Loading...
Logo TinLit
Read Story - Before The Last Goodbye
MENU
About Us  

Surabaya, 2024

Bukannya tidak peduli dengan Mava yang saat ini menangis di dalam pelukannya. Tetapi Levi Kristofer memang sengaja membiarkan calon istrinya itu meluapkan rasa sedihnya dari pada harus menahannya. Tangannya dengan lembut menepuk-nepuk punggung Mava, memberikan ketenangan kepada perempuan yang sudah ia kenal selama lima tahun ini.

Jika ditanya, apakah dirinya merasa cemburu melihat calon istrinya menangisi laki-laki lain? Maka ia akan menjawab tidak sama sekali. Sebab Levi tahu dan merasakan, saat ini Mava menangis bukan karena kehilangan sosok laki-laki yang disukainya, melainkan Mava menangis karena kehilangan sosok sahabatnya.
Bahkan setiap kali Mava menceritakan tentang Arion, ia juga tidak merasa cemburu sama sekali. Ia benar-benar tidak keberatan jika Mava terkadang membahas Arion.

Manik matanya lalu tertuju kepada foto Arion yang sedang tersenyum, sebuah senyuman kebahagiaan. Jauh sebelum ini ia pernah melihat foto tersebut. Mava yang menunjukkannya padanya saat itu.

"Ini namanya Arion. Aku sama dia temenan waktu kelas dua SMA semester dua. Dia pindahan dari Surabaya. Foto ini aku loh yang ambil. Kebetulan banget dia pengen di foto sendirian, padahal aslinya dia paling gak mau kalau di foto. Tapi sekarang, dia gak tau ada di mana. Duabelas tahun ngilang gitu aja."

Begitu cerita Mava ketika memberi tahu sosok Arion padanya. Dan kini, ia tidak menyangka jika hasil bidikan kamera Mava untuk Arion justru terpajang di dalam lemari abu laki-laki itu. Atensinya teralih kembali pada Mava, yang sudah mulai berhenti menangis.

Perempuan itu melepaskan diri dari pelukan Levi, ia masih terdiam sambil menyeka airmatanya yang sudah keluar.

"Sudah merasa lebih baik?" Levi memperhatikan pujaan hatinya itu.

Mava mengangguk lalu berkata, “Aku bener-bener gak nyangka kalau dia udah enggak ada.” Tangannya menyentuh kaca pada lemari tersebut. Ia mengusap kaca tersebut. “Kenapa sih hal terburuk yang aku pikirin justru yang terjadi?”

Levi tidak memberikan komentar apapun. Ia terdiam sambil memperhatikan Mava yang benar-benar merasa kehilangan dengan sosok sahabatnya yang dicari selama duabelas tahun itu.

"Dia itu pengaruh baik buat aku."

"Pengaruh baik?" tanya Levi.

"Karena dia pindah ke sekolah yang sama denganku, aku jadi rajin belajar dan nilai-nilai pelajaran aku juga jadi naik," jelas Mava. Terlihat senyuman tipis menghiasi wajahnya. "Kalau dulu dia gak pindah ke Bandung, atau gak masuk ke sekolah yang sama kaya aku, mungkin aku gak akan pernah ngerasain masuk sepuluh besar, bahkan lima besar."

Levi baru mengetahui fakta tersebut. Sebelum ini Mava belum pernah menceritakan hal tersebut. Setiap kali Mava menceritakan sosok Arion, ia hanya berpikir bahwa Arion itu sebatas laki-laki yang sempat disukai oleh Mava saat masa-masa sekolahnya. Tidak tahunya, laki-laki itu justru berhasil membuat Mava termotivasi untuk belajar dengan rajin.

"Itu bagus," ujar Levi. "Kamu bisa jadiin Ario sebagai motivasi kamu dalam belajar, bukan cuman sekedar jadi laki-laki yang kamu suka aja. Jarang ada kayanya anak sekolahan yang kaya kamu."

Mava berbalik dan menghadap Levi. Seulas senyuman tersungging di wajahnya dengan jelas. "Sekarang, aku udah tenang karena udah tau Arion ada di mana."

