Loading...
Logo TinLit
Read Story - Luka dalam Asmara
MENU
About Us  

 

Hari-hari sebelum bertemu kembali dengan Ash. Setelah keluar dari kota Salju sendirian,  Dan beberapa saat setelahnya dia mulai merasakan keberadaan Ash tapi tidak berani menemuinya sebelum benar-benar membuat keputusan.

 

Ponsel yang berada dalam genggamannya bergetar, kak Sena mencoba untuk menghubunginya berulang kali. Eva tidak pernah menerima panggilan telepon itu, lebih tepatnya sengaja mengabaikan. Kemudian Eva mengirimkan pesan perpisahan.

 

[Maaf kami baru bisa menghubungi lewat pesan ini. Saat ini ada sedikit masalah tapi suamiku akan pulang menemui kalian secepatnya. Tenang saja. Dia baik-baik saja.] 

 

Dari kejauhan tidak hanya keberadaan Ash saja yang dia rasakan. Ada beberapa orang lainnya yang sempat dicurigai oleh Eva. Saat magus menggunakan sihir ruang, Eva memanfaatkan kesempatan sepersekian detiknya tuk menghubungkan kesadaran mereka. 

 

“Sepertinya aku kedatangan tamu. Apakah kau adalah orang yang aku kenal?” Magus itu bertanya. Lantas berbalik badan dan tampak terkejut begitu mata mereka saling bertemu satu sama lain. 

 

Raut wajah magus itu seketika langsung berubah dari yang biasa-biasa saja menjadi sangat kesal dan benci sekaligus berwaspada. Eva tidak mengindahkan apa maksud ekspresi kebencian itu, justru sebaliknya dia menanyakan tentang Ash. 

 

“Kau yang menyembuhkan suamiku. Terima kasih. Apa dia benar-benar sudah baik-baik saja?”

“Ya. Lalu apakah kau tahu siapa aku?”

“Tentu saja tahu tapi aku tidak peduli.”

 

Dilihat dari sikap acuh tak acuhnya terhadap si magus, jelas saja Eva tidak memperdulikannya sama sekali. Magus mendapatkan sedikit tekanan saat berbincang dengannya melalui alam bawah sadar, ini tidak berada dalam kendalinya. 

 

“Kau bilang tadi suamimu? Ternyata sesuai dugaanku, ya.” Magus berencana mengulur waktu sampai Ash benar-benar pergi dari tempat ini. Dia terus mengajak Eva berbincang panjang lebar. 

 

Namun sayangnya Eva sudah mengetahui isi pemikiran magus itu. Dia sedikit tertawa saat melihatnya bersusah-payah mengulur waktu tanpa peduli dengan topik pembicaraan. Alih-alih reunian, magus itu justru semakin tertekan saat melihat respon Eva yang tak biasa. 

 

“Kenapa tertawa?” tanya si magus.

“Aku hanya ingin berterima kasih padamu yang telah merawat dia. Aku juga tidak akan berbuat apa pun selama dua hari ke depan,” ujarnya. 

“Kau bisa saja menemuinya sekarang.”

“Ya, aku akan menemuinya tapi tidak secara langsung.”

 

Alam kesadaran mereka kini telah terputus. Magus menampakkan diri melewati sihir ruang tuk menemui dan berbincang sebentar dengan Ash. Memperingatkannya akan dua hari lagi yang di mana dia akan bertemu dengan penyihir yang magus maksud. 

 

Pada saat itu Ash sudah memperkirakan tentang penyihir yang dimaksud adalah Eva. Dia sudah bisa menebak namun tidak berani mengira-ngira lebih lanjut karena merasa sedikit kurang yakin. 

 

Variabel yang diperkirakan oleh magus kini benar-benar terjadi. Bersama dengan dua bawahannya, magus itu membuat perencanaan yang jauh lebih matang lagi guna memastikan masa depan itu terjadi. 

