelok ke area belakang sekolah. Melewati gudang olahraga yang berkarat, halaman kecil penuh rumput liar, dan tangga beton dengan retakan samar di ujungnya. Satu-satunya tempat di sekolah yang tak pernah masuk dalam brosur penerimaan siswa baru.

Hingga akhirnya, ia berdiri di depan sebuah bangunan tua berwarna abu pudar. Catnya mengelupas. Jendela kayunya tertutup tirai usang. Di atas pintunya tergantung papan kayu kusam yang hampir jatuh, tulisannya nyaris hilang dimakan cuaca:

KELAS 13

Program Remedial Lanjutan

Tidak pernah disebut di upacara. Tidak muncul di daftar kelas resmi. Tak pernah dikunjungi oleh pengawas sekolah atau wali murid. Tempat bagi siswa yang ingin dilupakan—atau dipaksa untuk hilang.

Atha menatap papan itu cukup lama. Ada sesuatu yang menyesakkan di dadanya, tapi ia tidak tahu apa—marah? Malu? Atau mungkin perasaan lebih mengerikan: kalah.

Tangannya menyentuh gagang pintu. Dingin. Sedingin tatapan orang-orang yang dulu memujanya.

Dulu mereka panggil gue jenius, pikirnya lirih. Satu kesalahan, dan semua orang sibuk nyari alasan buat nendang gue ke bawah!

Ia menutup mata sejenak, lalu menarik napas panjang dan mendorong pintu.

How do you feel about this chapter?

1 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • eagleon

    arrghhhhh. aku bacanya ikut frustrasiiiiiii

    Comment on chapter BAB 3: TIDAK LAYAK BERTAHAN
  • eagleon

    orang-orang itu lucu, ya? pas seseorang masih di atas, sibuk ngejilat. giliran orangnya jatuh ke bawah, sibuk nginjek2.
    hadehhh

    Comment on chapter BAB 2: MUAK
Similar Tags
Our Tears
3064      1361     3     
Romance
Tidak semua yang kita harapkan akan berjalan seperti yang kita inginkan
Finding the Star
1328      954     9     
Inspirational
"Kamu sangat berharga. Kamu istimewa. Hanya saja, mungkin kamu belum menyadarinya." --- Nilam tak pernah bisa menolak permintaan orang lain, apalagi yang butuh bantuan. Ia percaya kalau hidupnya akan tenang jika menuruti semua orang dan tak membuat orang lain marah. Namun, untuk pertama kali, ia ingin menolak ajakan Naura, sahabatnya, untuk ikut OSIS. Ia terlalu malu dan tak bisa bergaul ...
Katamu
3059      1163     40     
Romance
Cerita bermula dari seorang cewek Jakarta bernama Fulangi Janya yang begitu ceroboh sehingga sering kali melukai dirinya sendiri tanpa sengaja, sering menumpahkan minuman, sering terjatuh, sering terluka karena kecerobohannya sendiri. Saat itu, tahun 2016 Fulangi Janya secara tidak sengaja menubruk seorang cowok jangkung ketika berada di sebuah restoran di Jakarta sebelum dirinya mengambil beasis...
Penerang Dalam Duka
928      521     2     
Mystery
[Cerita ini mengisahkan seorang gadis bernama Mina yang berusaha untuk tetap berbuat baik meskipun dunia bersikap kejam padanya.] Semenjak kehilangan keluarganya karena sebuah insiden yang disamarkan sebagai kecelakaan, sifat Mina berubah menjadi lebih tak berperasaan dan juga pendiam. Karena tidak bisa merelakan, Mina bertekad tuk membalaskan dendam bagaimana pun caranya. Namun di kala ...
MANITO
1363      934     14     
Romance
Dalam hidup, terkadang kita mempunyai rahasia yang perlu disembunyikan. Akan tetapi, kita juga butuh tempat untuk menampung serta mencurahkan hal itu. Agar, tidak terlalu menjadi beban pikiran. Hidup Libby tidaklah seindah kisah dalam dongeng. Bahkan, banyak beban yang harus dirasakan. Itu menyebabkan dirinya tidak mudah berbagi kisah dengan orang lain. Namun, ia akan berusaha untuk bertahan....
DanuSA
32224      4929     13     
Romance
Sabina, tidak ingin jatuh cinta. Apa itu cinta? Baginya cinta itu hanya omong kosong belaka. Emang sih awalnya manis, tapi ujung-ujungnya nyakitin. Cowok? Mahkluk yang paling dia benci tentu saja. Mereka akar dari semua masalah. Masalalu kelam yang ditinggalkan sang papa kepada mama dan dirinya membuat Sabina enggan membuka diri. Dia memilih menjadi dingin dan tidak pernah bicara. Semua orang ...
Give Up? No!
480      326     0     
Short Story
you were given this life because you were strong enough to live it.
Gagal Menikah
4919      1646     4     
Fan Fiction
Cerita ini hanya fiktif dan karanganku semata. Apabila terdapat kesamaan nama, karakter dan kejadian, semua itu hanya kebetulan belaka. Gagal Menikah. Dari judulnya udah ketahuan kan ya?! Hehehe, cerita ini mengkisahkan tentang seorang gadis yang selalu gagal menikah. Tentang seorang gadis yang telah mencoba beberapa kali, namun masih tetap gagal. Sudut pandang yang aku pakai dalam cerita ini ...
Broken Promises
952      628     5     
Short Story
Janji-janji yang terus diingkari Adam membuat Ava kecewa. Tapi ada satu janji Adam yang tak akan pernah ia ingkari; meninggalkan Ava. Namun saat takdir berkata lain, mampukah ia tetap berpegang pada janjinya?
Dear Future Me: To The Me I'm Yet To Be
399      289     2     
Inspirational
Bagaimana rasanya jika satu-satunya tempat pulang adalah dirimu sendiri—yang belum lahir? Inara, mahasiswi Psikologi berusia 19 tahun, hidup di antara luka yang diwariskan dan harapan yang nyaris padam. Ayahnya meninggal, ibunya diam terhadap kekerasan, dan dunia serasa sunyi meski riuh. Dalam keputusasaan, ia menemukan satu cara untuk tetap bernapas—menulis email ke dirinya di masa dep...