Loading...
Logo TinLit
Read Story - Love: Met That Star (석진에게 별이 찾았다)
MENU
About Us  

Kim Na Byul

Cuaca yang mulai mendingin membuatku mengeratkan pelukan pada padding yang kupakai sekarang. Mungkin karena sudah bulan November makanya semakin dingin.

Dering telepon dari saku padding menyadarkanku dari lamunan sembari menunggu bis datang. Hari ini hari Selasa, jadi aku dapat hari libur. Perpustakaan tempatku bekerja tutup pada hari Selasa. Dan sekarang aku sedang ingin mengunjungi sobat karibku, Seo Nara.

"Ye? Kim Na Byul imnida." Nah itu dia bisnya. Dengan telepon yang kudekatkan ditelinga, aku men-tap kartu transportasiku dan mencari tempat duduk. "Eo. Ganeun jungiya. Tunggulah sebentar." (Ya? Dengan Kim Na Byul; Iya. Ini lagi di jalan)

Wah, tanpa sadar sebentar lagi akan Natal dan Tahun Baru. Daun-daun juga sudah mulai gugur semua. Apakah tahun ini akan turun salju lagi di Seoul?

"Yeoboseyo? Ya! Kim Na Byul! Neo deudgo isseo?" (Halo? Ya! Kim Na Byul! Kau dengarkan?)

"Eo? Eo. Na deudgo isseo." (Ya? Iya. Aku dengar)

Oh. Sudah waktunya aku untuk turun. Ku tekan bel didekatku -untungnya- dan turun dari bis berjalan sedikit dari halte menuju rumah sakit HwanJae.

"Iya. Ini sudah di dekat rumah sakit. Tunggulah sebentar."

Sial. Aku lupa untuk membawa topi untuk kepalaku. Kenapa juga hari ini harus sedingin ini sih.

"Eo? Samgak kimbab? Memang kau boleh makan sama dokter?"

"..."

"Baiklah baiklah. Aku belikan. Sudah. Aku ke mart dulu dekat sini. Sampai nanti."

Klik

Aku bingung sendiri. Kenapa juga aku bisa berteman dengan orang sepertinya ya?

"I cheon won imnida." Ku keluarkan uang pas dan mengucapkan terimakasih sebelum aku kembali berjalan ke rumah sakit.

Kalau kalian mau tau apa penyakit Seo Nara, akan kuberitahu sekarang.

Kanker Darah. Sayangnya kata dokter sudah mustahil untuk sembuh karena sel
kankernya sudah menyebar ke hampir seluruh tubuh. Jadi Seo Nara juga sudah menyerah untuk sembuh. Sudah bulan kedua dia di rumah sakit ini menjalani segala perawatan. Rambutnya sudah rontok, kulitnya yang mengering dan memucat kian hari. Beberapa orang mungkin takut melihatnya, tapi tidak denganku. Di dunia ini, hanya dia yang aku punya. Aku sudah memberitahunya untuk terus berobat agar dia bisa sembuh total. Tapi dia memang lebih pintar jadi tidak akan tertipu. Dia sudah tahu kalau waktunya juga sudah tidak lama. Kedua orangtuanya -yang kebetulan juga orang kaya- sudah melakukan yang terbaik. Perawatan semua mereka katakan akan mencobanya, tapi Nara tidak mau.

"Aku tidak mau meninggal dalam keadaan yang mengenaskan setelah perawatan ini dan itu. Tolong biarkan aku melakukan perawatan yang memang seperti biasanya saja. Kemoterapi sudah cukup sulit untukku."

Jadi sekarang Nara hanya melakukan kemoterapi saja.

"Nara-ya."

Kututup pintu rawat inap VIP itu dengan pelan mengingat ini adalah rumah sakit. Hatiku sakit melihat keadaan temanku yang kian hari kian memburuk. "Ini pesananmu."

"Siapa bilang untukku? Itu untukmu makan. Kau belum sarapan kan?"

