Aku kaget mendapati pintu depan terbuka. Kontan kupanggil nama kucingku berkali-kali, berharap kekhawatiranku tidak terjadi. Kiko, aku memanggilnya dari nada tinggi penuh harap sampai nada frustasi.
Kiko pasti kabur, dia kucing calico betina yang meskipun sudah disteril masih saja ingin keluar rumah. Bagaimana ini? Di luar rumah bahaya, aku takut dia ditabrak orang atau makan racun. Dia baru saja berulangtahun dua hari yang lalu. Aku nggak sanggup kalau harus kehilangan Kiko, kucing pertamaku.
Dengan kening dibanjiri peluh, aku berlari keluar rumah, menghampiri Mbok Dijah.
“Mbok, kenapa pintu nggak ditutup?” seruku dengan suara meninggi. “Kiko nggak ada.” Ekspresi terkejut bapak tukang sayur, Mbok Dijah, dan temannya itu membuatku menghela napas. Sepertinya barusan aku terlalu kasar.
“Astaghfirullah, iya to, Non? Waduh, ngapunten. Maaf banget non, saya beneran lupa.” Terlihat kepanikan di wajah Mbok Dijah. Aku paham dia pasti nggak sengaja karena dia juga masih baru di rumah kami menggantikan ART sebelumnya, tapi tetap saja aku jengkel.
Di antara suara motor yang lalu lalang, aku seolah bisa dengar dentingan kalung Kiko yang biasa berbunyi waktu dia lari-lari mengejar bayangannya sendiri. Setiap kudengar suara kucing sekecil apapun, tubuhku langsung bereaksi.
Kuedarkan pandanganku ke sekitar, begitu pula tiga orang di dekatku. Sampai kudapati sosok tinggi menjulang menghampiri, sambil membawa Kiko dalam gendongannya!
“Kucingku!” aku langsung menyambar Kiko dari pelukan cowok itu. Di tangan kanannya memegang creamy treat.
“Nih, sekalian suruh Kiko abisin.” cowok yang menggunakan kemeja flanel cream sebagai outer itu menyodorkan snack meo di tangannya padaku lalu pergi setelah mengusap dahi Kiko.
Aku sempat bingung kok dia tahu nama kucingku sampai aku ingat kalau aku mengalungkan name tag di leher Kiko. Kiko langsung menjilat-jilat ujung snack.
Dari wajahnya yang melihat Kiko dengan gemas, sepertinya dia suka kucing. Tidak perlu diragukan lagi, dia saja punya snack kucing ini.
“Mbok minta maaf ya, Non.”
“Iya lain kali jangan lupa tutup pintu. Aku juga minta maaf tadi sempat bentak Mbok.”
“Iya ndak apa-apa non, saya yang salah. Mumpung non Aya di sini. Mau jajan? Lupis, mau?”
“Boleh, nanti kasih ke dalem aja Mbok, saya masuk duluan ya.”
Kiko, kucing calico domestik yang berhasil kubuat jadi sangat gendut dan menggemaskan. Syukurlah dia nggak hilang. Dan aku beneran lupa, tadi aku sudah bilang terima kasih belum ya sama cowok itu? Aku beneran nggak ingat.
Aku sempat menoleh ke arah punggungnya yang menjauh. Siapa sih dia? Rasanya aku belum pernah lihat wajah itu di kompleks sini.