 

Selembar halaman dengan kertas berwarna kuning kecoklatan terbentang di atas meja, terdapat beberapa tulisan mantra dengan bahasa kuno serta sebuah lingkaran sihir yang memiliki kepadatan magis di sana.

 

“Tuan ingin membuat apa?”

“Diamlah. Ini hanya sekadar mantra pelupa ingatan.”

“Untuk pria itu? Bukankah terlalu disayangkan?”

 

Hanya dengan sekali tatap, Daniel tidak lagi angkat bicara. Dia sepenuhnya bungkam saat majikan sedang fokus pada isi lembaran yang sedang dilihatnya. 

 

“Ini demi masa depan. Kalian kira pria itu akan mau-mau saja mengikuti perintah kita? Lalu penyihir rambut putih tidak segampang itu bisa dihadapi.”

 

Variabel-variabel tertentu hampir membuat rencananya gagal total setelah mengetahui fakta tentang penyihir rambut putih yang rupanya adalah istri dari lelaki monster itu. Magus berpikir mungkin saja lelaki itu justru akan bergabung dengan penyihir, atau bisa jadi penyihir akan membuat lelaki itu tetap berada di pihaknya. 

 

Salah satu bawahan magus berbisik, “Tuan, orang itu memiliki sedikit darah penyihir. Mungkinkah dia mendapatkannya dari penyihir itu?”

 

“Setelah kupikirkan itu benar juga. Tapi ini aneh. Darah yang dihisap maka energinya juga dihisap, lalu kenapa dia membiarkannya?”

 

Magus berdeham sejenak seraya berpikir kembali. “Bisa jadi dia belum ingat sepenuhnya sehingga membiarkan suaminya sendiri menggila dan melakukan itu.” 

 

Tidak ada yang bisa dipikirkan selain itu karena magus cukup yakin bahwa secinta dan sesayang apa pun sang penyihir rambut putih terhadap suaminya, itu semua tidak akan lagi berlaku begitu ingatan masa lalunya kembali. 

 

Pemikiran magus tidaklah salah, hanya saja dia tidak tahu bahwa sosok penyihir itu sudah jauh berbeda dari yang dulu. 

 

***

 

Dedaunan merah yang berserakan di sekitar terinjak, pandangannya tidak pernah luput dari sosok pria yang masih berada jauh di depannya. Puluhan detik berlalu hingga ruang sihir terbentuk di sekitar, kini waktu tidak lagi berlaku di sekitar mereka. Gerak angin, pohon atau bahkan dedaunan senantiasa bergerak, tidak akan ada yang tahu bahwa ruang sihir ini tercipta dan tidak akan ada seorang pun mampu melihat apalagi menerobos jalanan di sana. 

 

Butuh beberapa waktu hingga Ash menyadari keberadaannya. Senyum terukir di wajah kedua orang itu dan setelah cukup lama mereka saling memandang satu sama lain, mereka bergegas berlari saling menghampiri. Dalam keadaan memori yang utuh, Eva mencoba untuk melepaskan masa lalunya yang kelam dan fokus pada sosok pria di hadapannya.  

 

Karena ini yang terakhir bagi mereka.

 

Setelah cukup lama hingga waktu yang ditakdirkan tiba, Eva mengucap salam perpisahan padanya dengan gemetar. Suaranya yang lembut dan pelan hampir seperti bisikan. Dan untuk yang terakhir kali dia memeluk suaminya penuh kasih sayang dan kehangatan. 

 

“Aku sangat bersyukur bisa bertemu denganmu lagi.”

 

“Iya aku paham. Aku juga sangat bersyukur.” Tangan Ash yang hendak meraih wajah itu lagi sekarang sedang gemetar. Ada ketakutan yang tersembunyi dalam senyumannya. 