Nara betul. Aku belum sarapan. Selama ini dia yang selalu mengingatkanku untuk sarapan sebelum beraktivitas. Entah apa yang akan terjaadi denganku kalau Nara sudah tiada nanti.

"Baiklah. Terimakasih karena sudah mengingatkanku. Akan kumakan nanti."

"Tidak." Nara terbatuk sebentar. "Makan sekarang."

"Baiklah baiklah. Jangan banyak bicara."

Nara tersenyum sedikit melihatku makan. Untuknya, aku akan melakukan segalanya selama itu masih masuk akal.

"Byul-ah."

"Eung?"

"Kau pernah bilang kau akan melakukan apapun kan?"

Aku mengangguk singkat.

"Aku ingin bertemu dengan idolaku waktu aku tau aku sakit itu."

"Oh. Yang tidak sengaja bertemu saat itu? Kenapa kau ingin bertemu dengannya?"

Senyuman tipis tersirat diwajah pucatnya. "Geunyang. Semalam aku bermimpi tentangnya. Aku bertemu lagi dengannya setelah tiga tahun. Kau tahu kan dia orang yang menjadi penyemangatku secara tidak langsung saat pertama kali aku tau aku sakit."

Waktu itu aku tidak tahu siapa itu. Bagaimana cara aku mencarinya. Aku hanya tahu namanya Kim Seok Jin. Tinggal dimana pun aku tidak tahu.

"Tapi bagaimana aku bisa menemukannya? Aku bahkan hanya tahu namanya saja. Kim Seokjin." Wajahnya saja aku tidak tahu. Karena Nara sendiripun tidak pernah memperlihatkan fotonya padaku. 

Nara mengambil ponselnya dibawah bantal tidurnya. "Ya! Seo Nara! Aku sudah bilang jangan pernah menaruh ponsel dibawah bantal. Naega myeot beon yaegihae?!" (Aku sudah bilang berapa kali?!)

"Arasseo. Arasseo. Wae hwareulhae?" (Aku tau. Aku tau. Kenapa mrah-marah?)

"Ya!"

Nara tidak mengindahkan kata-kataku. Malah dia sibuk sendiri dengan ponselnya.

"Nah. Ini. Ini orangnya."

"Sebagian wajahnya tertutup selimut. Bagaimana aku melihatnya? Kau i--"

Tunggu! Aku tahu siapa dia!

"Seolma?! Nega johahaneun sarameun geu Jin-i-yeosseo?! Kim Seok Jin anya?!" (Mungkinkah? Mantan pacarmu itu si Jin? Bukannya Kim Seok Jin?

"Jin nama panggungnya. Nama sebenarnya, Kim Seok Jin. Lagipula dari nama panggungnya saja kau tidak bisa menebak? Jin. Seok Jin."

Wah.

Aku yang bodoh ternyata disini. Kenapa aku tidak bisa menebak hal itu ya. Tapi kan di Korea ini yang namanya "Jin" juga bukan hanya satu-dua orang saja.

"Ya! Neodo aljanha. Nan geu michin nam-bae Jin jinjja sirheo. Ini sulit." (Kau juga tahu, kan? Aku benci si aktor Jin itu; nam-bae kependekan dari 'namja baewoo, artis pria)

Nara melemparkan tatapan menyedihkan padaku. "Ayolah, Byul. Aku ingin bertemu dengannya lagi sekali saja, sebelum aku--"

"YA! Seo Nara! Geureon mareul geumanhaera." Kenapa dia terus-terusan berkata 'sebelum aku tiada' sih. "Akan kupertimbangkan." (Hentikan kata-kata seperti itu)

"Yeayyy!!! Gomawo, Byul-ah! Ohok ohok!" Tiba-tiba Nara terbatuk-batuk. Bukan batuk biasa. Tapi batuk yang membuat wajahnya sampai memerah. Tak lama dia mengambil plastik untuk muntah.

Aku sudah tidak terkejut lagi. Setelah memencet bel untuk memanggil dokter dan perawat, aku membantunya dengan menepuk pelan punggungnya.

