Loading...
Logo TinLit
Read Story - Merayakan Apa Adanya
MENU
About Us  

"Raya!! Cepet turun sarapan udah siap, nih!" Nina Wibisono—mamanya Raya harus teriak memanggil putri bungsunya. Kalau tidak begitu Raya akan beralasan buru-buru dan melewatkan sarapan.

"Biar Tio ke atas, Ma!" Kakak Raya yang sekarang kuliah semester akhir, menaiki tangga dengan cepat.

Belum sempat mengetuk pintu, Raya sudah membuka dengan penampilan seperti biasa. Jaket lumayan tebal selalu dipakai, tak peduli cuaca dingin atau panas sekalipun.

"Dek, kamu nggak gerah, apa? Jaketnya ditinggal, aja!" bujuk Tio dengan halus.

Raya mengeratkan jaketnya sambil menggeleng. Dia harus pakai kecuali sudah di dalam kelas. Saat pulang dan berangkat jaket jadi satu keharusan yang dipakai selain seragam. Bahkan saat pergi bersama keluarga, dia akan lakukan hal yang sama.

Tio geleng-geleng melihat adik satu-satunya masih belum berubah. Dulu Raya adalah gadis yang ceria meskipun bentuk badannya lebih kecil anak sebayanya. Entah, sejak kapan gadis ceria itu berubah seperti ini.

Raya menuju meja makan tapi tidak untuk sarapan. Nina sudah tahu gelagat Raya yang berulangkali melihat jam di tangannya.
"Mama mau kamu sarapan. Jadi, duduk dan habiskan sarapan dan susunya." Nina tidak lagi meminta tapi memerintah. 

Sudah sering dia mohon dengan halus supaya Raya mau sarapan dan makan teratur. Tetapi putrinya itu seperti punya stok alasan untuk menolak.

Raya menurut, dia duduk dan berusaha menikmati sarapannya. Meskipun dengan nada sedikit galak, Nina tetap memberikan porsi yang Raya minta. Dia akan minta tambah kalau merasa masih ingin makan.

"Dek, hari ini pakai sweater Kakak mau, nggak? Jaketnya dipakai kalau pas hujan atau cuaca dingin, aja." 

Raya menoleh sejenak lalu menghabiskan susu yang tinggal sedikit akan habis.
"Aku lihat dulu boleh?" tanya Raya ragu. Sebenarnya sempat terlintas juga dia pakai sweater. Sepertinya lebih simpel dan tidak kebesaran.

Tio mengangguk lalu bergegas mengambil beberapa sweater dengan bermacam-macam warna. Sebenarnya dia sengaja beli dan mencari waktu untuk memberikan ke adiknya. Tio melirik ke mamanya setelah sweater-sweater itu berpindah ke tangan Raya. Keduanya penasaran akan seperti apa reaksi Raya kali ini.

Setelah membuka bungkusnya Raya tersenyum. Dia menyukai semua sweater itu. "Kak Tio, ini beneran punya Kakak? Kok, warnanya kayak buat cewek. Jangan-jangan ini punya pacarnya Kak Tio."

Adiknya ini tiba-tiba saja membahas soal pacar. Dia kan belum punya, Tio sampai memberi isyarat ke Raya untuk tidak membahas hal itu lebih panjang. Untungnya Nina tidak mendengar detailnya, jadi Tio menganggap mamanya tidak tahu.

"Mama denger loh, Tio. Jangan sampai kamu pacaran di belakang Mama. Kenalin dulu sama Mama, orangnya ok attitude-nya atau enggak."

Raya tertawa, pagi ini dia kompakan sama Nina meledek kakak laki-lakinya itu. Tetapi reaksi Raya ini mengundang takjub dua makhluk selain Raya. Nina lega putrinya masih bisa tertawa. Begitu pula Tio, sekian lama hanya melihat wajah datar adik manisnya, kini lesung pipi itu kembali muncul.

"Udah fix mau pake sweater yang itu?" Raya mengangguk sebagai jawaban. Tio memasukkan sweater yang lain. "Nanti dipakai ya, buat ganti-ganti," lanjutnya.