"Kita berdoa ya, biar Arion bisa berada di tempat yang terbaik di atas sana," ajak Levi yang diangguki kepala Mava.

~"~

Bandung

"Gua masih enggak percaya kalau Arion udah meninggal," ujar Dita.

"Sama gua juga enggak percaya dengan kabar itu," setuju Radeva.

"Umur tuh bener-bener enggak ada yang tau ya," sahut Nathan.

"Tapi, kira-kira dia kenapa meninggalnya ya? Terus kenapa Tante Yenny juga enggak ngasih tau kabar duka itu waktu dulu? Kenapa dia diem-diem aja," ujar Aurel yang merasa penasaran dengan penyebab kematian dari Arion.

Keempatnya yang sudah mengetahui kabar Arion dari Mava itu terdiam, memikirkan alasan keluarga Arion yang tidak mengabari kabar kematian laki-laki itu duabelas tahun lalu.

"Jangan-jangan, Arion meninggal karena ..." Nathan menjeda sejenak ucapannya, membuat tiga temannya itu dibuat penasaran.

"Karena apa?" Dita terlihat tidak sabar dengan lanjutan dari ucapan Nathan.

"Bunuh diri," jawab Nathan dengan suara sepelan mungkin agar tidak ada orang lain selain mereka yang mendengar.

"Ngomong jangan asal gitu dong, Than," protes Aurel. "Arion gak mungkin ngelakuin hal kaya gitu. Waktu SMA dia keliatan baik-baik aja."

"Tapi waktu di kuliah kita enggak tau gimana kondisinya, kan?" tanya Nathan yang dibenarkan oleh Aurel. "Dia dulu kuliah di Yogya, kita semua masih tetep stay di Bandung. Ketemu juga jarang banget, terus komunikasi cuman via pesan grup doang, jarang dia mau kirim foto atau video kondisi dia di sana.

"Jadi, siapa tau bukan dia waktu kuliah mengalami tekanan dan karena enggak sanggup akhirnya mengakhiri hidupnya sendiri?" Penjelasan Nathan berhasil membuat tiga temannya itu terdiam.

"Tapi tetep aja sih, gua pikir bunuh diri bukan penyebab kematian Arion." Aurel masih tetap berpikir Arion tidak akan mungkin mengakhiri hidupnya sendiri.

"Gua rasa kemungkinan yang disebut Nathan bisa aja sih," ujar Radeva yang berhasil menarik perhatian tiga temannya. "Dulu waktu di SMA gua pernah ngeliat sikap Arion yang sedikit berbeda."

"Kapan?" tanya Nathan. "Kok gua gak pernah sadar?"

"Waktu anak-anak kelas dua pergi ke Bosscha, kalau gua gak salah inget."

~"~

Surabaya

Lalu lintas kota Surabaya siang ini cukup ramai, tetapi tidak terjadi kemacetan. Di dalam mobil, Mava lebih banyak diam dan itu membuat Levi juga terdiam. Perempuan itu memandangi jalanan di luar sana lewat jendela mobil yang dibiarkan setengah terbuka.

Sesekali Levi yang yang berada di belakang kemudi mobil melirik Mava yang terdiam. Ia tahu penyebab diamnya calon istrinya itu sepanjang perjalanan ini.

Saat di rumah abu tadi, ketika mereka akan pulang, mereka bertemu dengan ibu dari Arion—Yenny. Wanita yang rambutnya sudah mulai memutih itu sepertinya sudah memberitahu penyebab kematian dari Arion. Pada saat itu, Yenny hanya mengajak Mava untuk berbicara berdua, sementara dirinya memilih untuk ke mobil lebih dulu.

Sekali lagi, Levi menoleh pada Mava. Kali ini ia terkejut sebab airmata kembali keluar dari kedua sudut mata Mava. Baru saja Levi akan membuka suaranya untuk bertanya, tetapi Mava lebih dulu membuka suaranya sambil menangis.

"Arion mengakhiri hidupnya sendiri, Ko."