"Mohon tunggu diluar terlebih dahulu agar kami dapat memeriksanya."

Aku menurut dan menunggu di luar. Semoga dia baik-baik saja.

Baiklah. Ayo. Aku akan mencoba mencari si Jin itu dan membuatnya bertemu dengan Nara lagi.

***

Pukul satu siang aku kembali ke tempatku bekerja yaitu doseogwan setelah pamit dengan Nara dan kedua orangtuanya. "Aku datang."

Setelah menaruh tasku di loker karyawan dan absen dengan sidik jari, aku kembali ke area meja utama untuk berganti tugas dengan Junho. Biasanya aku datang jam setengah sembilan pagi, untuk bersiap-siap dan membereskan buku-buku yang biasanya tidak dikembalikan pada tempatnya. Untuk jam pulang biasa jam enam malam. Di perpustakaan tempatku bekerja, ada dua macam pekerja. Pekerja full-time dan part-time. Full-time yang datang dari pagi sepertiku, Junho, Bomin, dan Seojeong. Dari jam sembilan sampai enam malam. Sedangkan perpustakaan dibuka dari jam sembilan pagi sampai jam sembilan malam.

Inilah pekerjaannya part-time. Mereka datang dari jam empat sore sampai sembilan malam. Minsoo, Haeun dan Joomin. Mereka juga yang akan mematikan lampu dan sebagainya. Untuk kunci perpustakaan, masing-masing kepala tim dari full-time dan part-timelah yang memegang kunci, yaitu Seojeong dan Minsoo. Beruntung gaji tidak dihitung per jam. Per bulannya, aku mendapat 2,850,000. Setiap orang berbeda. Tidak sama rata.

Dan tenang saja, kalau kalian berpikir aku kesulitan dengan gaji segitu, tidak, aku tidak kesulitan. Karena aku masih menyimpan uang dari uang jajan yang diberikan kedua orangtuaku yang kebetulan adalah orang kaya. Sedikitpun aku belum pernah menyentuh uangnya sama sekali. Mereka mengelola suatu butik yang sudah go internasional. Dan karena aku tidak ada minat dalam bidang itu, kubiarkan perusahaan itu diurus oleh imo yang dari kecil sudah menemaniku sampai waktunya nanti tiba. Kebetulan dia juga tidak punya anak, jadi kemungkinan perusahaan itu mau tak mau akan kuurus saat waktunya tiba. (Saudara dari ibu, dan yang aku maksud disini adalah adik dari ibunya)

"Eo, wasseo?"

Dan karena aku datang telat hari ini, otomatis, gajiku akan dipotong sebanyak 20,000 won karena telat. Sekali telat potongannya 5,000 won.

"Ne. Kau bisa pergi sekarang mengerjakan tugasmu. Terimakasih sudah menggantikanku." Hari ini adalah tugasku dan Bomin untuk bertanggung jawab terhadap pengunjung yang ingin mengembalikan buku maupun meminjam buku.

Hari ini pengunjung perputaskaan tidak terlalu banyak karena katanya perpustakaan dipakai unutk syuting drama seharian ini. Jadi pengunjung pun dibatasi untuk keamanan syuting.

Kira-kira siapa yang syuting drama disini? Kamera dimana-mana, begitupun orang-orang yang berdiri berkerumun di depan peprustakaan yang kuyakini itu adalah para fans dari aktris dan aktor drama ini.

"Noona."

Aku menoleh saat Bomin memanggilku. "Wae?"

"Kau tahu tidak sebagian besar dari kerumunan itu fansnya siapa?"

Kedua alisku yang terangkat adalah jawaban untuk pertanyaan Bomin dan untungnya dia sudah mengerti bahasa tubuhku. "Itu semua adalah fansnya Jin. Kau tahu Jin, kan?"

Ah. Si Jin. Yang suka ganti-ganti pasangan itu kan?

