Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sweet Like Bubble Gum
MENU
About Us  

Agenda penting Sora hari ini adalah menonton jalannya pertandingan taekwondo yang diikuti Rai sepulang sekolah. Sora akan ke tempat pertandingan bersama Milo.

Namun, agenda itu harus urung kala Sora mendapat telfon dari adiknya yang mengabarkan Papa pulang kerja lebih awal karena sakit.

"Kakak bisa pulang sekarang? Ayah tiba-tiba pulang cepat dan di kemeja Papa ada bekas darah, Kak. Kata Papa cuman darah mimisan biasa. Tapi kan tetap saja! Papa langsung masuk kamar."

"Kamu sudah temui Papa di kamar?"

"Sudah. Papa tiduran terus pas aku cek dahi Papa hangat, Kak."

"Kakak pulang sekarang."

Sora segera saja menemui Milo yang sudah menunggunya di parkiran. Bilang ke cowok itu kalau ia tidak bisa ikut.

"Kenapa, Ra?" tanya Milo.

Tergambar jelas raut kekhawatiran di wajah Sora, Milo melihatnya. Sora bahkan tidak bisa diam dan terus menggerakkan kakinya.

"Gue harus pulang. Papa sakit, Mil. Bilang ke Rai permintaan maaf gue yang nggak bisa hadir, ya."

Sebelum Milo menawarkan tumpangan untuk mengantarkan Sora pulang gadis itu malah sudah berlari pergi.

Sora pulang dengan ojol yang tadi ia pesan setelah mendapat telfon dari Sera. Di perjalanan pulang Sora sangat mencemaskan papanya.

Beberapa Minggu terakhir Papa memang terlihat sibuk. Papa pun masih menyempatkan menghabiskan waktu dengannya dan Sera. Sora menduga Papa tidak memiliki waktu sendiri untuk beristirahat lebih lama.

Sampai di rumah Sora meletakkan tasnya sembarangan di ruang tamu, lalu berlari ke kamar papanya di lantai satu. Di kamar Papa sudah ada Sera yang sedang berpelukan dengan Papa di ranjang.

Sora meletakkan punggung tangannya di dahi Papa dan merasakan kehangatannya yang lebih panas dari biasanya. Papa demam.

"Hangat kan, Kak?" tanya Sera pelan tak ingin menganggu papanya yang terlelap di pelukannya.

"Kakak akan kompres ketek dan dahi Papa. Kamu sudah makan siang, Ser?"

Sera menggeleng. "Belum. Papa juga belum."

"Setelah kompres Papa aku buatin sup ayam, ya?"

"Oke-oke," jawab Sera.

Saat akan keluar kamar Papa Sera melihat keranjang baju kotor Papa. Di sana ada kemeja yang Papa pakai tadi pagi, yang sudah pasti kena darah mimisan. Sora mengangkut keranjang cucian itu dan membawanya ikut keluar.

Sora menghangatkan air. Selagi menunggu air hangat Sora mencuci kemeja Papa beserta baju kotor Papa lainnya. Setelah Bi Ila tak lagi bekerja di sini, pekerjaan rumah Sora yang menghandle. Untuk cuci baju biasanya dicuci sendiri-sendiri, Sera pun sudah bisa melakukan itu. Berberes rumah kadang Sera ikut membantu.

Papa ingin menghire pembantu lagi, tetapi Sora melarangnya selagi ia masih bisa menanggani. Sora juga beralasan coba hidup mandiri.

Semua cucian sudah masuk mesin cuci. Sora kembali ke dapur dan mendapati airnya sudah mendidih. Sora menaruh air itu di baskom kecil dan ia campur dengan air dingin agar menjadi hangat.

Sora membawa baskom itu dan handuk yang baru saja ia ambil ke kamar Papa.

"Pa, bangun sebentar biar Sora kompres."

Sora membantu Papa terlentang. Tubuh Papa lemas sekali membuat Sora tidak tega.

"Biar Sera aja, Kak."

Sora tersenyum, lalu memberikan handuk yang sudah ia basahi dengan air hangat pada Sera. "Ketek sama kepala, ya. Kalau handuknya udah nggak hangat lagi kamu celup aja ke baskom terus peras."

"Oke. Aku udah ngerti kok, Kak."

Sora mencium puncak kepala adiknya. "Pintar. Kakak tinggal masak nggak pa-pa?"

"Nggak papa. Tapi kakak lebih baik ganti baju dulu."

Sora memperhatikan tubuhnya yang masih memakai seragam. Ia lupa berganti pakaian.

Selesai berganti pakaian Sora segera sibuk di dapur. Memasak sup ayam butuh waktu yang lumayan. Tapi Papa sangat suka memakan sup saat sakit alih-alih bubur.