Levi segera menolehkan kepala karena terlalu terkejut mendengar fakta di balik kematian Arion. Ia tidak memberikan komentar ataupun pertanyaan lebih lanjut mengenai alasan laki-laki itu.

"Ternyata dulu dia—"

Ucapan Mava tersebut terhenti ketika bagian belakang mobilnya ditabrak begitu keras oleh mobil lain. Tabrakan yang keras tersebut juga membuat bagian depan mobilnya menabrak mobil yang ada di depannya.

Di luar, orang-orang menjerit akibat terkejut dengan tabrakan beruntun yang melibatkan sebuah bus pariwisata dengan belasan mobil. Bus tersebut sepertinya mengalami rem blong, dan berakhir menabrak belasan mobil yang menunggu lampu merah berganti, termasuk juga dengan mobil milik Levi.

Levi yang sempat tak sadarkan diri itu, membuka kedua matanya. Kepalanya berdenyut, ketika ia menyentuh dahinyaa, rupanya darah segar menempel pada telapak tangannya. Ia menoleh ke arah Mava yang saat ini tidak sadarkan diri dengan kepalanya yang juga mengeluarkan darah.

"Va ..." panggil Levi dengan suara lemah. "Mava ... bangun."

~"~

"Theresia Mava!"

Kedua mata Mava seketika terbuka setelah mendengar seseorang memanggil namanya dengan lengkap. Kepalanya terasa pusing karena tiba-tiba bangun seperti itu. Ia lalu menghela napas lega sebab kecelakaan yang terjadi itu hanyalah sebuah mimpi buruk saja.

Akan tetapi, ketika ia baru akan kembali memejamkan kedua matanya, ia justru segera mengubah posisinya menjadi posisi duduk. Ia merasa heran dengan kamar tempat ia berada saat ini. Kamar itu bukan salah satu kamar di kediaman orangtua Levi, dan juga bukan kamar di rumahnya.

Kamar yang ia tempati ini justru kamar di rumah lamanya!

"Theresia Mava!"

Mava kembali dibuat terkejut ketika ibunya—Sarah—tiba-tiba membuka pintu kamar dengan kasar. Wanita itu membawa spatula kayu di tangan kanannya, seolah benda tersebut adalah senjata perangnya.

"Dari tadi dibangunin kenapa enggak langsung nyahut, sih?" protes Sarah.

"Mamih kok muda lagi?"

Sarah mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan yang diajukan putri sulungnya itu. Ia mendekati sang anak, lalu meletakkan telapak tangannya di kening Mava. "Enggak demam. Tapi kok kamu ngomongnya ngawur?"

Mava masih belum bisa mencerna dengan apa yang terjadi saat ini. Kenapa dirinya berada di kamar lamanya, lalu kenapa mamihnya justru kembali muda? Bahkan rambut putihnya itu tidak ada. Karena merasa heran dengan apa yang terjadi, ia justru menampar pipinya sendiri.

"Auw!" pekik Mava kesakitan. "Sakit."

"Ya jelas sakit, kamu namparnya kenceng banget," ujar Sarah. "Udah cepet bangun, nanti terlambat sekolah."

"Sekolah?" Mava semakin dibuat pusing. Kenapa ia harus bersekolah disaat ia sudah lulus? Apa yang sebenarnya terjadi?

Lalu setelah terdiam selama beberapa saat, otaknya mulai bisa diajak bekerja. "Apa jangan-jangan gua balik ke masa lalu?"

Segera saja ia turun dari tempat tidurnya, berlari keluar kamar dan menuju ruang tamu. Ia berdiri di depan kalender yang menunjukkan tanggal, hari, bulan, dan tahun saat ini. Dengan kedua tangannya, Mava menutup mulutnya, ia sungguh terkejut karena kalender saat ini menunjukkan bulan Januari tahun duaribu sembilan!

"Ini tahun duaribu sembilan?" Mava benar-benar terkejut sekaligus tidak mengerti kenapa dirinya bisa berakhir di tahun tersebut. Ia bahkan berpikir apakah sebenarnya ini hanyalah mimpinya saja?