Helaan napasku lagi-lagi menjawab pertanyaan Bomin padaku. Aku tidak terlalu peduli dengannya. Untuk apa peduli dengan orang yang tidak punya hati. Banyak sekali rumor kencan yang beredar di sekitarnya.

Jamkkan!

Jin? Kim Seok Jin?

Wah, sepertinya dewi fortuna sedang berpihak padaku dan Nara. Aku tidak menyangka dapat bertemu dengan Seokjin secepat ini.

***

Kim Seok Jin

Lagi-lagi scheduleku penuh hari ini. Dalam seminggu, paling banyak aku hanya punya sekitar 3-4 jam waktu luang per harinya. Bukan berarti aku tidak bersyukur karena aku sibuk. Aku tentu saja sangat bersyukur. Itu artinya aku laku keras hingga aku hampir tak ada waktu luang. Tapi namanya manusia ada juga waktu lelah sampai benar-benar inginnya hanya di rumah tidur saja seharian. Dan aku sangat-samgat membutuhkan waktu seperti itu.

"Ya! JinpakhaJunbi da kkeutnasseo? Geureom ppali nawa. Syuting akan dimulai sebentar lagi." Itu suara manajer hyung yang sudah menemaniku selama 7 tahun ini. (Kau sudah siap? Kalau begitu keluarlah)

Hyung itu selalu memanggilku Jinpakha. Kependekan dari Jin Alphakha. Kalian tahu kan? Alphakha. Hewan berbulu putih yang lucu itu. Padahal orang lain memanggilku 'Seok Jin-ssi' atau 'Jin-ssi'. Hyung saja yang memanggilku Jinpakha. Kalau tidak mengingat dia lebih tua dariku, sudah ku neckslice dia. (Alpaca)

"Ya! Jinpakha!"

"Ne!!! Gamnida. Galge!!" (Iya! Pergi. Akan keluar!)

Haduh. Cuaca cukup dingin lagi hari ini. Tak apalah. Toh aku melakukan ini karena hobiku juga.

"Wa!!!! Jin oppa wattda!!"

"Ya ya ya! Itu Jin!!"

"Jin sudah keluar dari van!!"

Teriakan dari fans yang entah bagaimana bisa tahu lokasi syutingku langsung terdengar lebih keras dibanding saat aku masih menunggu didalam mobil van. Sesekali aku tersenyum dan melambaikan tanganku. Kalau mau jujur, lelah sih melambaikan tangan seperti ini. Tapi mereka fans ku yang sudah jauh-jauh datang. Setidaknya ini yang bisa kulakukan untuk mereka.

"Junbi! Action!" (Siap! Mulai!)

***

"Hyung. Setelah ini apakah masih ada jadwal?" Dengan senyum yang tersirat di wajahku, kuterima americano dari stylist noona yang kini kembali menata pakaianku untuk syuting tadi.

Yoo-bin memeriksa ipad dengan seksama. "Masih ada satu jadwal lagi. Kenapa? Kau mau kabur lagi?"

Ah. Dia membahasnya lagi. Iya. Kuakui aku pernah kabur saat pertengahan syuting hingga menggemparkan satu lokasi syuting. Mereka kira aku diculik karena waktu itu aku masih 20 tahun jadi mereka masih takut, berbeda dengan sekarang, karena mereka pikir aku tidak mungkin diculik di umur segini. Tapi waktu itu aku kabur kan karena aku sedang malas untuk syuting, dan lagi aku tidak kabur terlalu jauh kok. Hanya kabur ke tempat game station yang kebetulan ada di dekat lokasi syuting.

"Ah, hyung. Kau ini kenapa membahasnya lagi sih,"

"Apa? Memang aku salah kalau bertanya?"

Aku mendengus tak suka dan menekuk wajahku ke bawah. Bodolah, aku ngambek saja dengan Yoo-bin. Lebih baik aku pergi ke dalam perpustakaan lagi. Toh ini adalah waktu istirahatku, kan?

"Ah!! Jin oppaNeomu jalsaengyeosseo!" pekik salah satu fansku.

