Loading...
Logo TinLit
Read Story - Liontin Semanggi
MENU
About Us  

Binar bekerja dengan semangat. Sementara Ersa memperhatikan dari dalam mobil. Jujur ia agak takjub dengan energi yang dimiliki Binar. Bisa-bisanya manusia tidak tidur sama sekali semalaman? Dan Binar selalu seperti itu setiap hari?

Ersa mengecek ponselnya, ada pesan baru dari Wina.

'Menginap di rumah siapa, Sayang? Maaf Mama baru balas, ya. Baru bisa pegang HP. Kamu jangan lupa makan ya, Nak. Jangan lupa sholat. Mama sayang banget sama Ersa.'

Pemuda itu tersenyum menerima kata sayang dari ibunya. Wina memang selalu semanis itu. Kalau kata gen z, bahasa cinta Wina adalah word of affirmation.

Ersa menulis pesan balasan untuk Wina.

'Di rumah temen sekelas. Oke, Ma. Mama jaga kesehatan juga. Aku juga sayang Mama. Mau cepet ketemu Mama lagi.'

Ersa baru saja mengirim pesan itu. Ia serius, ia benar-benar mau segera bertemu dengan Wina lagi. Ingin menghabiskan waktu berkualitas bersama. Melepas rasa rindu yang sudah lama tertahan.

Ketika Binar selesai kerja di warung pecel tumpang, hari sudah terang benderang. Karena memang sudah jam setengah tujuh lebih.

Binar menggedor kaca jendela mobil Ersa. Ersa menurunkan jendela dengan malas.

"Kenapa, sih?" ketusnya.

"Ya udah, gue pikir lo ketiduran."

"Kan bisa ngintip aja buat lihat. Nggak harus gedor-gedor!"

Binar terkekeh. Sebenarnya wajah Binar terlihat lelah. Matanya pun sayu karena menahan kantuk. Dari dekat seperti ini, Ersa bisa melihat fisik Binar yang jika bisa bicara ... pasti sudah demo besar-besaran minta diistirahatkan.

"Gue udah di atas sepeda ini. Kalau ngintip harus turun dulu. Nanti ngulur waktu. Lo pulang aja sana ... nggak bawa seragam pasti, kan? Gue juga mau pulang dulu sebentar."

Setelah mengatakan itu, Binar bergegas mengayuh sepedanya. Binar agak ngebut, takut terlambat.

Ersa pun segera tancap gas dari sana. Bukannya ngebut, Ersa sengaja berjalan lambat. Karena ia ingin tahu ke mana arah Binar pergi. Ini semua masih berhubungan dengan rasa penasaran Ersa, yang kepo ingin tahu seberapa miskin Binar ... sampai-sampai harus punya beberapa pekerjaan paruh waktu sekaligus?

Ternyata arah rumah Binar searah dengan jalannya pulang. Jarak rumah Binar cukup jauh dari warung pecel tumpang. Sampai di rumah, Binar berlari masuk.

Ada remaja laki-laki yang menyambutnya di ambang pintu. Sudah rapi mengenakan seragam SMP. Itu pasti adiknya Binar yang diceritakan oleh Jena.

Sebenarnya rumahnya Binar tidak jelek-jelek amat kok. Standar lah seperti rumah pada umumnya. Ersa jadi kurang begitu percaya kalau Binar benar-benar miskin.

Ersa sebenarnya juga iri, Binar lelah pulang kerja ... tapi kedatangannya disambut dengan hangat oleh sang adik.

Sedangkan Ersa ... mana pernah disambut begitu setiap kali ia pulang? Siapa yang sudi menyambutnya? Paling juga Pak Hendro. Itu pun hanya sambutan sapaan formalitas.

Duh ... jadi emosi lagi Ersa. Ia buru-buru lanjut tancap gas.

Karena kondisi rumah Binar yang tidak jelek ... Ersa belum mau percaya Binar benar-benar miskin. Makanya Ersa masih belum puas menjalani misinya untuk mencoba jadi Binar.

***

Saat Ersa sampai, Damara sudah berangkat. Elang sebenarnya bersyukur karena tidak harus bertemu dengan Damara. Karena ia pasti akan kenal omel.

"Dari mana Mas Ersa? Saya kaget, datang-datang kok mobilnya Mas Ersa nggak ada. Saya cari ke dalam juga nggak ada. Saya tanya Tuan, ternyata nggak pulang semalaman." Pak Hendro benar-benar jadi satu-satunya orang yang menyambut kedatangan Ersa.

"Aku padahal udah bilang Papa, nginep di rumah temen," jawab Ersa sebelum bergegas masuk.