"Kalau ini duaribu sembilan, berarti ... Arion!"

~"~

Epilog

Bandung, 2009

"Sayang banget ya Mava gak jadi ikut. Kalau dia ikut, pasti bakal lebih rame," ujar Dita yang saat ini sedang berjalan keluar sekolah.

Hari ini seluruh murid kelas dua akan pergi ke Obsevatorium Bosscha sebagai study tour sederhana. Tetapi, seperti yang dikatakan Dita, hari ini Mava tidak masuk sekolah karena sakit, alhasil ia tidak bisa ikut pergi mengunjungi tempat tersebut.

"Ya salah dia sendiri kenapa malah makan pedes kemaren. Udah tau punya penyakit maag," ujar Aurel.

"Arion." Nathan yang berdiri tepat di samping laki-laki yang ia panggil itu merangkulkan tangannya pada pundak temannya. "Ini pasti kali pertama kamu ke Bosscha, kan?"

"Enggak juga," jawab Arion membuat Radeva, Aurel, dan juga Dita menahan tawanya. "Waktu SMP aku pernah berlibur di Bandung, lalu pergi ke Bosscha."

"Oh," sahut Nathan singkat. "Kirain ini kali pertama kamu ke Bosscha." Ia melepas rangkulannya dari pundak Arion.

Puluhan angkutan umum berwarna hijau rupanya sudah terparkir di sepanjang jalan depan gerbang sekolah, ketika Arion dan empat temannya sudah berada di luar gerbang. Beberapa mobil sudah diisi oleh murid-murid kelas dua yang lebih dulu keluar.

Arion justru mematung seketika melihat puluhan angkutan umum tersebut. Tidak hanya itu saja, bulir-bulir keringat justru keluar dari pori-pori kulit wajahnya, padahal udara pagi ini cukup dingin. Bibirnya bergerak-gerak, seperti sedang mengatakan sesuatu.

"Arion, kamu ngomong apa?" tanya Radeva yang rupanya sadar akan sikap Arion saat ini. Pertanyaan yang diajukannya berhasil menarik perhatian dari tiga temannya yang lain.

Arion tidak menjawab pertanyaan tersebut, ia masih tetap mengatakan sesuatu dengan tidak jelas.

"Woy Arion!" panggil Nathan dengan sedikit berteriak.

"Ini salahku!" seru Arion membuat empat temannya kebingungan. "Ini salahku. Aku minta maaf." Setelahnya laki-laki itu justru berlari kembali masuk ke sekolah, panggilan dari empat temannya itu bahkan tidak ia dengar.

"Dia kenapa?"

