Loading...
Logo TinLit
Read Story - Liontin Semanggi
MENU
About Us  

Panggilan ke ruang guru untuk semua ketua kelas. Ersa terpaksa harus berdiri lagi, padahal ia baru saja duduk.

Untuk menuju ke kantor guru yang jaraknya cukup jauh ... Ersa harus melewati lorong yang cukup panjang, dan juga lapangan sepak bola.

Di lapangan sedang berkeliling murid-murid yang dihukum karena datang terlambat. Ada 4 orang, yang salah satunya adalah Binar.

Ersa terus berjalan sembari memikirkan kembali obrolan mereka semalam. Yang katanya Binar tidak masalah merelakan rangkingnya, asal Ersa mau membayar SPP sekolahnya.

Ersa sebenarnya bingung ... semudah itu Binar menyerahkan prestasinya? Mana bilang bahwa tujuannya berprestasi hanya supaya bisa sekolah gratis?

Apa benar Binar semiskin itu?

Tapi kalau tidak miskin ... Binar tidak mungkin punya beberapa pekerjaan paruh waktu sekaligus, kan? Mana sekolahnya naik sepeda tua yang sudah karatan di mana-mana.

Dengan jadwal sepadat itu, apa Binar bahkan ada waktu untuk istirahat? Oh ... pantas saja kalau di kelas sering malas-malasan, bahkan tertidur. Kadang juga sering ke UKS.

Nah, malas-malasan Binar itu, yang menambah kadar kekesalan Ersa padanya. Padahal jarang memperhatikan pelajaran, tapi bisa-bisanya Binar pintar terus!

Ersa tiba-tiba berhenti melangkah. Karena ia merasa bingung. Kenapa juga tahu-tahu ia jadi memikirkan Binar?

***

Binar alamat disemprot lagi oleh Mbah Siti. Tapi tidak apa-apa. Ia mau ke rumah sakit dulu untuk menjemput Pijar, yang akhirnya sudah boleh pulang.

"Sejak kapan kamu lebih tinggi dari Mas, Dek?" Binar bingung karena Pijar tahu-tahu sudah melampaui tingginya.

"Perasaan emang dari kemarin-kemarin aku udah ngungkuli Mas Binar. Karena aku sakit, aku jadi jaga makan. Dan makan teratur tepat waktu. Makanya aku jadi tumbuh tinggi. Memangnya Mas Binar ... makan cuma kalau ingat?"

Binar tertawa. "Selain itu, kamu nurun gennya Bapak. Bapak kan tinggi banget!"

"Kalau Mas Bin jaga makan dari kecil, sekarang Mas Bin juga bisa lebih tinggi kali! Gen itu cuma ngaruh 25%. Yang penting nutrisi kudu terjaga dari kecil. Pasti gedenya tinggi!"

"Wuih ... udah cocok jadi ahli gizi kamu, Dek. Jadi sebenarnya mau jadi penulis novel apa ahli gizi?"

"Penulis novel itu kudu banyak riset, Mas. Aku banyak baca buku soal maternitas sampai buku tentang stunting juga aku baca, demi bisa kasih novel yang bagus ke pembaca."

"Cie ... yang paling totalitas! Tapi ingat, jangan lupa istirahat!"

"Nggak kebalik? Aku harusnya yang bilang gitu. Mas Bin ... jangan lupa istirahat!"

Binar tersenyum. Ya kalau bisa ia juga mau istirahat. "Tapi sebenarnya aku tuh nggak pendek, lho. Tinggi 177 cm di negara kita udah istimewa." Binar mengalihkan pembicaraan.

"Iya-iya, tinggi kok! Tapi bisa lebih tinggi seharusnya kalau makannya lebih dijaga dari dulu!"

***

Merasa bebannya sudah berkurang, Ersa membulatkan tekad untuk memulai kehidupannya yang sedikit lebih bebas. Seperti bolos dari bimbingan belajar terakhirnya.