Ersa mandi secepat kilat. Pakai seragam juga secepatnya. Tak sempat sarapan, ia hanya menyomot 2 lembar roti tawar. Ia makan di dalam mobil.

"Harusnya besok-besok kalau nginep lagi, pulangnya lebih pagi, Mas. Nanti Mas Ersa pasti terlambat." Pak Hendro sudah duluan masuk mobil, duduk di balik kemudi.

"Iya, nanti pasti aku dihukum lagi sama Pak Sastro. Tapi jangan langsung ke sekolah deh, Pak."

"Lha terus ke mana?"

"Nanti aku kasih tahu. Jalan aja dulu."

Pak Hendro dibuat bingung dengan kelakuan Eraa yang tak biasa. Tapi ia mau tak mau harus tetap menurut.

***

Binar mana sempat sarapan. Ia pasrah disuapi oleh Pijar selama memakai sepatu di teras. Walau pun hanya sempat 3 sendok.

"Mas berangkat, Dek. Ojolnya udah Mas pesenin. Uang saku sama ongkos ojol di atas meja." Binar berlari menuju sepedanya.

"Iya, Mas. Hati-hati, ya. Semangat!"

"Kamu juga semangat!"

Binar mengayuh sepedanya secepat kilat. Ia tidak tahu bahwa aktivitasnya sejak tadi dipantau oleh Ersa dari kejauhan.

"Itu adiknya Mas Binar ya, Mas?"

"Iya kali!"

"Ganteng-ganteng ya mereka. Pasti orang tuanya bibit unggul, deh!"

Ersa tidak memberi tanggapan. Hanya menunjukkan tampang kesal.

"Mas Ersa juga ganteng kok. Ganteng pol!" Pak Hendro sadar karena Ersa kesa, sebab lelaki itu malah memuji Binar dan adiknya.

"Udah jalan sekarang, Pak. Agak ngebut aja. Keburu makin telat!"

"Harusnya Mas Binar diajak bareng aja tadi, Mas!" saran Pak Hendro.

"Idih ... ogah! Nanti dia jadi tahu aku pantau!"

Pak Hendro cengengesan. "Ya nggak apa-apa. Sekali-kali menunjukkan kepedulian sama teman itu boleh banget lho. Sering-sering malah lebih baik lagi."

"Siapa juga yang peduli sama dia? Orang aku cuma penasaran pengen tahu kesibukannya. Aku mau membuktikan kalau dia cuma tukang caper!"

"Hah? Tukang caper gimana?"

"Halah, susah jelasinnya. Pak Hendro nggak akan ngerti!"

Pak Hendro makin dibuat bingung dengan kelakuan Ersa. Lelaki itu tancap gas agak dalam, supaya anak majikannya tidak makin terlambat.

Untung Pak Hendro sudah berpengalaman. Jadi jarak tempuh ke sekolah bisa dipercepat. Walau pun pada akhirnya tetap terlambat juga.

"Wah, telat beneran, Mas!"

"Iya, udah tahu!"

Ersa buru-buru turun. Membiarkan Pak Hendro segera pergi.

"Ini lagi ... Ersa telat lagi!" Ia disambut hangat oleh Pak Sastro. "Udah sini gabung sama yang lain!"

Di depan Pak Sastro memang sudah berbaris beberapa siswa yang terlambat.

Ersa segera bergabung. Ia sedang malas berdebat. Jujur, ia ngantuk sekali.

Barusan siswa terlambat itu mendengarkan betapa mantap ceramah Pak Sastro, dengan berbagai hiasan kata mutiara.

Ersa tidak memperhatikan ucapan Pak Sastro. Matanya fokus menatap jalanan di depan. Binar belum terlihat batang hidungnya. Pasti perjalanannya masih jauh. Mengingat kecepatan sepeda pasti kalah jauh dibandingkan kecepatan mobil.

Ersa jadi ingat nasihat Pak Hendro tadi.

"Harusnya Mas Binar diajak bareng aja tadi, Mas!"

Ersa menggeleng, berusaha menepis kata-kata Pak Hendro yang terus terngiang di otaknya.

Kenapa harus diajak berangkat bersama? Toh biasanya Binar juga naik sepeda setiap hari.

Eh, tapi selain kata-kata Pak Hendro ... ada hal lain yang terus terngiang dalam otak Ersa juga.

Yaitu ketika Ersa melihat Binar disuapi oleh adiknya tadi. Sebuah keakraban antar saudara yang tak pernah Ersa rasakan. Saudara saja tak punya, kan?

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • muymuy

    Gak di next kak?

