***
Mereka terus memasuki hutan, melewati pepohonan yang menari. Di batas akhir pepohonan, mereka menemukan padang rumput warna-warni yang ditumbuhi bunga Lupin yang mekar sempurna. Ungu, merah, kuning, biru menghias kelopaknya menyebar di segala penjuru. Seakan pelangi tengah turun melukis daratan.
Di sela-sela rerumputan hijau kekuningan bersinar juga bunga Chicory. Menjulang tangkainya menyeruak kelopak kecil kebiruan seperti pecahan awan yang jatuh. Semua orang menatap kagum menikmati pemandangan menakjubkan itu.
Kasih melangkahkan kaki memasuki padang bunga. Kedua lengan ia rentangkan, kepala ia hadapkan ke atas, merasakan semilir angin yang membelai lembut wajahnya. Jiwanya tenang seakan menapaki langit. Bunga-bunga lupin itu bersemarak mengitarinya. Ia memejamkan mata tenggelam menikmati keindahan yang ada.
Kemudian, Kasih merasakan ada sesuatu yang jatuh di kepalanya. Ia membuka mata dan mendapati Bright tersenyum di sampingnya. Ia meraba atas kepala dan menemukan batang-batang tumbuhan melingkari kepalanya. "Apa ini?" tanya Kasih pada Bright.
"Mahkota bunga," jelasnya singkat. Cahaya matahari menyinari wajahnya yang cerah. Kedua kelopak matanya menyipit namun membekas tatapan yang teduh dan dalam. Bright memberikan satu tangkai bunga Chicory ke Kasih. Kasih mengangkat kedua alis tidak mengerti apa maksud Bright. "Aku membuat mahkota dari ini," kata Bright.
Kasih membulat dan menerima bunga pemberian dari Bright juga mahkotanya. "Terimakasih banyak," senyumnya. Ia memalingkan muka saat pipinya tiba-tiba memanas dengan semburat merah. "Ah, aku berharap hpku ada di sini. Jadi, aku bisa mengabadikan momen ini dan mengambil gambar diriku memakai mahkota," kata Kasih mengalihkan perhatian Bright.
"Hahaha ...," gelak Bright, "aku lebih bahagia mengambil momen ini dengan mataku dan mengabadikannya dalam ingatan." Bright memandang Kasih, tiupan angin melintas membuat jilbab Kasih berkibar-kibar. Padang rumput bunga lupin yang mengelilingi mereka bergoyang seakan ikut bahagia.
"Brii, emangnya kamu yakin ingatanmu bertahan lama?" kata Kasih mengejek. Kasih terdiam sebentar. Ia tersadar atas apa yang ia ucapkan barusan. Kenapa ia tiba-tiba memanggil Bright dengan Brii, aneh. Seolah-olah itu hal biasa untuknya.
"Kasih!" panggil Bright, "kamu tahu gak? Bunga Chicory ini bisa dimakan lho." Bright memasukkan bunga biru itu di mulutnya dan melahapnya seakan camilan yang enak.
Kasih mengernyitkan dahi. "Gimana rasanya?"
"Cobalah!" pungkas Bright.
Kasih yang ragu mencoba percaya pada Bright. Ia hanya menggigit sedikit ujung bunga dan ia langsung memuntahkannya. "Pahit," ujar Kasih.
Bright tertawa puas. Giginya yang putih terlihat, perutnya tergelak berguncang.
"Kamu sengaja, ya," kata Kasih kesal. Pipinya menggembung, bibirnya mengerucut.
"Enggak, beneran itu bisa dimakan," ujar Bright yang masih membela diri. Tidak mengakui dirinya bersalah mengerjai Kasih.
Kasih yang tidak terima akhirnya meninggalkan Bright sendirian. Ia berjalan menuruni padang rumput yang berbukit. Menuju sebuah sungai yang membelah padang rumput dari arah barat ke selatan. Sungai yang jernih dengan kilauan hijau dan biru. Aliran airnya tidak deras namun suara mengalirnya menyejukkan.
Kasih melihat Rose yang lagi duduk di atas batu besar di pinggir sungai, merendamkan kakinya di dalam air sungai. Kasih menghampiri dan ikut duduk di sampingnya. Memasukkan ujung kakinya ke dalam air sungai, bulu kuduknya meregang. Awalnya terasa dingin lama kelamaan sejuk dan menyegarkan. Ia menggoyangkan kepala ke kiri dan kanan, berulangkali. Bersenandung nada menikmati suasana syahdu.
"Aku berharap merasakan kedamaian ini lebih lama lagi," ujar Rose. Kasih membalas dengan anggukan, merebahkan kepalanya di bahu Rose. Gadis berkacamata yang baik juga cantik.
***