Ia rasa 2 bimbingan belajar saja sudah cukup. Tidak perlu 3. Toh sudah tidak ada lagi yang harus ia kalahkan mati-matian.

Makanya sekarang Ersa malah asyik nongkrong di minimarket. Karena waktu itu ia batal beli sosis bakar ... malam ini ia mau menuntaskan hasratnya. Mumpung tidak ada Binar. Entah lah ke mana bocah itu.

"Sosis bakar 1, pedes sedang!" ucapnya pada Jena, sebagai satu-satunya karyawan yang kelihatan batang hidungnya.

"Masih berani makan pedes? Kemarin meringis-ringis asam lambung!" ketus Jena.

"Udah buruan bikinin apa susahnya?"

Jena benar-benar tidak bisa tahan emosi jika berhadapan dengan manusia yang satu ini. Kalau bukan pelanggan, sudah Jena tendang pasti. Lumayan sambil mengasah skill silat yang ia pelajari di ekstrakurikuler bela diri -- saat masih sekolah dulu.

Jena memutuskan untuk mulai melayani permintaan Ersa. Ersa terus memperhatikan sosis yang terlihat sangat enak. Wanginya sudah menguar menusuk hidung.

"Sa ... udah jam setengah 12, masih jajan aja lo! Bukannya jam bimbel udah mulai dari jam 11 tadi?"

Suara itu menginterupsi. Ersa tahu suaranya siapa. Sebenarnya malas menoleh. Tapi lehernya malah auto menoleh karena refleks.

Binar baru saja keluar dari ruang istirahat. Ruangan yang kemarin juga digunakan oleh Ersa untuk beristirahat. Oalah ... Binar baru saja menggunakan jatah waktu istirahatnya. Pantas saja tadi tidak kelihatan batang hidungnya.

Ersa kembali fokus pada sosisnya. Tidak menanggapi pertanyaan Binar.

"Buruan bakarnya!" Ia malah membuat Jena bekerja dengan tidak tenang.

"Sabar kenapa? Ini bakarnya harus sesuai SOP! Nggak bisa ngawur!" Jena mencak-mencak lagi.

"Halah ... bakar sosis doang pakai SOP segala!"

"Ya memang ada SOP-nya! Kalau nggak tahu makanya diem, jangan ngomong terus!"

"Karyawan macam apa lo? Nyolot terus sama pelanggan! Awas gue kirim pengaduan atas pelayanan yang nggak menyenangkan!"

Jena langsung diam karena ancaman Ersa itu. Menciptakan segaris seringai di wajah Ersa. Puas karena berhasil membuat si cewek jeger merasa keder.

"Gitu doang udah melempem!" ledek Ersa.

"Dasar cowok lamis tukang ngadu!"

"Gue bikin aduan beneran!"

"Ya udah sana buruan!"

Binar merasa dirinya menjelma sebagai maskot tawon minimarket. Ada tapi tidak dianggap. Karena Ersa dan Jena sejak tadi hanya debat berdua saja. Seakan dunia adalah tempat duel privat mereka.

Binar masuk ke area kasir, mulai stand by kembali di balik meja.

Pesanan Ersa jadi. Ersa seperti biasa bayar dengan kartu kredit.

"Bin, ini temen lo bayar!" Jena sudah tidak nafsu melayani Ersa lagi.

Ia sudah lelah, kehabisan tenaga melayani pelanggan menyebalkan seperti Ersa.

Binar menerima uluran kartu kredit dari Jena.

"Gue istirahat dulu," pamit gadis itu.

"Iya," Binar menggesekkan kartu kredit milik Ersa.

"Sekalian bayar utang yang kemarin?" tanya Binar.

"Astaga ... duit nggak seberapa tetep dibahas!"

"Nggak seberapa ya tetep duit! Coba lo cari sendiri duit segitu! Memangnya bisa?" Binar bukan bermaksud meremehkan. Hanya coba membuat Ersa sedikit mengerti. Bahwa untuk cari uang itu butuh perjuangan.