Begitu sup ayam jadi Sora meletakkan di tiga mangkuk sedang dan membawanya ke kamar Papa dengan nampan.

"Kita makan siang dulu. Pa, kita makan yuk! Setelah makan Papa bisa tidur lagi. Asal perut Papa nggak kosong."

"Maaf Papa jadi ngerepotin kalian," ucap Papa parau.

Sora membantu menyusun bantal untuk Papa bersandar. "Nggak ada yang repot, Pa."

"Aku sedih Papa bilang gitu," balas Sera sambil memberengut.

Sora memberikan mangkuk pada Sera. "Papa mau disuapin?"

"Papa makan sendiri aja. Biar bisa makan bareng."

Sora memberikan mangkuk pada Papa dan terakhir ia mengambil mangkuk untuk dirinya sendiri.

Mereka makan siang yang sangat terlambat di kamar Papa. Papa kembali tidur setelah makan di temani Sera yang senantiasa mengompres Papa.

🍬🍬🍬

 

Sora: Milo pertandingannya gimana?

Sora: gue chat Rai nggak dibalas-balas nih.

Ingin sekali Sora menyaksikan Rai bertanding sebab ia seminggu ini selalu menyempatkan menonton Rai latihan. Ia melihat bagaimana Rai berusaha keras untuk pertandingan ini.

Namun, pada akhirnya ia tidak bisa menonton. Papa dan Sera prioritas utama baginya, tetapi bukan berarti ia tidak menyesal karena tidak menunjukkan supportnya pada Rai selama bertanding. Tapi ia akan sangat menyesal jika membiarkan papanya sakit.

Sudah banyak chat yang ia kirimkan Sora pada Rai dari petang sampai sekarang larut malam tapi tak kunjung dapat balasan. Jangankan balasan centang dua abu-abu itu belum berubah menjadi biru.

Milo: pertandingannya berjalan lancar.

Milo: Rai kalah, Ra.

Milo: mungkin dia butuh waktu sendiri.

Sora tersekat saat membaca balasan dari Milo. Di kepalanya sudah banyak pertanyaan, gimana keadaan Rai sekarang? Apa laki-laki itu baik-baik saja? Dan apakah temannya itu butuh sebuah pelukan?

Sora: tapi Rai nggak papa kan?

Sora: maksud gue nggak terluka secara fisik.

Sora: gue ngerti kok ini pasti berat buat Rai.

Sora: gagal setelah berusaha keras itu rasanya nggak enak.

Milo: dia nggak terluka.

Milo: tapi dia emang pasti down, Ra.

Milo: udah beberapa kali Rai gagal.

Milo: di pertandingan ini Rai bener-bener menaruh harapan besar.

Milo: dia berusaha sangat keras.

Milo: gue takut Rai nyalahin diri sendiri.

Milo: kebiasaan Rai yang satu itu sulit diubah, Ra.

Sora yang hanya menyaksikan kerja keras Rai aja merasa sakit akan berita kekalahan laki-laki itu. Bagaimana dengan Rai sendiri?

Tidak mudah berdamai dan menerima bahwa usaha kita tidak mendapatkan hasil seperti yang kita mau. Tidak mudah setelah berusaha keras malah dibayar dengan kegagalan. Tidak mudah membawa beban harap yang pada akhirnya beban itu menjadi kekecewaan yang begitu berat.

Sora: gue percaya Rai akan baik-baik saja.

Sora: gue percaya dia salah cowok terkuat yang pernah gue temui.

Milo: gue juga percaya Rai adalah sahabat yang paling kokoh yang gue punya.

Sora: dia akan baik-baik saja.

Sora: kita akan selalu di samping dia.

🍬🍬🍬

 

Setelah menjadi pengecut yang membolos usai kalah dalam pertarungan kini Rai kembali sekolah. Dia berangkat pagi-pagi sekali sebelum warga sekolah, kecuali Pak Akbar, satpam sekolah, yang datang.

Di kelas Rai langsung menenggelamkan kepalanya di lipatan tangannya yang bertumpu pada meja. Ia tidak ingin bertemu satu orang pun dan menjawab pertanyaan mereka yang menanyakan kegagalannya.

Ia sudah mengecewakan sekolah berkali-kali. Ia tidak menginginkan itu. Namun, sepertinya kerja kerasnya kurang. Seharusnya ia lebih giat lagi berlatih.

Rai menutup matanya membiarkan kepalanya yang ramai menyalahkan dirinya sendiri. Dari kemarin, di hari kekalahannya, kepalanya menjadi berisik.

Ia ingin berteriak dan mengalahkan suara-suara berisik itu tetapi yang ia lakukan malah terisak di bawah bantal.

Bel masuk berdering nyaring. Rai masih dalam posisinya. Ia baru menegakkan tubuhnya setelah mendengar salam dari guru yang datang.