Aku tersenyum pada mereka. "Aku tahu."

Kakiku kembali melangkah masuk kedalam perpustakaan. Perpustakaan kali ini tidak sesunyi perpustakaan pada umumnya dikarenakan sedang disewa untuk menjadi lokasi syutingku. Beberapa staf terlihat berlalu-lalang untuk menyiapkan scene selanjutnya, scene terakhir yang akan kami take untuk hari ini.

Aku memilih untuk duduk di salah satu meja dekat jendela yang berjarak tak jauh dari meja daftar buku. Hanya duduk diam dan sesekali menikmati americano yang kubawa.

"Cih. Dasar playboy. Ganteng apanya. Sekali lihat juga bisa tahu dia itu biasa saja. Kenapa juga orang sepertinya bisa digemari banyak orang. Sedang apa coba dia duduk di dalam perpustakaan bukannya dalam vannya saja. Mau tebar pesona gitu?"

Heol.

Siapa yang disebutkan perempuan itu tadi? Perempuan yang baru saja melewatiku dan duduk di depan meja daftar buku itu terlihat sedang memaki halus salah satu artis disini.

Aku menolehkan kepalaku ke belakang, kanan dan kiri, lalu menyadari kalau tidak ada artis lain yang duduk di perpustakaan saat ini.

Lalu.... yang dia sebutkan berarti....

Aku?

Tanpa sadar aku menunjuk diriku sendiri dengan raut wajah yang bingung. Agar tidak terjadi kesalah pahaman, aku berdiri dan berjalan ke meja tempat perempuan itu duduk. "Jeogiyo. Hoksi... Kau sedang membicarakanku tadi?" (Permisi. Apa mungkin...)

Perempuan itu mengangkat kepalanya ynag tertunduk tadi menatap layar komputer. "Kau merasa? Aku tidak menyebut nama, kan?" Lalu perempuan itu kembali sibuk dengan komputernya.

Wah. Perempuan gila. Bisa-bisanya dia seperti itu denganku disaat perempuan lain diluar sana pada ingin bicara denganku barang semenit saja.

"Ani. Kau memang tidak menyebut nama. Tapi kalau kau lihat, di dalam perpustakaan ini tidak artis lain selain aku ayng duduk di perpustakaan ini. Aku tidak masalah dengan kau memakiku atau bagaimana itu, tapi jangan di depanku juga."

Perempuan itu tidak menjawabku. Bahkan menatapku sedetikpun tidak. Wah benar-benar. Aku tidak percaya ini terjadi padaku. Mataku lalu menangkap nametag yang bertengger di kemejanya.

Kim Na Byul.

Aku baru saja ingin membuak suara lagi tapi suara Yoo-bin hyung menghentikanku. "YA! JINPAKHA! CEPAT KESINI! SYUTING MAU MULAI!"

Mau tak mau aku meninggalkan perempuan menyebalkan itu dan berlari kecil ke Yoo-bin hyung.

"Hyung."

"Mwo?"

"Tolong bantu aku."

"Kau minta bantuan apa?"

"Cari informasi seseorang untukku."

"Siapa?"

"Kim Na Byul."