"Taruh saja dulu di situ, nanti biar Mama yang simpan ke kamarnya Raya." Melihat jam di dinding sudah hampir jam setengah tujuh. Untuk itu Nina menyuruh anak-anaknya segera bergegas.

Jalanan sudah ramai tapi tidak macet. Beruntung mereka tidak tinggal di Jakarta, kota yang pasti macet tak kenal waktu. Motor matic yang dikendarai Tio ramping body motornya. Jadi Tio bisa ambil kesempatan menyela di antara mobil yang merayap pelan, di area dekat gerbang sekolah Raya.

Setelah bisa masuk di gerbang, Tio mengambil helm yang dipakai Raya. Beberapa teman Raya melirik. Penampilan Tio memang keren. Selain wajahnya tampan, dia juga ramah.

"Kak Tio, boleh kenalan, nggak?" Teman Raya yang sedari tadi melihat tanpa canggung mendekat.

"Kan udah tahu nama saya. Tahu juga saya kakaknya Raya. Kalian sekelas?" tanya Tio sambil menaiki motornya lagi.

"Iya, tapi ...." Teman satunya menyenggol lengan sehingga tak dilanjutkan kalimatnya.

"Kami permisi, Kak! Ati-ati ya, di jalan."

Kening Tio berkerut. Tingkah mereka aneh, kenapa canggung dan tidak menyapa Raya sedikitpun. Padahal mereka sekelas.

"Kamu nggak ada masalah kan, Dek? Terutama sama mereka?" Tio mengamati ekspresi Raya yang menggeleng tidak nyaman.

Tio ingin melanjutkan pertanyaannya, tapi jadwal kuliah sudah memanggil. Jadi dia urungkan dan segera pamit setelah memberi sedikit wejangan pada Raya. Mereka selisih usia lima tahun. Dan Raya cukup patuh dengan nasihat darinya.

Raya melangkah menuju kelasnya seperti biasa. Hari ini dia merasa tak biasa karena jaketnya tidak melekat di badannya. Hari ini berganti sweater pemberian Tio. Raya tersenyum ingat tingkah kakaknya tadi pagi. Tampangnya yang panik dan gugup itu benar-benar lucu. Sepertinya dia memang sudah punya pacar.

"Bisa senyum, ternyata." 

Senyum Raya sontak menghilang. Dia lagi, dia lagi. Raya tak ingin menggubris ucapan cowok itu. 

Rasya dan gengnya, sudah biasa nongkrong di koridor paling ujung. Di sana dekat dengan koperasi dan kelas Raya kebetulan harus melewati tempat nongkrong mereka. Mau tidak mau dia harus tetap jalan.

"Jaketnya ke mana, Ray?" tanya satu orang lagi.

Lainnya menimpali dengan ocehan yang sejenis. "Hari ini beda, penampilannya. Kata Rasya lebih cantik, lebih seger."

"Es kali, seger," sambung yang lainnya lagi. Mereka tertawa. 

Saat Raya menoleh, Rasya tidak ikut tertawa. Dia menatapnya dengan tajam, entah apa yang dia pikirkan. Ucapan teman-temannya cuma isapan jempol biasa. Lihat saja, kalau ada cewek lain yang lewat, pasti ada saja yang dibahas.

Beruntung hanya sampai di situ saja. Rasya dan teman-temannya, tidak pernah membuat onar atau masalah serius. Paling cuma seperti tadi. Kalau siswi lain sudah biasa, bahkan ada yang membalas ucapan mereka, beres. Hanya Raya yang diam, tertunduk, dan langsung pergi begitu saja. Mungkin hal itu yang membuat Rasya dan teman-temannya penasaran. Tiap hari ada saja godaan dilancarkan untuk Raya.

Bel masuk berbunyi, Raya melepas sweater yang dipakai. Gugup mulai muncul saat ada teman sekelas yang menoleh ke arahnya. Tadinya satu orang, dan bertambah beberapa orang lagi. Perhatian mereka teralih saat guru mapel memasuki kelas.

Raya duduk sendiri, paling pojok belakang. Di sana zona ternyamannya, dia bisa fokus menyimak pelajaran tanpa terganggu tatapan orang lain.

"Raya bisa maju ke depan mengerjakan soal ini?" Guru mendadak menunjuk Raya yang tengah serius menghitung.