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Behind Friendship
4389      1259     9     
Romance
Lo harus siap kalau rasa sahabat ini bermetamorfosis jadi cinta. "Kalau gue cinta sama lo? Gue salah? Mencintai seseorang itu kan hak masing masing orang. Termasuk gue yang sekarang cinta sama lo," Tiga cowok most wanted dan dua cewek receh yang tergabung dalam sebuah squad bernama Squad Delight. Sudah menjadi hal biasa jika kakak kelas atau teman seangkatannya meminta nomor pon...
Of Girls and Glory
3696      1524     1     
Inspirational
Pada tahun keempatnya di Aqiela Ru'ya, untuk pertama kalinya, Annika harus berbeda kamar dengan Kiara, sahabatnya. Awalnya Annika masih percaya bahwa persahabatan mereka akan tetap utuh seperti biasanya. Namun, Kiara sungguh berubah! Mulai dari lebih banyak bermain dengan klub eksklusif sekolah hingga janji-janji yang tidak ditepati. Annika diam-diam menyusun sebuah rencana untuk mempertahank...
Bifurkasi Rasa
107      92     0     
Romance
Bifurkasi Rasa Tentang rasa yang terbagi dua Tentang luka yang pilu Tentang senyum penyembuh Dan Tentang rasa sesal yang tak akan pernah bisa mengembalikan waktu seperti sedia kala Aku tahu, menyesal tak akan pernah mengubah waktu. Namun biarlah rasa sesal ini tetap ada, agar aku bisa merasakan kehadiranmu yang telah pergi. --Nara "Kalau suatu saat ada yang bisa mencintai kamu sedal...
Kama Labda
524      321     2     
Romance
Kirana tak pernah menyangka bahwa ia bisa berada di jaman dimana Majapahit masih menguasai Nusantara. Semua berawal saat gadis gothic di bsekolahnya yang mengatakan bahwa ia akan bertemu dengan seseorang dari masa lalu. Dan entah bagaimana, semua ramalan yang dikatakannya menjadi kenyataan! Kirana dipertemukan dengan seseorang yang mengaku bahwa dirinya adalah raja. Akankah Kirana kemba...
Kesempatan
19156      3037     5     
Romance
Bagi Emilia, Alvaro adalah segalanya. Kekasih yang sangat memahaminya, yang ingin ia buat bahagia. Bagi Alvaro, Emilia adalah pasangan terbaiknya. Cewek itu hangat dan tak pernah menghakiminya. Lantas, bagaimana jika kehadiran orang baru dan berbagai peristiwa merenggangkan hubungan mereka? Masih adakah kesempatan bagi keduanya untuk tetap bersama?
Cinta Pertama Bikin Dilema
4334      1285     3     
Romance
Bagaimana jadinya kalau cinta pertamamu adalah sahabatmu sendiri? Diperjuangkan atau ... diikhlaskan dengan kata "sahabatan" saja? Inilah yang dirasakan oleh Ravi. Ravi menyukai salah satu anggota K'DER yang sudah menjadi sahabatnya sejak SMP. Sepulangnya Ravi dari Yogyakarta, dia harus dihadapkan dengan situasi yang tidak mendukung sama sekali. Termasuk kenyataan tentang ayahnya. "Jangan ...
NADI
5858      1569     2     
Mystery
Aqila, wanita berumur yang terjebak ke dalam lingkar pertemanan bersama Edwin, Adam, Wawan, Bimo, Haras, Zero, Rasti dan Rima. mereka ber-sembilan mengalami takdir yang memilukan hingga memilih mengakhiri kehidupan tetapi takut dengan kematian. Demi menyembunyikan diri dari kebenaran, Aqila bersembunyi dibalik rumah sakit jiwa. tibalah waktunya setiap rahasia harus diungkapkan, apa yang sebenarn...
PurpLove
324      271     2     
Romance
VIOLA Angelica tidak menyadari bahwa selama bertahun-tahun KEVIN Sebastian --sahabat masa kecilnya-- memendam perasaan cinta padanya. Baginya, Kevin hanya anak kecil manja yang cerewet dan protektif. Dia justru jatuh cinta pada EVAN, salah satu teman Kevin yang terkenal suka mempermainkan perempuan. Meski Kevin tidak setuju, Viola tetap rela mempertaruhkan persahabatannya demi menjalani hubung...
Seiko
537      408     1     
Romance
Jika tiba-tiba di dunia ini hanya tersisa Kak Tyas sebagai teman manusiaku yang menghuni bumi, aku akan lebih memilih untuk mati saat itu juga. Punya senior di kantor, harusnya bisa jadi teman sepekerjaan yang menyenangkan. Bisa berbagi keluh kesah, berbagi pengalaman, memberi wejangan, juga sekadar jadi teman yang asyik untuk bergosip ria—jika dia perempuan. Ya, harusnya memang begitu. ...
Aria's Faraway Neverland
3484      1122     4     
Fantasy
"Manusia adalah Tuhan bagi dunia mereka sendiri." Aria adalah gadis penyendiri berumur 7 tahun. Dia selalu percaya bahwa dia telah dikutuk dengan kutukan ketidakbahagiaan, karena dia merasa tidak bahagia sama sekali selama 7 tahun ini. Dia tinggal bersama kedua orangtua tirinya dan kakak kandungnya. Namun, dia hanya menyayangi kakak kandungnya saja. Aria selalu menjaga kakaknya karen...