 

Setelah kata-kata terakhirnya, Eva mulai menitihkan air mata. Ruang sihir pun memunculkan beberapa retakan di sekitar mereka hingga akhirnya hancur berkeping-keping bersamaan dengan terhapusnya ingatan Ash mengenai hubungannya dengan Eva. Mulai dari awal pertemuan mereka hingga kenangan yang dibuat dalam ruang sihir pun tidak ada jejak yang tersisa, membuatnya seperti jiwa yang hampa. 

 

Kedua mata yang tidak berubah warna terbuka secara perlahan, mendapati pemandangan musim gugur dan orang berlalu-lalang, sibuk mengabadikan momen dengan sebuah foto dan video. Ash dengan wujud setengah monsternya menatap kebingungan, dia hampir melupakan dirinya yang sempat diculik seseorang. 

 

Dia sedang duduk di kursi taman, melihat ke arah kedua tangan dan kaki yang masih utuh lalu berpikir dia cukup beruntung karena bisa lolos dari seorang penyihir yang menculik dirinya. Nampak kuku panjang itu terlihat mengerikan, jika dia tidak bisa mengendalikan kekuatannya maka kuku-kuku panjang itu akan melukai diri sendiri. 

 

Orang-orang di sekitar bertambah menjadi semakin banyak. Keramaian serta kebisingan dari suara banyak orang, dia berdecak kesal lantaran tidak begitu terbiasa mendapati keramaian sepadat ini. Lekas dia beranjak pergi dari sana. 

 

Sementara itu, selama dia melangkah pergi, ada beberapa orang yang bersembunyi di balik semak-semak. Mereka memperhatikan Ash dengan seksama seakan berniat menyergapnya. Namun sayang Ash sudah mengetahui keberadaan mereka lalu menatap tajam ke arah tempat persembunyiannya. 

 

“Keluar! Atau aku akan menghajar kalian!” teriak Ash yang juga mengancam. 

 

“Kita belum lama ini berjumpa. Tapi bagaimana kabarmu?” Alih-alih tidak ingin kehilangan muka. Magus yang muncul langsung bertanya kabarnya seolah akrab. 

 

Ash mendengus kesal. Dengan tatapan tak bersahabat, seraya melipat kedua lengan ke depan dada lalu dia pun berkata, “Jangan berpura-pura. Kita tidak pernah seakrab itu.”

 

“Kau, jangan semena-mena ya! Masih untung kau hidup bahkan lukamu disembuhkan oleh beliau tapi kau tidak punya rasa terima kasih sedikitpun?!” bentak Daniel sembari menunjuk-nunjuk ke arah Ash dengan marah. 

 

Tidak peduli seberapa kasar dan marahnya Daniel terhadap Ash, lelaki berpostur tinggi itu selalu mengabaikannya dan menganggap Daniel hanya lalat terbang yang lewat. Daniel merasa geram hingga akhirnya tidak tahan lagi, dia melayangkan sebuah pukulan meski pada akhirnya pukulan itu dapat ditahan oleh Ash hanya dengan satu tangan saja.

 

Magus menghela napas sejenak, melihat Daniel yang sulit diatur dia mulai merasa seharusnya tidak membawa dia keluar. Pertengkaran antara Daniel dan Ash juga bukan pertama kalinya. Sementara itu salah satu bawahan magus lainnya adalah orang pendiam namun pandai membaca situasi tertentu. 

 

“Baiklah, Daniel berhentilah. Lalu Ash, maafkan aku yang memiliki orang seperti dia sampai terus memperlakukanmu seperti orang jahat,” ucap si magus. 

 

Ash diam tak menjawab, sedangkan mulut Daniel sudah ditutup rapat menggunakan sejenis sihir. Dalam waktu satu hari sihir yang mengunci rapat mulutnya akan menghilang, tapi dia tidak akan bisa bicara untuk saat ini sehingga marah pun percuma. Energi Daniel terbuang sia-sia. 

 

“Jadi ada apa?”

“Aku hanya memastikan sesuatu.”