Seketika wajahnya pucat, dia belum selesai menghitung. Bahkan baru setengah jalan. Ada satu hal yang ingin Raya hindari sekarang, tatapan teman-temannya saat maju ke depan.

"Raya, ayo, maju! Dicoba dulu kerjakan, kalau salah nanti saya kasih tahu caranya." 

Raya menghela napas dalam. Mau tidak mau harus maju ke depan. Makin lama dia diam di tempat, makin mengundang yang lain menoleh padanya. Dengan langkah berat, Raya ke depan lalu mengerjakan sesuai di kertas coretannya tadi. Saat pikiran Raya berhenti berpikir karena tidak langkah selanjutnya, guru mengambil alih.

"Cara kamu bagian ini sudah benar, Raya. Bagus. Nah, silakan duduk!"

Raya lega, dia bergegas kembali ke tempat duduknya. Setelah itu guru menjelaskan cara menyelesaikan soal hingga hasilnya ditemukan. Raya mencatat semuanya di kertas coretan yang selalu dibawa. Kebiasaan di kelas Raya mencatat materi penjelasan guru dengan singkat. Kalau dilihat berantakan sekali karena fokusnya terbagi antara mendengarkan dan mencatat cepat. Setelah di rumah nanti dia akan pindahkan semua coretan itu ke binder khusus.

Saat jam istirahat Raya lebih sering tinggal di kelas. Nina selalu membuatkan Raya bekal tiap hari. Kali ini menu nasi uduk lengkap dengan lauk komplit.

"Pantesan nggak pernah lihat lo di kantin. Rupanya bawa bekal?"

Raya menoleh ke arah pintu. Rasya tiba-tiba masuk tanpa permisi. Eh, kelas itu kan, bukan kamar Raya. Tentu saja siapa pun boleh masuk.

Rasya langsung duduk di sebelah Raya. Raya reflek menggeser kursinya. 

"Lo nggak takut sama gue, kan?" tanya Rasya sambil bertopang dagu dengan tangan kanan. Dengan begitu dia bisa menatap wajah gugup Raya. Gadis yang membuatnya penasaran.

Raya menggeleng. 

"Terus kenapa nggak jadi makan? Malu sama gue?" Rasya tersenyum melihat Raya mengangguk.

Raya tertegun melihat senyum Rasya yang membuat orangnya makin tampan. Tapi tidak setampan kakaknya Tio. Itu faktanya, sih!

"Gue cuma penasaran sama rasa bekal lo. Gue minta, ya?"

"Hah? Min ... minta gimana? L ... lo ke kantin, aja! Di sana makanannya lebih enak."

Rasya menatap Raya. Hanya sekejap tidak lebih dari dua detik. Lalu tanpa permisi dia mengambil sendok yang dipegang Raya. Menyuap sesendok nasi, menyusul abon, orek tempe, telur dadar, terakhir mencomot irisan ketimun.

"Enak banget! Makanan seenak ini harusnya lo bisa habisin. Makasih, ya!" Rasya berlalu begitu saja. 

