"Wajahmu memerah," seru Sita ketika menangkap wajah Galih yang seperti kepiting rebus. "Kamu nggak bakal berdosa ngelihat aku naked, Galih."
Sita benar, wanita itu adalah istrinya, seharusnya Galih tidak mempermasalahkan hal itu. Ia bahkan bisa menyentuhnya kapan saja, tapi penolakkanya terlalu besar.
"Maaf, aku cuma gugup," Galih beralasan. "Kamu butuh sesuatu? Biar kugendong Andien. Kenakan pakaianmu."
"Okey." Sita menyerahkan Andien pada sang ayah. Memeluknya sambil menepuk-nepuk ringan punggung putrinya agar tertidur. "Apa kamu masih mau di sini melihatku naked lagi?"
Galih tersadar kalau sedari tadi dia belum pergi dari kamar Sita. lagi-lagi wajahnya memerah dan akhirnya berlalu meninggalkan Sita dengan senyum tersungging malu.
"Kita ke ruang tengah aja yuk, Sayang. Papa gugup kalau lihat mamamu nggak pakai baju." Galih berbisik di telinga Andien. Galih mengobrol dengan putrinya yang masih enggan untuk tidur sekaligus menimanginya di depan TV yang tidak menyala.
"Ma ... ma ... ma ...." Ocehan Andien membuat Galih lupa pada masalahnya tadi siang.
Insiden beberapa menit yang lalu ternyata mengganggu pikiranya dengan hal yang lebih intim. Nalurinya sebagai lelaki ternyata mampu mengusik kegalauannya.
"Sabar, Sayang, Mama lagi pakai baju. Andien sama Papa dulu yah..."
Tak lama kemudian, Sita muncul dengan piyama tidurnya. Rambutnya sudah dikeringkan dengan hair dryer. Galih langsung menyerahkan Andien pada Sita.
"Kita ke kamar ya, Sayang, kita tidur lagi." Andien kembali menangis, mengulurkan kedua tangannya pada Galih. "Mungkin Andien masih mau sama kamu, Gal."
Kini Andien kembali ke pelukan papanya. "Tadi katanya mau sama Mama."
"Ma ... ma ...." Ia menangis lagi dan meminta kembali pada Sita.
"Andien maunya gimana, sih sebenernya? Kok kaya piala bergilir begini?" Setelah kembali pada Sita, Andien meminta ke papanya lagi. Ke Sita lagi, ke Galih lagi. Begitu terus sampai membuat mereka berdua bingung. "Barangkali Andien minta kita tidur bareng malam ini, Gal."
Galih sedikit terkejut dengan permintaan Sita. tapi apa yang dikatakan Sita ada benarnya juga, tidak biasanya Andien bersikap seperti ini kalau mau tidur. Akhirnya mereka berada di atas kasur yang sama bertiga. Galih masih memakai kemeja kerjanya dan belum mandi. Namun Sita tidak mempermasalahkannya karena Galih bukan termasuk pria yang punya bau badan. Ia adalah pria maskulin yang selalu harum dan bersih.
Mereka tidur berhadapan. Galih tidak bisa menyembunyikan wajahnya kali ini karena Sita tidur sambil menyusui Andien. Mereka berbaring dalam diam, tanpa suara dan masing-masing dari mereka tidak tahu topik apa yang harus dibicarakan. Mereka belum pernah bertatap muka sedekat ini sebelumnya. Galih bahkan baru menyadari kalau ternyata istrinya itu pemilik wajah yang indah dan berseri. Sita merawat wajahnya dengan sangat baik hingga tidak ada noda sedikit pun di wajah wanita itu. Bening, mulus dan sepertinya akan terasa sangat lembut bila Galih menyentuhnya. Bagaimana bisa aku baru menyadari kecantikanmu, Sita.
"Kamu lagi mandangin aku?" Sita bebicara dengan suara hampir berbisik.
Galih ingin mengalihkan pandangannya, tapi justru terjebak pada bentuk payudara istrinya yang sedang menyusui Andien. Terbuka begitu saja tanpa penutup. Sementara payudara sebelah kanannya tampak transparan. Dia tidak memakai bra.
"Apa kamu sadar? Ini pertama kalinya kita tidur sedekat ini," ungkap Galih. Tangan kirinya masih sibuk menepuk bokong Andien. Bocah itu akan menggeliat jika Galih berhenti menepuk.
"Kamu boleh tidur di sini kalau kamu mau, aku nggak akan ganggu kamu." Galih tersenyum. "Kali ini aja, Andien yang minta loh, bukan aku."
Galih teringat lagi dengan pertemuanya dengan Anis tadi siang. Barangkali ini adalah waktu yang tepat untuk menceritakannya pada Sita.
"Sita, apa kamu udah tau?" tanyanya ragu.
"Apa?" Satu kata dengan suara yang sangat merdu dan lembut.
Galih kehilangan keseimbangan pikiran begitu melihat mata berbinar istrinya. Ia mendadak tidak tega menceritakan hal itu kepada Sita. Ini adalah saat -saat yang sangat jarang di lewati, ia tidak ingin momen ini rusak hanya karena cerita masa lalunya yang belum tentu pasti bagaimana ujungnya. Ia pun urung menceritakan.