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Love after die
475      324     2     
Short Story
"Mati" Adalah satu kata yang sangat ditakuti oleh seluruh makhluk yang bernyawa, tak terkecuali manusia. Semua yang bernyawa,pasti akan mati... Hanya waktu saja,yang membawa kita mendekat pada kematian.. Tapi berbeda dengan dua orang ini, mereka masih diberi kesempatan untuk hidup oleh Dmitri, sang malaikat kematian. Tapi hanya 40 hari... Waktu yang selalu kita anggap ...
THE CHOICE: PUTRA FAJAR & TERATAI (FOLDER 1)
3334      1255     0     
Romance
Zeline Arabella adalah artis tanah air yang telah muak dengan segala aturan yang melarangnya berkehendak bebas hanya karena ia seorang public figure. Belum lagi mendadak Mamanya berniat menjodohkannya dengan pewaris kaya raya kolega ayahnya. Muak dengan itu semua, Zeline kabur ke Jawa Timur demi bisa menenangkan diri. Barangkali itu keputusan terbaik yang pernah ia buat. Karena dalam pelariannya,...
Kuncup Hati
671      463     4     
Short Story
Darian Tristan telah menyakiti Dalicia Rasty sewaktu di sekolah menengah atas. Perasaan bersalah terus menghantui Darian hingga saat ini. Dibutuhkan keberanian tinggi untuk menemui Dalicia. Darian harus menjelaskan yang sebenarnya terjadi. Ia harus mengungkapkan perasaan sesungguhnya kepada Dalicia.
Surat untuk Tahun 2001
5482      2201     2     
Romance
Seorang anak perempuan pertama bernama Salli, bermaksud ingin mengubah masa depan yang terjadi pada keluarganya. Untuk itu ia berupaya mengirimkan surat-surat menembus waktu menuju masa lalu melalui sebuah kotak pos merah. Sesuai rumor yang ia dengar surat-surat itu akan menuju tahun yang diinginkan pengirim surat. Isi surat berisi tentang perjalanan hidup dan harapannya. Salli tak meng...
Balada Valentine Dua Kepala
310      196     0     
Short Story
Di malam yang penuh cinta itu kepala - kepala sibuk bertemu. Asik mendengar, menatap, mencium, mengecap, dan merasa. Sedang di dua kamar remang, dua kepala berusaha menerima alasan dunia yang tak mengizinkan mereka bersama.
Catatan Takdirku
1247      739     6     
Humor
Seorang pemuda yang menjaladi hidupnya dengan santai, terlalu santai. Mengira semuanya akan baik-baik saja, ia mengambil keputusan sembarangan, tanpa pertimbangan dan rencana. sampai suatu hari dirinya terbangun di masa depan ketika dia sudah dewasa. Ternyata masa depan yang ia kira akan baik-baik saja hanya dengan menjalaninya berbeda jauh dari dugaannya. Ia terbangun sebegai pengamen. Dan i...
Today, I Come Back!
4006      1391     3     
Romance
Alice gadis lembut yang sebelumnya menutup hatinya karena disakiti oleh mantan kekasihnya Alex. Ia menganggap semua lelaki demikian sama tiada bedanya. Ia menganggap semua lelaki tak pernah peka dan merutuki kisah cintanya yang selalu tragis, ketika Alice berjuang sendiri untuk membalut lukanya, Robin datang dan membawa sejuta harapan baru kepada Alice. Namun, keduanya tidak berjalan mulus. Enam ...
Senja Belum Berlalu
4146      1459     5     
Romance
Kehidupan seorang yang bernama Nita, yang dikatakan penyandang difabel tidak juga, namun untuk dikatakan sempurna, dia memang tidak sempurna. Nita yang akhirnya mampu mengendalikan dirinya, sayangnya ia tak mampu mengendalikan nasibnya, sejatinya nasib bisa diubah. Dan takdir yang ia terima sejatinya juga bisa diubah, namun sayangnya Nita tidak berupaya keras meminta untuk diubah. Ia menyesal...
Kisah di Langit Bandung
366      132     0     
Romance
Tentang perjalanan seorang lelaki bernama Bayu, yang lagi-lagi dipertemukan dengan masa lalunya, disaat ia sudah bertaut dengan kisah yang akan menjadi masa depannya. Tanpa disangka, pertemuan mereka yang tak disengaja kala itu, membuka lagi cerita baru. Entah kesalahan atau bukan, langit Bandung menjadi saksinya.
Not Alone
543      290     3     
Short Story
Mereka bilang rumah baruku sangat menyeramkan, seperti ada yang memantau setiap pergerakan. Padahal yang ku tahu aku hanya tinggal seorang diri. Semua terlihat biasa di mataku, namun pandanganku berubah setelah melihat dia. "seseorang yang tinggal bersamaku."