    Comment on chapter Hari Pembagian Rapor
Similar Tags
Orange Blossom
663      466     3     
Short Story
Kesepian, mimpi dan perjuangan, dua orang kesepian yang terikat dalam kesendirian, kisah yang bermula dari segelas Orange Blossom.
Bintang Sang Penjaga Cahaya
89      80     2     
Inspirational
Orang bilang, dia si penopang kehidupan. Orang bilang, dia si bahu yang kuat. Orang bilang, dialah pilar kokoh untuk rumah kecilnya. Bukan kah itu terdengar berlebihan walau nyatanya dia memanglah simbol kekuatan?
Tebing Cahaya
169      126     1     
Romance
Roni pulang ke Tanpo Arang dengan niat liburan sederhana: tidur panjang, sinyal pasrah, dan sarapan santan. Yang melambat ternyata bukan jaringan, melainkan dirinyaterutama saat vila keluarga membuka kembali arsip janji lama: tanah ini hanya pinjaman dari arang. Di desa yang dijaga mitos Tebing Cahayakonon bila laki-perempuan menyaksikan kunang-kunang bersama, mereka tak akan bersatuRoni bertemu ...
Hyeong!
227      198     1     
Fan Fiction
Seok Matthew X Sung Han Bin | Bromance/Brothership | Zerobaseone "Hyeong!" "Aku bukan hyeongmu!" "Tapi—" "Seok Matthew, bisakah kau bersikap seolah tak mengenalku di sekolah? Satu lagi, berhentilah terus berada di sekitarku!" ____ Matthew tak mengerti, mengapa Hanbin bersikap seolah tak mengenalnya di sekolah, padahal mereka tinggal satu rumah. Matthew mulai berpikir, apakah H...
Resonantia
845      599     0     
Horror
Empat anak yang ‘terbuang’ dalam masyarakat di sekolah ini disatukan dalam satu kamar. Keempatnya memiliki masalah mereka masing-masing yang membuat mereka tersisih dan diabaikan. Di dalam kamar itu, keempatnya saling berbagi pengalaman satu sama lain, mencoba untuk memahami makna hidup, hingga mereka menemukan apa yang mereka cari. Taka, sang anak indigo yang hidupnya hanya dipenuhi dengan ...
Rania: Melebur Trauma, Menyambut Bahagia
366      279     0     
Inspirational
Rania tumbuh dalam bayang-bayang seorang ayah yang otoriter, yang membatasi langkahnya hingga ia tak pernah benar-benar mengenal apa itu cinta. Trauma masa kecil membuatnya menjadi pribadi yang cemas, takut mengambil keputusan, dan merasa tidak layak untuk dicintai. Baginya, pernikahan hanyalah sebuah mimpi yang terlalu mewah untuk diraih. Hingga suatu hari, takdir mempertemukannya dengan Raihan...
Aku Benci Hujan
7918      2209     1     
Romance
“Sebuah novel tentang scleroderma, salah satu penyakit autoimun yang menyerang lebih banyak perempuan ketimbang laki-laki.” Penyakit yang dialami Kanaya bukan hanya mengubah fisiknya, tetapi juga hati dan pikirannya, serta pandangan orang-orang di sekitarnya. Dia dijauhi teman-temannya karena merasa jijik dan takut tertular. Dia kehilangan cinta pertamanya karena tak cantik lagi. Dia harus...
Wilted Flower
570      439     3     
Romance
Antara luka, salah paham, dan kehilangan yang sunyi, seorang gadis remaja bernama Adhira berjuang memahami arti persahabatan, cinta, dan menerima dirinya yang sebenarnya. Memiliki latar belakang keluarga miskin dengan ayah penjudi menjadikan Adhira berjuang keras untuk pendidikannya. Di sisi lain, pertemuannya dengan Bimantara membawa sesuatu hal yang tidak pernah dia kira terjadi di hidupnya...
Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari
4884      2424     0     
Inspirational
Judul ini bukan hanya sekadar kalimat, tapi pelukan hangat yang kamu butuhkan di hari-hari paling berat. "Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari" adalah pengingat lembut bahwa menjadi manusia tidak berarti harus selalu tersenyum, selalu tegar, atau selalu punya jawaban atas segalanya. Ada hari-hari ketika kamu ingin diam saja di sudut kamar, menangis sebentar, atau sekadar mengeluh karena semua teras...
No Longer the Same
975      719     1     
True Story
Sejak ibunya pergi, dunia Hafa terasa runtuh pelan-pelan. Rumah yang dulu hangat dan penuh tawa kini hanya menyisakan gema langkah yang dingin. Ayah tirinya membawa perempuan lain ke dalam rumah, seolah menghapus jejak kenangan yang pernah hidup bersama ibunya yang wafat karena kanker. Kakak dan abang yang dulu ia andalkan kini sibuk dengan urusan mereka sendiri, dan ayah kandungnya terlalu jauh ...