"Nggak jadi. Tidur aja, kamu mungkin capek setelah seharian pemotretan tadi."
"Kamu bakal tetap di sini, 'kan? Nanti aku kepayahan bangunin kamu kalau Andien mencarimu." Sita memohon.
"Iyah ... aku nggak bakal ke mana-mana."
Galih menjaga Andien dan Sita hingga mereka benar-benar tertidur. Dia berusaha memajamkan matanya dan tenggelam dalam lelapnya tidur. Namun ia gagal, wajah Sita yang tertidur terlihat damai dan anggun. Meskipun bola mata hazelnya itu tertutup, tetap saja Sita berhasil membuat Galih terpaku memandanginya. Rambutnya yang harum menyeruak hingga membuat Galih tidak ingin pergi dari situ.
Kamu cantik Sita, tapi kenapa aku belum juga bisa menjadi suami yang baik untukmu. Padahal kamu sudah mengorbankan segalanya untuk keluarga ini. Maafkan aku. Hatiku ini masih saja mengharapkan masa lalu yang aku sendiri belum tahu kejelasannya. Kita harus memperbaiki ini semua sebagaimana yang sudah kita janjikan bersama.
***
Tatkala fajar menyingsing di ufuk timur, Sita sudah mempersiapkan segalanya untuk Galih. Sarapan sehat, salad dan juga roti bakar. Yang ia tahu itu adalah menu keseharian Galih. Ia beruntung karena pagi ini bisa melakukannya sendiri tanpa gangguan dari Andien. Putrinya masih senang tidur berpelukan dengan ayahnya, itu adalah pemandangan yang sangat langka dan bahkan belum pernah terjadi seumur hidupnya. Sita senang kedua ayah anak itu semakin erat, kemiripan di wajah mereka pun tampak semakin terlihat.
Sita menyumpalkan earphone di kedua telinganya. Memasang lagu pop kesukaan sambil sekali-kali bibirnya mengikuti nada dan bait lagu. Ini pagi yang dirasa berbeda. Hanya karena Galih tidur bersama dengannya, gairahnya timbul dan lebih siap menghadapi aktivitas. Kedua tangannya sibuk membersihkan dapur, ia telah menyiapkan semuanya. Makanan untuk Andien dan juga untuk Galih di atas meja makan.
Kemunculan Galih pun sampai tak disadarinya.
"Kenapa kamu nggak bangunin aku?" Galih duduk di meja makan seraya meneguk air putih. Suaranya kurang kuat untuk menyadarkan keberadaan dirinya untuk Sita. Wanita itu masih memainkan tangannya di atas tatakan dapur untuk membersihkan sembagi menyanyi bergumam. Galih bangkit lalu menyembulkan wajahnya tiba-tiba. "Ceria bagnet hari ini?"
"Haitss ... oh my God!" Sita hampir melompat kaget, kedua matanya sampai tertutup menahan jantungnya yang hampir copot. "Kamu ngejutin aku!"
Galih tertawa ringan. "Kenapa kamu nggak bangunin aku? Ini udah jam 06.00 sementara jam 09.00 aku harus sudah ada di bandara," protesnya.
"Kamu nggak kasih tahu aku kalau kamu mau ke luar kota. Memangnya mau ke mana?"
"Ke Pekanbaru, dua hari aja. Minggu malam aku udah balik." Galih bergeser kembali ke meja makan. Menikmati suguhan sarapan yang masih terbilang hangat, ditemani dengan secangkir susu UHT Coklat kesukaanya. Setidaknya, Sita sudah paham dengan semua kebiasaan dan keinginannya, sehingga Galih tak perlu bersusah payah membuat permintaan.
"Kalau begitu seharusnya kamu sudah bersiap-siap berangkat, Gal. Bagaimana kalau kamu ketinggalan pesawat?" Sita berdiri di sampingnya dengan wajah panik. Galih hanya tersenyum simpul dengan mulut penuh kunyahan. "Kenapa kamu malah tersenyum? Cepetan beranjak dan bersiap." Sita menarik tangan Galih paksa. Menuntunnya ke kamar mandi kamarnya.
"Sita, aku belum selesai makan." Galih menahan tubuhnya.
"Jakarta macet, nanti kamu ketinggalan pesawat. Cepetan mandi."
Sita berhasil mendorong Galih ke dalam kamar mandi lantas menutup pintunya. "Sita!" seru Galih dari dalam kamar mandi.
"Apa lagi?"
"Handukku!"
Senyum Sita melengkung. Ia menyerahkan handuk pada Galih dengan semburat wajah malu. Ada rasa yang berbeda hari ini. Mereka begitu lepas berinteraksi. Hanya satu malam mereka tidur di kasur yang sama, tapi mampu mengubah hari-hari jadi lebih cerah dari hari sebelumnya. Bahkan Galih menyentuh pundak Sita ketika ia hendak berangkat. Belum sampai pada tahap sekedar mencium kening. Tapi setidaknya ada kemajuan dalam hubungan mereka. Barangkali do'anya mulai diijabah.
Jangan lupa vote, komentar dan follow
🤗🤗🤗
seriusan sita sama galih? :(
Comment on chapter Chapter 3