Mata Rai menatap toples kaca berisi cookies di bangkunya. Ada sticky notes berwarna merah muda di atas tutupnya.

Makan yang banyak. Ini bukan eksperimen gue kok. Gue udah bisa buat ini sejak enam bulan lalu:))

Itulah isi dari sticky notes-nya.

Pandangan Rai beralih pada bangku nomor dua di bagian tengah di mana Sora berada. Perempuan itu juga sedang menatapnya sembari tersenyum tipis.

Hati Rai menghangat, tetapi ia tidak sanggup membalas senyum itu.

 

🍬🍬🍬

 

Di istirahat pertama Rai pergi ke taman belakang. Untuk menyendiri lagi. Walau di sana sudah anak kucing yang mengeong menyambutnya.

Rai membuka bungkus sosis yang dibawanya lalu memegangnya ke arah mulut Rachel. Ia sangat yakin anak kucing di depannya ini anak kucing yang dulu dikasih nama Rachel oleh Sora. Bulunya yang dominan hitam itulah salah satu cirinya.

"Makan, Chel," suruh Rai.

Awalnya anak kucing itu hanya menjilat-jilat sosisnya, tetapi beberapa saat kemungkinan langsung menggigitnya kecil-kecil.

Suara sepatu yang berderap dengan tanah mengalihkan perhatian Rai dari Rachel. Sora bersama ransel birunya menghampirinya.

Di dekapan cewek itu ada 3 buah dorayaki dan serenteng permen Milkita. Sora duduk di samping Rai tanpa meminta izin.

"Setelah Rachel kenyang gantian lo yang makan." Sora menaruh dorayaki dan permen Milkita yang ia bawa di pangkuan Rai.

"Gue udah makan cookies lo," balas Rai.

Sora mengedikkan bahunya. "Biar tambah kenyang."

Begitu Rachel menghabiskan sosisnya Sora langsung mengangkat kucing kecil itu ke pangkuannya. Ia elus-elus bulu Rachel.

Rai membuka bungkus dorayaki, lalu ia berikan pada Sora. "Kita sama-sama makan."

"Baiklah." Sora menerimanya. "Gue nggak sempat buat bekal tadi."

"Bokap lo gimana? Udah sembuh?" tanya Rai. Ia mendengar ayah Sora sakit dari Milo. Sahabatnya itu memberitahukan alasan Sora tidak ikut menonton pertandingannya kemarin.

Entah, Rai harus merasa lega karena Sora tidak sempat menontonnya atau tidak. Karena jika Sora menonton pasti cewek itu akan melihat kepayahannya.

Selama ini Sora menyempatkan menontonnya latihan tanpa ia minta. Menemaninya. Sora menyaksikan bagaimana kerasnya ia usaha meskipun pada akhirnya usaha itu sama sekali tidak cukup untuk meraih kemenangan.

"Udah. Sekarang masih istirahat di rumah besok baru kerja lagi."

Sora meraih satu tangan Rai dan menggenggamnya erat. Ia tahu alasan Rai menghindari orang-orang. Ia tahu betapa jauh Rai tenggelam dalam keterpurukan karena kekalahan yang harus ia terima lagi.

Tidak ada kata penghibur yang akan membuat perasaan Rai membaik. Tidak ada pujian yang bisa menjujung tinggi Rai tanpa menggores hati Rai.

Hanya berada di samping Rai yang bisa Sora lakukan. Mengatakan tidak langsung bahwa ia akan selalu ada untuk cowok itu.

Sora berdehem pelan. "Rai, lo tahu? Bahu gue ini kuat banget loh!"

Kening Rai berkerut. Terus kenapa kalau bahu Sora kuat?

"Sekali lo bersandar di sini nggak bikin gue capek kok." Sora menepuk bahunya.

Rai terkekeh. Ia mengerti sekarang. Di bahu Sora, Rai menyandarkan kepalanya. Kepalanya yang berat karena terlalu berisik dari kemarin.

Rai senang Sora tidak menghiburnya atau menanyakan soal pertandingannya.

 

[ ]