 

Ash sadar apa yang dimaksud oleh magus. Lekas dia berjalan melewatinya. Magus merasa mungkin pemikiran Ash telah berubah sesuai dugaan tetapi ternyata salah. 

 

“Tenang saja. Aku akan menghabisi penyihir itu demi lenyapnya wabah darah,” tutur Ash. Dia kemudian pergi melewati kerumunan hingga tidak terlihat lagi. 

 

Meninggalkan magus tanpa mengucapkan kata-kata lagi selain itu. Dari perkataannya barusan magus memang merasa ada perubahan dalam sikap Ash tetapi itu bukan ke arah yang lebih buruk justru sebaliknya. Keputusan Ash semakin mantap. 

 

“Apa yang terjadi?” 

 

Berspekulasi terlalu lama bukanlah cara magus yang lebih suka terang-terangan. Dalam sekejap mata dia sudah berpindah tempat ke hadapan Ash. Jarak di antara mereka sebelumnya sudah cukup jauh tetapi bagi penyihir ruang itu semua tidak ada gunanya. 

 

Kemunculan tiba-tiba telah membuat orang di sekitar terkejut. Namun tidak dengan Ash yang berekspresi muak karena melihat wajahnya.

 

Magus mengulurkan tangannya ke arah dahi Ash, dia mencoba tuk menggali ingatannya dan menyadari bahwa ingatan Ash yang seharusnya pernah bertemu dengan penyihir berambut putih dalam ruang sihir telah terhapus. Tidak hanya itu sebagian besar ingatannya yang bersama dengan seseorang sebelum itu terjadi pun juga.

 

"Aku sudah menduga penyihir berambut putih adalah istrinya tapi yang lebih tak terduga adalah keputusan dia yang menghapus ingatan suaminya sendiri," pikir magus dalam benaknya. 

 

“Ada apa?” Ash kembali bertanya. 

“Tidak ada. Kupikir kau melupakan kerjasama kita ternyata tidak.”

“Aku sudah mengatakannya bahwa aku akan menghabisi dia. Kenapa malah mengira aku lupa?” 

“Maafkan aku. Aku tidak bermaksud meragukan dirimu.”

 

Selama beberapa hari ini magus selalu mengira rencana yang dibuatnya akan berjalan lancar tapi tidak pernah mengira akan selancar ini padahal dia sudah berniat untuk menghapus ingatan Ash tentang istrinya tetapi siapa sangka bahwa penyihir sekaligus istrinya sendiri lah yang menghapus ingatan tentang hubungan mereka. 

 

“Seharusnya dia sudah mengingat semua kenangan buruk di masa lalu tapi kenapa dia malah berbuat hal tidak menguntungkan begini.”

 

Sejujurnya magus pun ingin tahu apa yang dipikirkan oleh penyihir rambut putih itu yang juga temannya sendiri. Namun tidak peduli seberapa besar usahanya untuk mengetahui, dia tetap tidak mampu. Seolah-olah dia bukan lagi teman yang dia kenal. 

 

Meski sudah merasa bahwa masa depan yang diinginkan akan segera tercapai, akan tetapi magus masih harus mengawasi mereka dari balik layar. Dengan ini semoga saja masa depan itu benar-benar akan terjadi. 

 

Magus segera berteleportasi ke tempat di mana mereka berdua akan bertemu nantinya. Sementara dua bawahannya kini harus segera mencari keberadaan tuan mereka yang mendadak hilang itu.

 

Hari yang telah ditakdirkan. Hari yang telah dijanjikan. Di sebuah kota Merah, sesuai namanya tempat ini dipenuhi dengan warna merah tapi tidak sepenuhnya. Seperti kota Salju yang hampir setiap harinya turun salju, di kota ini terkenal dengan pemandangan musim gugur, inilah yang membuat nama kota ini adalah kota Merah. 