"Jangankan cari duit recehan. Cari duit gede juga gue bisa!" Seperti biasa, bukan Ersa jika tidak menjawab dengan nyolot.

Binar hanya terkekeh. "Mending lo buruan bimbel sana. Sayang, bayar mahal-mahal malah lo tinggal jajan."

"Ogah! Buat apa bikin diri sendiri menderita. Toh sekarang nggak perlu berusaha terlalu keras. Udah nggak ada yang harus dikalahin."

"Jangan bilang seterusnya lo juga nggak akan menjalani bimbel di sebelah!" Binar coba menarik kesimpulan dari ucapan Ersa barusan.

"Dah lah ... mau makan!" Ersa mengambil kembali kartunya, melenggang pergi dari Binar.

Binar seperti tidak rela membiarkan Ersa pergi. Maksudnya ... bagaimana Ersa bisa dengan mudah membolos bimbingan belajar?

"Sa ... jangan gitu, lah. Hargai keputusan orang tua lo buat ikut bimbel. Mereka bayar mahal-mahal demi kebaikan lo!"

"Lo tahu apa sih, Bin? Lo terlalu banyak ngomong!"

"Bukan gitu ... banyak orang yang mau merasakan ada di posisi lo. Tapi nggak bisa karena terhalang biaya. Harusnya lo yang jelas-jelas punya kesempatan, harus dimanfaatkan semaksimal mungkin."

"Lo tahu apa? Coba lo sehari aja jadi gue! Bakal kuat apa nggak?" Ersa berlagak seperti manusia paling menderita di dunia.

Dan itu memancing tawa seorang Binar. "Oke ... kalau gitu izinin gue jadi lo sebentar aja, sesuai dengan mau lo!"

Binar beranjak dari balik meja kasirnya. Melepaskan celemek warna merah dengan logo lebah minimarket di depannya.

"Jam segini biasanya sepi. Gue coba sebentar masuk ke sana. Karena lo nganggur ... tolong lo jaga. Pakai celemek ini. Misal ada pelanggan datang, jangan ganggu Jena. Langsung hubungi gue. Nomor gue ada di balik meja kasir!"

Binar pergi begitu saja. Meninggalkan Ersa yang berdiri mematung. Masih bingung dengan apa yang sebenarnya Binar coba lakukan?

Tapi jujur, Ersa sebenarnya tidak terlalu kesal. Sudah lama ia mau mencoba kerja part time. Dan ini lah saatnya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • muymuy

    Gak di next kak?