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Selaras Yang Bertepi
137      117     0     
Romance
"Kita sengaja dipisahkan oleh waktu, tapi aku takut bilang rindu" Selaras yang bertepi, bermula pada persahabatan Rendra dan Elin. Masa remaja yang berlalu dengan tawa bersembunyi dibalik rasa, saling memperhatikan satu sama lain. Hingga salah satu dari mereka mulai jatuh cinta, Rendra berhasil menyembunyikan perasaan ini diam-diam. Sedangkan Elin jatuh cinta sama orang lain, mengagumi dalam ...
Perjalanan Tanpa Peta
51      46     1     
Inspirational
Abayomi, aktif di sosial media dengan kata-kata mutiaranya dan memiliki cukup banyak penggemar. Setelah lulus sekolah, Abayomi tak mampu menentukan pilihan hidupnya, dia kehilangan arah. Hingga sebuah event menggiurkan, berlalu lalang di sosial medianya. Abayomi tertarik dan pergi ke luar kota untuk mengikutinya. Akan tetapi, ekspektasinya tak mampu menampung realita. Ada berbagai macam k...
Sekotor itukah Aku
402      304     4     
Romance
Dia Zahra Affianisha, Mereka memanggil nya dengan panggilan Zahra. Tak seperti namanya yang memiliki arti yang indah dan sebuah pengharapan, Zahra justru menjadi sebaliknya. Ia adalah gadis yang cantik, dengan tubuh sempurna dan kulit tubuh yang lembut menjadi perpaduan yang selalu membuat iri orang. Bahkan dengan keadaan fisik yang sempurna dan di tambah terlahir dari keluarga yang kaya sert...
After School
3115      1319     0     
Romance
Janelendra (Janel) bukanlah cowok populer di zaman SMA, dulu, di era 90an. Dia hanya cowok medioker yang bergabung dengan geng populer di sekolah. Soal urusan cinta pun dia bukan ahlinya. Dia sulit sekali mengungkapkan cinta pada cewek yang dia suka. Lalu momen jatuh cinta yang mengubah hidup itu tiba. Di hari pertama sekolah, di tahun ajaran baru 1996/1997, Janel berkenalan dengan Lovi, sang...
Telat Peka
1324      609     3     
Humor
"Mungkin butuh gue pergi dulu, baru lo bisa PEKA!" . . . * * * . Bukan salahnya mencintai seseorang yang terlambat menerima kode dan berakhir dengan pukulan bertubi pada tulang kering orang tersebut. . Ada cara menyayangi yang sederhana . Namun, ada juga cara menyakiti yang amat lebih sederhana . Bagi Kara, Azkar adalah Buminya. Seseorang yang ingin dia jaga dan berikan keha...
Help Me Help You
1608      935     56     
Inspirational
Dua rival akademik di sebuah sekolah menengah atas bergengsi, Aditya dan Vania, berebut beasiswa kampus ternama yang sama. Pasalnya, sekolah hanya dapat memberikan surat rekomendasi kepada satu siswa unggul saja. Kepala Sekolah pun memberikan proyek mustahil bagi Aditya dan Vania: barangsiapa dapat memastikan Bari lulus ujian nasional, dialah yang akan direkomendasikan. Siapa sangka proyek mus...
Langit Tak Selalu Biru
67      57     4     
Inspirational
Biru dan Senja adalah kembar identik yang tidak bisa dibedakan, hanya keluarga yang tahu kalau Biru memiliki tanda lahir seperti awan berwarna kecoklatan di pipi kanannya, sedangkan Senja hanya memiliki tahi lalat kecil di pipi dekat hidung. Suatu ketika Senja meminta Biru untuk menutupi tanda lahirnya dan bertukar posisi menjadi dirinya. Biru tidak tahu kalau permintaan Senja adalah permintaan...
Langkah yang Tak Diizinkan
159      135     0     
Inspirational
Katanya dunia itu luas. Tapi kenapa aku tak pernah diberi izin untuk melangkah? Sena hidup di rumah yang katanya penuh cinta, tapi nyatanya dipenuhi batas. Ia perempuan, kata ibunya, itu alasan cukup untuk dilarang bermimpi terlalu tinggi. Tapi bagaimana kalau mimpinya justru satu-satunya cara agar ia bisa bernapas? Ia tak punya uang. Tak punya restu. Tapi diam-diam, ia melangkah. Dari k...
Izinkan Aku Menggapai Mimpiku
115      92     1     
Mystery
Bagaikan malam yang sunyi dan gelap, namun itu membuat tenang seakan tidak ada ketakutan dalam jiwa. Mengapa? Hanya satu jawaban, karena kita tahu esok pagi akan kembali dan matahari akan kembali menerangi bumi. Tapi ini bukan tentang malam dan pagi.
FaraDigma
792      474     1     
Romance
Digma, atlet taekwondo terbaik di sekolah, siap menghadapi segala risiko untuk membalas dendam sahabatnya. Dia rela menjadi korban bully Gery dan gengnya-dicaci maki, dihina, bahkan dipukuli di depan umum-semata-mata untuk mengumpulkan bukti kejahatan mereka. Namun, misi Digma berubah total saat Fara, gadis pemalu yang juga Ketua Patroli Keamanan Sekolah, tiba-tiba membela dia. Kekacauan tak terh...