 

Di sanalah Ash dan Eva akan bertemu sebagai musuh.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Kinara
5640      2006     0     
Fantasy
Kinara Denallie, seorang gadis biasa, yang bekerja sebagai desainer grafis freelance. Tanpa diduga bertemu seorang gadis imut yang muncul dari tubuhnya, mengaku sebagai Spirit. Dia mengaku kehilangan Lakon, yang sebenarnya kakak Kinara, Kirana Denallie, yang tewas sebagai Spirit andal. Dia pun ikut bersama, bersedia menjadi Lakon Kinara dan hidup berdampingan dengannya. Kinara yang tidak tahu apa...
Praha
332      210     1     
Short Story
Praha lahir di antara badai dan di sepertiga malam. Malam itu saat dingin menelusup ke tengkuk orang-orang di jalan-jalan sepi, termasuk bapak dan terutama ibunya yang mengejan, Praha lahir di rumah sakit kecil tengah hutan, supranatural, dan misteri.
HAMPA
456      326     1     
Short Story
Terkadang, cinta bisa membuat seseorang menjadi sekejam itu...
Untuk Takdir dan Kehidupan Yang Seolah Mengancam
883      597     0     
Romance
Untuk takdir dan kehidupan yang seolah mengancam. Aku berdiri, tegak menatap ke arah langit yang awalnya biru lalu jadi kelabu. Ini kehidupanku, yang Tuhan berikan padaku, bukan, bukan diberikan tetapi dititipkan. Aku tahu. Juga, warna kelabu yang kau selipkan pada setiap langkah yang kuambil. Di balik gorden yang tadinya aku kira emas, ternyata lebih gelap dari perunggu. Afeksi yang kautuju...
The Killing Pendant
3171      1335     2     
Mystery
Di Grove Ridge University yang bereputasi tinggi dan terkenal ke seluruh penjuru kota Cresthill, tidak ada yang bisa membayangkan bahwa kriminalitas sesepele penyebaran kunci jawaban ujian akan terjadi di kelas angkatan seorang gadis dengan tingkat keingintahuan luar biasa terhadap segala sesuatu di sekitarnya, Ophelia Wood. Ia pun ditugaskan untuk mencari tahu siapa pelaku di balik semua itu, ke...
Waiting
1748      1295     4     
Short Story
Maukah kamu menungguku? -Tobi
Detective And Thief
4421      1452     5     
Mystery
Bercerita tentang seorang detektif muda yang harus menghadapi penjahat terhebat saat itu. Namun, sebuah kenyataan besar bahwa si penjahat adalah teman akrabnya sendiri harus dia hadapi. Apa yang akan dia pilih? Persahabatan atau Kebenaran?
Mawar Milik Siska
567      317     2     
Short Story
Bulan masih Januari saat ada pesan masuk di sosial media Siska. Happy valentine's day, Siska! Siska pikir mungkin orang aneh, atau temannya yang iseng, sebelum serangkaian teror datang menghantui Siska. Sebuah teror yang berasal dari masa lalu.
Tentang Penyihir dan Warna yang Terabaikan
8482      2479     7     
Fantasy
Once upon a time .... Seorang bayi terlahir bersama telur dan dekapan pelangi. Seorang wanita baik hati menjadi hancur akibat iri dan dengki. Sebuah cermin harus menyesal karena kejujurannya. Seekor naga membeci dirinya sebagai naga. Seorang nenek tua bergelambir mengajarkan sihir pada cucunya. Sepasang kakak beradik memakan penyihir buta di rumah kue. Dan ... seluruh warna sihir tidak men...
Blocked Street
16621      4057     5     
Horror
Ada apa dengan jalan buntu tersebut? Apa ada riwayat terakhir seperti pembunuhan atau penyiksaan? Aryan dan Harris si anak paranormal yang mencoba menemukan kejanggalan di jalan buntu itu. Banyak sekali yang dialami oleh Aryan dan Harris Apa kelanjutan ceritanya?