    Comment on chapter Hari Pembagian Rapor
Similar Tags
Premium
Beauty Girl VS Smart Girl
12974      3512     30     
Inspirational
Terjadi perdebatan secara terus menerus membuat dua siswi populer di SMA Cakrawala harus bersaing untuk menunjukkan siapa yang paling terbaik di antara mereka berdua Freya yang populer karena kecantikannya dan Aqila yang populer karena prestasinya Gue tantang Lo untuk ngalahin nilai gue Okeh Siapa takut Tapi gue juga harus tantang lo untuk ikut ajang kecantikan seperti gue Okeh No problem F...
Unframed
2187      1254     4     
Inspirational
Abimanyu dan teman-temannya menggabungkan Tugas Akhir mereka ke dalam sebuah dokumenter. Namun, semakin lama, dokumenter yang mereka kerjakan justru menyorot kehidupan pribadi masing-masing, hingga mereka bertemu di satu persimpangan yang sama; tidak ada satu orang pun yang benar-benar baik-baik saja. Andin: Gue percaya kalau cinta bisa nyembuhin luka lama. Tapi, gue juga menyadari kalau cinta...
Can You Be My D?
231      206     1     
Fan Fiction
Dania mempunyai misi untuk menemukan pacar sebelum umur 25. Di tengah-tengah kefrustasiannya dengan orang-orang kantor yang toxic, Dania bertemu dengan Darel. Sejak saat itu, kehidupan Dania berubah. Apakah Darel adalah sosok idaman yang Dania cari selama ini? Ataukah Darel hanyalah pelajaran bagi Dania?
Konfigurasi Hati
1109      651     4     
Inspirational
Islamia hidup dalam dunia deret angka—rapi, logis, dan selalu peringkat satu. Namun kehadiran Zaryn, siswa pindahan santai yang justru menyalip semua prestasinya membuat dunia Islamia jungkir balik. Di antara tekanan, cemburu, dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan, Islamia belajar bahwa hidup tak bisa diselesaikan hanya dengan logika—karena hati pun punya rumusnya sendiri.
Good Art of Playing Feeling
428      321     1     
Short Story
Perkenalan York, seorang ahli farmasi Universitas Johns Hopskins, dengan Darren, seorang calon pewaris perusahaan internasional berbasis di Hongkong, membuka sebuah kisah cinta baru. Tanpa sepengetahuan Darren, York mempunyai sebuah ikrar setia yang diucapkan di depan mendiang ayahnya ketika masih hidup, yang akan menyeret Darren ke dalam nasib buruk. Bagaimana seharusnya mereka menjalin cinta...
Love Warning
1402      669     3     
Romance
Pacar1/pa·car/ n teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih; kekasih. Meskipun tercantum dalam KBBI, nyatanya kata itu tidak pernah tertulis di Kamus Besar Bahasa Tasha. Dia tidak tahu kenapa hal itu seperti wajib dimiliki oleh para remaja. But, the more she looks at him, the more she's annoyed every time. Untungnya, dia bukan tipe cewek yang mudah baper alias...
Kaca yang Berdebu
249      198     1     
Inspirational
Reiji terlalu sibuk menyenangkan semua orang, sampai lupa caranya menjadi diri sendiri. Dirinya perlahan memudar, seperti bayangan samar di kaca berdebu; tak pernah benar-benar terlihat, tertutup lapisan harapan orang lain dan ketakutannya sendiri. Hingga suatu hari, seseorang datang, tak seperti siapa pun yang pernah ia temui. Meera, dengan segala ketidaksempurnaannya, berjalan tegak. Ia ta...
Nemeea Finch dan Misteri Hutan Annora
671      482     0     
Fantasy
Nemeea Finch seorang huma penyembuh, hidup sederhana mengelola toko ramuan penyembuh bersama adik kandungnya Pafeta Finch di dalam lingkungan negeri Stredelon pasca invasi negeri Obedient. Peraturan pajak yang mencekik, membuat huma penyembuh harus menyerahkan anggota keluarga sebagai jaminan! Nemeea Finch bersedia menjadi jaminan desanya. Akan tetapi, Pafeta dengan keinginannya sendiri mencari I...
Langit Tak Selalu Biru
149      130     4     
Inspirational
Biru dan Senja adalah kembar identik yang tidak bisa dibedakan, hanya keluarga yang tahu kalau Biru memiliki tanda lahir seperti awan berwarna kecoklatan di pipi kanannya, sedangkan Senja hanya memiliki tahi lalat kecil di pipi dekat hidung. Suatu ketika Senja meminta Biru untuk menutupi tanda lahirnya dan bertukar posisi menjadi dirinya. Biru tidak tahu kalau permintaan Senja adalah permintaan...
Kejar Mika!
3886      1304     5     
Romance
Sudah bukan rahasia lagi kalau Pinky jatuh cinta setengah mati dengan Mikail Angelo, pemuda tampan paling populer di sekolahnya yang biasa dipanggil Mika. Jungkir balik dan jatuh bangun mengejar cintanya sedari SMP, yang ia dapat adalah penolakan. Lagi, lagi dan lagi. Pantang menyerah, Pinky berjuang keras demi bisa masuk SMA yang sama dengan pemuda itu. Dan ketika ia berhasil berada di ...