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Harapan Gadis Lavender
4235      1567     6     
Romance
Lita Bora Winfield, gadis cantik dan ceria, penyuka aroma lavender jatuh cinta pada pandangan pertama ke Reno Mahameru, seorang pemuda berwibawa dan memiliki aura kepemimpinan yang kuat. Lita mencoba mengungkapkan perasaannya pada Reno, namun dia dihantui oleh rasa takut ditolak. Rasa takut itu membuat Lita terus-menerus menunda untuk mengungkapkan perasaa...
Simfoni Rindu Zindy
2330      1401     0     
Inspirational
Zindy, siswi SMA yang ceria dan gigih, terpaksa tumbuh lebih cepat sejak ayahnya pergi dari rumah tanpa kabar. Di tengah kesulitan ekonomi dan luka keluarga yang belum sembuh, Zindy berjualan di sekolah demi membantu ibunya membayar SPP. Bermodal keranjang jinjing dan tekad baja, ia menjadi pusat perhatian terkadang diejek, tapi perlahan disukai. Dukungan sahabatnya, Rara, menjadi pondasi awal...
Hati Langit
8464      2346     7     
Romance
Ketika 2 orang teman yang saling bertukar pikiran mengenai suatu kisah sehingga terciptalah sebuah cerita panjang yang berwujud dalam sebuah novel. Buah pemikiran yang dikembangkan menjadi suatu kisah yang penuh dengan inspirasi dan motivasi dalam menghadapi lika-liku percintaan. Persembahan untuk mereka yang akan merengkuh jalinan kasih. Nani Sarah Hapsari dan Ridwan Ginanjar.
Kamu
4772      1803     1     
Romance
Dita dan Angga sudah saling mengenal sejak kecil. Mereka bersekolah di tempat yang sama sejak Taman Kanak-kanak. Bukan tanpa maksud, tapi semua itu memang sudah direncanakan oleh Bu Hesti, ibunya Dita. Bu Hesti merasa sangat khawatir pada putri semata wayangnya itu. Dita kecil, tumbuh sebagai anak yang pendiam dan juga pemalu sejak ayahnya meninggal dunia ketika usianya baru empat tahun. Angg...
Kisah Cinta Gadis-Gadis Biasa
3505      1525     2     
Inspirational
Raina, si Gadis Lesung Pipi, bertahan dengan pacarnya yang manipulatif karena sang mama. Mama bilang, bersama Bagas, masa depannya akan terjamin. Belum bisa lepas dari 'belenggu' Mama, gadis itu menelan sakit hatinya bulat-bulat. Sofi, si Gadis Rambut Ombak, berparas sangat menawan. Terjerat lingkaran sandwich generation mengharuskannya menerima lamaran Ifan, pemuda kaya yang sejak awal sudah me...
Memoreset (Sudah Terbit)
4109      1570     2     
Romance
Memoreset adalah sebuah cara agar seluruh ingatan buruk manusia dihilangkan. Melalui Memoreset inilah seorang gadis 15 tahun bernama Nita memberanikan diri untuk kabur dari masa-masa kelamnya, hingga ia tidak sadar melupakan sosok laki-laki bernama Fathir yang menyayanginya. Lalu, setelah sepuluh tahun berlalu dan mereka dipertemukan lagi, apakah yang akan dilakukan keduanya? Akankah Fathir t...
Premium
Sepasang Mata di Balik Sakura (Complete)
15295      2218     0     
Romance
Dosakah Aku... Jika aku menyukai seorang lelaki yang tak seiman denganku? Dosakah Aku... Jika aku mencintai seorang lelaki yang bahkan tak pernah mengenal-Mu? Jika benar ini dosa... Mengapa? Engkau izinkan mata ini bertemu dengannya Mengapa? Engkau izinkan jantung ini menderu dengan kerasnya Mengapa? Engkau izinkan darah ini mengalir dengan kencangnya Mengapa? Kau biarkan cinta ini da...
Gunay and His Broken Life
9398      2898     0     
Romance
Hidup Gunay adalah kakaknya. Kakaknya adalah hidup Gunay. Pemuda malang ini telah ditinggal ibunya sejak kecil yang membuatnya secara naluri menganggap kakaknya adalah pengganti sosok ibu baginya. Hidupnya begitu bergantung pada gadis itu. Mulai dari ia bangun tidur, hingga kembali lagi ke tempat tidur yang keluar dari mulutnya hanyalah "kakak, kakak, dan kakak" Sampai memberi makan ikan...
Premium
The Secret Of Bond (Complete)
6626      1592     1     
Romance
Hati kami saling terikat satu sama lain meskipun tak pernah saling mengucap cinta Kami juga tak pernah berharap bahwa hubungan ini akan berhasil Kami tak ingin menyakiti siapapun Entah itu keluarga kami ataukah orang-orang lain yang menyayangi kami Bagi kami sudah cukup untuk dapat melihat satu sama lain Sudah cukup untuk bisa saling berbagi kesedihan dan kebahagiaan Dan sudah cukup pul...
No Life, No Love
2749      1712     2     
True Story
Erilya memiliki cita-cita sebagai editor buku. Dia ingin membantu mengembangkan karya-karya penulis hebat di masa depan. Alhasil dia mengambil juruan Sastra Indonesia untuk melancarkan mimpinya. Sayangnya, zaman semakin berubah. Overpopulasi membuat Erilya mulai goyah dengan mimpi-mimpi yang pernah dia harapkan. Banyak saingan untuk masuk di dunia tersebut. Gelar sarjana pun menjadi tidak berguna...